Part 12

2K 174 3
                                    

Saat bangun di pagi hari, Zevan heran melihat Dara yang masih nyenyak disampingnya. Mereka masih memiliki pakaian lengkap, padahal saat mengajak Dara ke kamarnya semalam Zevan ingin melakukan hubungan seks dengan perempuan itu.

"Lo nggak mau kerja?" Tanya Zevan dengan suara seraknya. AC masih menyala dingin hingga selimut bekerja dengan baik.

"Hm?"

"Kerja, ini udah jam enam."

Zevan nggak punya kegiatan apapun disiang ini. Paling nanti sore ia akan ke salah satu tempat untuk sidak rutin seraya mengambil berkas-berkas keuangan bulanan.

"Oh... Gue balik ke kamar deh." Dara sambil bermalas-malasan turun dari ranjang. Suara hujan masih terdengar dari luar, sejak semalam hujan belum juga berhenti sepertinya.

"Wait..." Zevan bangun dan menarik Dara. Tiba-tiba Zevan ingin melakukannya sekali saja di pagi ini.

"Ngapain?" Tanya Dara agak histeris, Zevan tiba-tiba menariknya ke pangkuan dan bibirnya mendarat tiba-tiba di bahunya yang tertutup baju santai.

"Quickly."

"No... Gue bisa telat."

Dara menyadari dirinya sendiri. Ia adalah salah satu type orang yang nggak bisa quickly dengan laki-laki jenis apapun. Ia nggak cukup melakukannya sekali dan bisa-bisa minta lagi dengan sadar sepenuhnya.

"Bentar doang."

"Nanti malem, gue janji."

Zevan menatap Dara sejenak, ia bisa saja memaksa Dara untuk melakukannya sekali pagi ini. Tapi demi tujuan yang ingin Zevan capai, ia melepaskan Dara.

"Gue pegang janji lo."

Zevan meloloskan Dara dan perempuan itu membuka pintu tanpa menoleh lagi. Bahkan langkahnya berderap cepat hingga pintu sebelah terdengar terbuka dan tertutup lagi. Ia nggak bisa menahan senyumnya sendiri.

***

Sejak sore Tempat ini ramai, banyak dari kalangan selebritis datang, termasuk teman-teman Zevan yang kebetulan ada didunia hiburan.

"Don..." Sama Zevan pada Donny, laki-laki keturunan batak yang dari lahir sudah tinggal di Ibu Kota, selain wajah kotaknya... Nggak ada hal lain yang menunjukkan kalau dia keturunan batak.

"Long time no see... Kemana aja lo?" Tanya Donny.

"Kemana lagi, sibuk kesana kemari doang gue, jarang kesini emang."

"Pantesan..."

"Pesen deh kalian, nanti gue traktir."

Sorakan ramai terdengar dari rombongan Donny yang berisikan enam orang.

"Gue keatas dulu, have fun kalian..."

Zevan menikmati musik malam ini, nggak terlalu berisik karena DJ tamu sedang memainkan musik slow. Tempat ini adalah tempat hiburan malam pertama yang Zevan miliki. Dulu tempat ini kecil dan nggak banyak yang tau, hingga sepuluh tahun berlalu tempat ini jadi salah satu tempat hiburan malam dengan waiting list yang lumayan panjang pada hari-hari tertentu.

Getaran ponsel mengalihkan pandangan Zevan dari layar macbook miliknya.

Dara.

"Gue udah di depan."

"Jangan masuk dulu, tunggu di mobil, nanti bakal ada yang jemput."

"Oke."

Tadi sore Zevan mengirimkan pesan pada Dara agar menyusulnya di club kalau sudah pulang sebagai salah satu bentuk penagihan janji Dara pagi tadi.

Setelah sambungan terputus, Zevan menelfon security untuk menjemput Dara di mobil dan mengawalnya membelah lautan manusia di lantai dansa agar bisa naik ke ruangannya.

Nggak sampai lima menit Dara telah muncul dengan pakaian yang... Bikin Zevan nggak fokus.

"Balik dulu?" Tanya Zevan yang melihat atasan crop Dara dan celana super pendek yang menunjukkan kaki mulus perempuan itu. Ditambah dengan sendal teplek membuat Dara terkesan mempersiapkan kedatangannya malam ini.

"Nggak."

"Kenapa udah ganti baju?"

"Kebiasaan aja, di mobil udah ada baju kalau-kalau mau mampir."

Dara melihat-lihat ruangan Zevan yang cenderung kosong, hanya ada satu guci di sudut ruangan, lemari dan meja kerja. Tidak lupa dengan sofa panjang dan meja kaca pendek didepannya.

"Ini tempat lo?" Tanya Dara. Ia duduk disofa dan menaruh tas kecil disamping tubuhnya.

"Salah satu."

"Punya berapa?"

"Banyak, dimana-mana... Gue nggak ngitung."

"Sombong."

Zevan tertawa kecil, sombong katanya? Enggak, ia sama sekali nggak sombong dengan bisnis yang dia punya sejauh ini. Buat apa sombong pada Dara yang notabenenya adalah seorang anak dari Eko Gunawan, yang bisnisnya tersebar dimana-mana. Zevan nggak ada setengah dari Eko.

Ia menyimpan pekerjaannya dan menyusul Dara yang duduk di sofa.

"Lo mau turun atau disini aja?" Tanya Zevan.

"Gue capek habis keliling seharian."

Hari ini Dara mengikuti ayahnya meeting, bertemu dengan orang-orang baru dan kaku seperti mereka membuat Dara kelelahan. Inginnya ia pulang dan istirahat di kos, kemudian tidur sampai pagi. Tapi Zevan malah memaksanya untuk datang.

"Mau gue pijit?" Dara memicingkan matanya. Zevan mengatakannya dengan biasa saja tidak ada nada sensual sama sekali, tapi entah kenapa otak Dara traveling kemana-mana.

"Kenapa? Ada yang salah sama tawaran gue?" Dara akhirnya menggeleng dan merebahkan kepalanya di sandaran sofa.

Dering ponsel Dara memecah keheningan, ia melihat nama Bonar.

"Hallo." Terakhir Bonar menelfon Dara mendapatkan kabar kematian Petra.

"Gue liat lo masuk, di meja berapa lo?"

"Gue ada urusan sama yang punya." Dara melirik Zevan yang jelas mendengar pembicaraannya dengan Bonar lewat telfon.

"Zevan? Lo kenal dia?"

"Ya."

"Kalau urusan lo udah kelar, kumpul sini sama anak-anak juga."

"Nanti gue gabung."

"Kalau mau turun sekarang aja, gue masih ada kerjaan, nanti baliknya sama gue."

Dara menatap Zevan sebal. Tau begini ia nggak akan menghampiri Zevan dan langsung pulang, tidur. Nggak malah kesini dan menghabiskan waktu basa-basi dengan teman yang ingin Dara jauhi.

Decakan Dara membuat Zevan menghela nafas. Dara berlalu meninggalkannya tanpa kata, sepertinya perempuan itu ngambek.

"Gue nyusul setengah jam lagi."

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang