Vionna berlari menuruni tangga, dibawah sana kedua orangtuanya baru saja tiba. Gadis itu melewatinya begitu saja tanpa memperdulikan teriakan sang Bunda.
"Vionna, mau kemana kamu? Ini sudah malam."
Sayangnya panggilan itu sama sekali tak digubris oleh anak gadisnya yang sekarang tengah sibuk memikirkan keadaan lelaki lain yang tengah terbaring lemah diranjang rumah sakit.
"Sudah biarkan saja, mungkin ada hal mendesak jadi dia buru-buru seperti itu." Ucap sang suami.
Wanita itu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan kemudian mereka berjalan masuk kedalam kamar yang terletak di lantai atas.
Sementara itu Vionna langsung masuk kedalam mobilnya menyalakan mesin dan segera menancapkan gas keluar dari pekarangan rumah.
Sepanjang perjalanan dia kurang fokus, bahkan dia hampir saja menabrak pengendara sepeda motor. Vionna juga kerap kali diberi bel peringatan oleh pengendara lain karena cara mengemudinya yang dianggap bisa mencelakai pengendara lain.
Tinn.... Tinn... Tinn....
Vionna memencet klaksonnya berkali-kali, namun tak ada perubahan sama sekali, mobil didepannya tetap diam tidak bergerak.
Kaca jendelanya dibuka demi melihat ada apa gerangan yang membuat jalanan semacet ini, padahal lokasinya sekarang ke rumah sakit hanya sekitar sepuluh menit lagi.
Antrian mobil begitu panjang bahkan motor saja tidak bisa menyalip dan ikut terjerat dalam kemacetan, sayangnya Vionna tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi didepan sana.
"Minumnya mbak..." Seorang pedagang asongan tiba-tiba datang dan menawarkan minum.
Karena haus Vionna akhirnya memutuskan untuk membeli satu air mineral.
"Berapa pak?"
"Empat ribu aja mbak, nggak sekalian sama tahunya mbak?" Tawar penjual tersebut, Vionna menggeleng sebagai jawaban.
Vionna memberikan dua lembar uang dua ribuan kepada pedagang tersebut.
"Oh iya pak didepan ada apa yah? Tanya Vionna.
Pria yang membawa keranjang jualannya yang dipanggul di bahu kirinya itu menoleh sejenak ke tempat kejadian.
"Oh didepan ada bus jatuh mbak, sekarang penumpang sama sopirnya lagi dievakuasi." Jawab pria itu.
"Lama nggak yah Pak kira-kira?" Tanya gadis itu lagi.
"Wahh... Jelas masih lama mbak soalnya busnya nutup penuh jalanan, yang dari arah barat juga nggak bisa lewat ini, nunggu mobil derek dateng buat angkat busnya." Jelas pedagang tersebut.
Vionna mengucapkan terima kasih untuk informasi yang sudah dirinya dapatkan, kemudian gadis itu menurunkan senderan kursinya dan memejamkan mata sejenak.
***
Seseorang di dalam ruang ICU tengah berjuang untuk hidup, berbagai macam alat medis terpasang di tubuhnya. Entah apa nama alat-alat tersebut yang jelas melihat semua itu membuat Hilmi merasa sedih, marah, sekaligus khawatir.
Dia sedih saat sahabatnya harus terbaring lemah diranjang rumah sakit dengan berbagai macam alat medis yang menempel ditubuh ringkih lelaki yang bahkan untuk bernapas saja harus memakai alat bantu, marah saat mengetahui jika keluarga Thavi tidak sebaik yang dia pikirkan selama ini, harusnya sejak awal dia curiga sebab Thavi dan Thava tidak pernah terlihat bersama meskipun mereka berdua satu sekolahan. Disisi lain lelaki berkulit tan itu juga merasa khawatir apabila hal ini terjadi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THARAVI [HIATUS]
Teen FictionTharavi hanya mau meniup lilin ulang tahun bersama keluarganya dan juga merasakan pelukan. Permintaan sederhana namun sukar untuk terwujud