Part 1

5.7K 271 9
                                    

Jika diluar terdengar ramai, berbeda jika seseorang telah melewati batas yang dijaga khusus oleh beberapa orang bertubuh besar dan berpengalaman. Zevan dengan mudah melewati penjagaan itu.

Dulu, Zevan sering kesana untuk berburu perempuan yang siap melayaninya kapanpun dan dimanapun. Walaupun sering datang, evan sudah hampir nggak pernah lagi 'membeli' perempuan untuk dijadikan budak nafsunya. 

Kedatangan Zevan kali inipun bukan untuk mencari perempuan, melainkan untuk bersenang-senang, sedikit minum dan bertemu sahabatnya, sekalian mencari hiburan dengan menonton orang berebut ingin membeli perempuan yang menjadi primadona pada malam ini.

"Nicho..." Pria empat puluh dua tahun itu dikelilingi banyak sekali tamu. setiap tiga bulan tempat ini akan dibuat sebagai tempat 'lelang' perempuan yang ingin dijadikan budak beberapa manusia yang otaknya cuma diselangkangan.

Dulu Zevan sempat terpikir untuk membuka satu yang seperti ini juga, keuntungan yang didapatkan nggak bisa dibilang sedikit, apalagi orang-orang ini berani membayar mahal untuk yang terbaik.

Tapi Zevan urung melakukannya karena suatu hal yang cukup pribadi.

"Bro..." Sapa Nicho yang melebarkan senyum. Wajah pria itu berseri-seri, sepertinya ia akan mendapatkan banyak pundi-pundi uang malam ini. "Lama nggak gabung lo," imbuh Nicho.

Diantara banyaknya orang di ruangan ini, yang muda-muda hanya bisa dihitung jari termasuk dirinya dan Nicho. Kebanyakan adalah om om berdompet tebal yang sebenarnya sudah memiliki anak dan istri.

Bahkan jika dilihat satu persatu, ada tokoh-tokoh terkenal yang menduduki kursi pemerintahan. Namun mereka disini bukan siapa-siapa, nggak punya kuasa apapun karena saingan mereka justru para pebisnis super kaya yang nggak diketahui oleh publik.

"Lagi suntuk gue..."

"Gabung dah, lo mau pilih yang mana, gue kasih diskon." Nicho seperti sedang menawarkan barang padanya. Tapi Zevan nggak begitu ambil pusing, dia cuma ingin melepas penat.

"Gue liat-liat dulu." Nggak enak menolak Nicho secara langsung, Zevan hanya menjawab seperlunya saja.

Pada sebuah layar monitor berukuran besar, Zevan melihat foto-foto wanita yang akan di 'jual' lengkap dengan usia dan statusnya.  Untuk beberapa foto sudah dicap Sold Out, yang artinya mereka telah memiliki tuan.

Kaki Zevan melangkah mendekati monitor dan menatap dengan teliti wajah perempuan yang ia kenal, berikut dengan namanya.

"Nic..." Panggilnya pada Nicho yang sedang sibuk, "Serius dia jual diri?" Tanya Zevan sambil menunjuk foto perempuan yang ia tuju.

"Lo tau lah, nggak semua orang yang ada di list gue dengan suka rela menjual dirinya sendiri." Zevan sama sekali nggak terkejut mendengar hal ini. Dunia ini sudah terlalu gila untuk dipahami oleh manusia-manusia yang hidupnya terlalu lurus.

"Siapa yang ngasih dia ke lo?"

"Cowoknya."

"Brengsek!" Umpatnya pelan. Zevan masih ingat dengan jelas kalau minggu lalu ia menggertak laki-laki yang kemungkinan adalah pacar perempuan yang sedang ia pandangi fotonya. Sepertinya gertakan itu sama sekali nggak membuat laki-laki bajingan itu takut.

"Kenapa?"

"Dia, gue yang bayarin, lo kasih tau deh siapapun yang udah bayar dia." cap Sold Out sudah menempel difoto perempuan itu.

Nicho tanpa pikir panjang mengangguk dan menghampiri seseorang. Laki-laki gang rambutnya sudah setengah beruban, memiliki kumis yang tebal dan tubuh sedikit berisi itu menatap Zevan tidak suka. Bahkan terlihat adanya perdebatan antara si tua bangka dengan Nicho.

"Tumben lo, setelah beberapa tahun tertarik buat beli cewek lagi, bosen main sendiri terus?" Vian, salah satu temannya bertanya. Semua orang di lingkaran pertemanannya tau kalau sudah lama Zevan 'taubat' ia hanya mengencani orang yang menarik dimatanya, kemudian membuang mereka saat mereka menuntut lebih.

"Gue kenal dia."

"Jadi? Lo itu bukan orang yang cukup baik buat ngebebasin dia dari incaran laki-laki hidung belang di ruangan ini."

"Kalau dia dengan suka rela jual dirinya sendiri, gue nggak akan repot ngeluarin duit yang nggak sedikit buat dia."

"Jadi dia dijual?"

"Kata Nicho, sama pacarnya."

"Wah... Sial banget tuh cewek ketemu laki kaya gitu."

Zevan juga nggak habis pikir dengan orang-orang yang rela 'menjual' perempuan demi mendapatkan uang. Nggak hanya Dara yang menjadi korban, namun jauh sebelum hari ini... Ada banyak sekali kasus serupa, bahkan mereka dijual oleh keluarga sendiri.

Mungkin bisnis seperti ini salah, tapi selalu saja ada peminatnya, dan ada saja yang tertarik menjajakan diri untuk segepok uang.

"Gue udah urus Dara buat lo... Lo langsung ke tempat biasa aja."

"Thanks, Nic."

***

Jalanan cenderung ramai, tapi tidak sampai macet. Zevan dengan cepat sampai ke hotel tempat dimana orang-orang dikumpulkan sebelum dijemput oleh sang Tuan.

Seperti deja vu, Zevan juga melakukannya. Hal yang dulu rutin dia lakukan demi menghalau bosan dan menghabiskan uang haram yang dia dapatkan.

"Atas nama Dara Gunawan."

Resepsionis memberikan satu kunci akses dan tanpa menunggu waktu lama, ia segera menghampiri Dara yang sengaja dikurung dalam kamar.

Tidak seperti perempuan yang memang menjajakan diri, perempuan yang sengaja dijual tanpa sepengetahuannya akan diamankan atau dikurung hingga mendapatkan tuan yang membelinya. Namun tentu bisnis ini harus dilakukan dengan sangat berhati-hati, perlu uang yang sangat besar untuk membungkam mulut-mulut orang yang berusaha menjatuhkan. Perlu backing-an yang kuat agar bisnis ilegal ini tidak tercium oleh orang awam karena menyangkut banyak sekali pihak.

Makanya, jangan heran jika perempuan disini dijual dengan harga yang sangat mahal, karena selain untuk uang tutup mulut, si perempuan akan menjadi 'budak' tuannya hingga waktu yang tidak ditentukan. Berbeda dengan perempuan yang memang hanya dibayar untuk melayani dalam satu malam saja.

Zevan sampai di lantai 9, Dara ada dilantai ini. Sampai didepan pintu yang tergantung nomor kamar, Ia langsung membukanya dengan kunci yang dia bawa.

Suara tangis menyambutnya.

Bahu telanjang Dara bergetar, tangannya mencengkram erat selimut yang Zevan yakin dibaliknya terdapat tubuh telanjang Dara.

"Zevan..."

"Mana baju lo?" Tanya Zevan yang menyisir kamar untuk mencari pakaian Dara. Ia cukup terkejut dengan kondisi Dara, Zevan telah lama nggak 'membeli' perempuan hingga tidak tau kalau aturannya telah berubah. Sebelumnya, nggak ada yang telanjang-telanjang begini.

Dara menggeleng kecil, dia ketakutan karena ketika sadar ia telah berada disini, dengan pakaian yang telah ditanggalkan, dan pintu yang terkunci. Semua barangnya menghilang, dan yang lebih mengherankan lagi tidak ada telefon di kamar ini sehingga Dara tidak bisa meghubungi siapapun.

"Tunggu sebentar disini," Zevan mengunci pintu kamar, ia segera mendial nomor Arfa untuk membelikan baju perempuan yang cocok untuk Dara. Nggak mungkin Zevan membawa Dara keluar dari sini dalam kondisi dibalut selimut hotel, atau bahkan telanjang sepenuhnya.

"Van, sebenarnya apa yang terjadi?"

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang