Part 20

1.7K 175 8
                                    

"Gimana rasanya punya anak?"

Annisa tersenyum kecil mengingat bayi empat tahun yang kini sedang bersama ibu mertuanya.

"Namanya Arkan, cowok... Sekarang empat tahun. Lo mau lihat fotonya?" Annisa nggak mau langsung menjawab pertanyaan Dara secara gamblang. Ia ingin menceritakan pengalaman kecilnya menjadi seorang ibu dan istri.

Annisa menunjukkan foto-foto tampan Arkan dengan berbagai pose, tidur... Lompat hingga fotonya blur, tawa Arkan, foto keluarga kecilnya.

"Kadang gue capek, apalagi waktu hamil Arkan. Muntah terus, nggak bisa makan kalau di makanannya ada bawang, berat badan naik drastis di trimester ketiga. Trus repotnya ngurus bayi waktu masih awal-awal..." Annisa tersenyum mengenang masa-masa itu, dan sebentar lagi ia akan mengalaminya untuk kali kedua karena tengah hamil dua sembilan minggu.

"Tapi seru, ngeliat duplikat gue sendiri tumbuh setiap harinya, ceria, hal-hal kecil yang dia lakuin bikin gue bahagia, bahkan ketika dia merengek sama ayahnya karena gue dipeluk laki gue. Cemburuan banget anaknya." Annisa melihat Dara tersenyum kecil. Kecil... Sekali.

"Lo bisa simpulkan sendirilah gimana rasanya."

Dara mengangguk. Senyum Annisa sama sekali nggak bisa bohong. Walaupun awalnya sedikit mengeluh, tapi senyum itu nggak luntur sama sekali.

"Waktu awal tau kalau gue hamil, gue juga takut... Apa gue bisa rawat dia? Apa gue bisa jadi ibu yang baik buat dia? Gue insecure, tapi pada posisi itu emang gue udah siap untuk hamil secara mental terutama. Tapi buktinya gue bisa, gue bisa jadi ibu buat Arkan, walaupun gue masih harus banyak banget belajar."

Setiap orang selalu punya kali pertama mereka, termasuk menjadi orang tua. Nggak ada pengalaman sama sekali, cara merawat anak juga pasti beda-beda, jadi nggak ada yang bisa dilakukan selain belajar sendiri. Mengalaminya sendiri.

"Good for you, gue lihat lo udah bahagia."

"Alhamdulillah, lo juga harus bisa bahagia Ra..."

"Gue cuma bisa berharap." Dara tersenyum miris, entah dia akan bisa bahagia atau tidak. Yang jelas bukan itu masalah sekarang, bukan kebahagiaan yang sedang Dara cari. Tapi solusi dari permasalahan yang ia alami.

"Lo pasti bisa bahagia, Ra, gue yakin itu."

"Aminn."

"Jadi, lo mau cerita?"

Dara menimang-nimang, apakah tepat bercerita pada Annisa?

"Lo tau gue nggak akan cerita ke siapapun."

Dara menggeleng, "Gue nggak peduli sekalipun orang tau gue hamil diluar nikah."

"Jadi?"

"Gue hamil, dihitung dari terakhir gue menstruasi usia kandungan gue sekitar lima mingguan."

Annisa nggak tau betapa beratnya menghadapi masalah yang Dara alami sendirian. Tapi pasti sangat sedih atau kecewa.

"Gue nggak tau harus pertahanin dia atau enggak."

Sekalipun menentang jika Dara mengambil keputusan untuk menggugurkan kandungannya, tapi Annisa nggak mau banyak komentar, disini ia hanya menjadi pendengar nggak lebih. Kecuali jika memang Dara membutuhkan saran darinya.

"Gue harus gimana, Sa?"

Sepertinya memang Dara butuh saran.

"Apapun itu, lo harus mempertimbangkannya dulu Ra. Mau lo pertahankan, atau gugurin dia... Lo harus mikirin ini matang-matang. Sorry... Itu anaknya Petra?"

Mantan kekasih Dara itu baru berpulang, ada kemungkinan kalau itu adalah anak dari mantan kekasihnya.

"Kayanya bukan, gue sama Petra selalu main aman." Ada perasaan malu membicarakan hal ini. Tapi Dara benar-benar butuh saran, atau minimal ada yang mendengarkan keluh kesahnya.

"Lo bisa ngobrol sama cowok lo, siapapun itu, Ra. Cari jalan terbaik buat kalian. Gue emang nggak setuju kalau lo milih buat gugurin bayi lo, tapi gue sangat amat mengerti kalau jadi ibu tunggal itu nggak mudah. Gue kalau nggak ada laki gue aja ada kemungkinan gue bakal nyerah, Ra." Annisa berusaha seobjektif mungkin saat memberikan masukan untuk Dara yang sedang kebingungan.

"Pikirin ini baik-baik, pertimbangkan dampak kedepannya. Gue yakin lo pasti bisa melewati ini semua."

***

Dara telah lelah berkendara mengelilingi kota. Annisa dan suaminya menawarkan untuk mengantar Dara kembali ke kos karena kondisi Dara yang tampak mengkhawatirkan.

Tapi ia memilih menolak, kemudian berkendara sendiri, berkeliling sebelum memutuskan untuk kembali ke kos. Menghadapi kenyataan yang sesungguhnya.

Sempat terpikir untuk tidak memberitahu Zevan mengenai kondisinya dan langsung menggugurkan kandungan demi menghilangkan jejak. Tapi ada bagian kecil dari hatinya yang tidak tega untuk membunuh darah dagingnya sendiri.

Mungkin benar kata Annisa, ia hanya perlu mendiskusikan masalah ini dengan Zevan sekalipun Dara tau endingnya seperti apa.

Sampai di kos, Zevan sudah menunggu dianak tangga paling bawah. Wajah Zevan gusar, namun tak tertebak apa isi pikirannya.

"Kemana aja?"

"Keliling doang, suntuk di kos." Dara menaiki satu demi satu anak tangga dengan Zevan yang mengekor dibelakangnya.

Sampai didepan pintu kamar Zevan, Dara berhenti. Tanpa menoleh ia bertanya "gue mau ngomong, di kamar lo atau gue?"

"Kamar gue aja."

Zevan dengan cepat membukakan pintu dan menguncinya kembali setelah Dara masuk dan duduk dibibir ranjang. Perempuan itu sama sekali nggak berusaha menutupi mata sembab dan wajah pucatnya.

"Kenapa?" Tanya Zevan lembut. Sejujurnya ia sudah tau masalahnya apa, seseorang yang Zevan minta untuk mengikuti Dara dan melaporkan setiap kegiatannya telah memberitahu kalau Dara dari rumah sakit, berkeliling dengan mobil kecilnya, dan yang paling penting saat ini adalah kehamilan Dara.

"Gue hamil. Nggak tau ini anak lo atau anaknya si brengsek Petra."

Zevan menyentuh lutut Dara yang berbalut legging, menatap persis dimata Dara.

"Gue yakin itu anak gue."

"Gue bingung harus gimana, gue nggak bisa ngurus anak." Masih dengan dilema yang sama Dara mencoba mengutarakannya pada Zevan. Menuruti kata Annisa.

"Lo bisa... Kita pasti bisa, Ra."

"Gue takut kalau gue gagal, Van... Ngurus anak nggak kaya ngurus kucing yang kalau kita udah kerepotan tinggal suruh orang buat adopsi."

"Kali ini aja, percaya sama gue."

"Gue bukan nggak percaya sama lo, gue nggak bisa percaya sama diri gue sendiri. Ngurus diri aja gue masih bego, ini disuruh ngurus manusia lain. Gue..."

"Ra... Lo pasti bisa. Kita akan jalani ini sama-sama."

----

Kira2 Dara bisa bertahan nggak yah?

Btw, sambil nunggu DARA update, kalian bisa cek profilku untuk cari cerita lainnya yang sudah selesai.
Ada SECRET yang baru saja end, dan mungkin akan disusul BACKSTREET besok atau lusa.

Semoga kalian tetap suka sama cerita ini.
❤️❤️

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang