Part 26

1.6K 170 4
                                    

"Kalau ada apa-apa langsung telfon Ayah... Kalau dia nyakitin kamu, selingkuh, kabarin Ayah. Ayah yang akan ngurus kamu sama cucu ayah."

Dimata Dara, Eko nggak pernah se-cute ini. Dua hari setelah menikah, Dara akhirnya di boyong ke rumah baru yang katanya sudah selesai, perabotan besar sudah terisi. Hanya tinggal perintilan kecil yang mungkin Dara ingin beli sendiri.

"Iya yah..."

"Pamit yah..." Ujar Zevan.

"Jaga anak dan cucu saya."

Tentunya nggak ada jawaban lain selain iya. 

Dara nggak banyak bawa barang dari rumah, sebagian besar barang pribadinya ada di kos dan itu bisa di urus nanti. Yang penting baju dan kebutuhan pribadi telah dipenuhi.

"Mampir ke supermarket dulu."

"Ngapain?"

"Emang ada makanan di rumah?"

"Nggak, tapi emangnya nggak papa? Perut lo oke?" Dara baru selesai membereskan kamar yang sepenuhnya akan ia tinggalkan. Walaupun barang nggak banyak dan dibantu Zevan juga, tapi mereka baru kelar nikah kemarin. Zevan yang sehat saja merasa kelelahan, apalagi Dara yang kini sedang mengandung.

"Perut gue doang?"

"Cemburu sama anak sendiri, heran."

"Gue baik-baik aja, lo kan rajin ngingetin minum vitamin lah, minum susu ibu hamil, makan buah, jangan telat makan... Yang ada naik drastis berat badan gue."

"Justru bagus kan, dokter Fandi juga minta gue buat ngawasin lo makan, kalau sampai pengecekan berikutnya lo belum naik walaupun cuma setengah kilo, habis gue dimarahin beliau."

"Lusa kita usah harus cek up lagi. Membaik nggak yah?"

Sejak pendarahan enam minggu lalu, Dara masih sesekali mendapati flek di pantyliner yang dia gunakan untuk jaga-jaga. Tapi sudah seminggu belakangan pantyliner yang dia kenakan selalu bersih dari darah.

"Membaik, semoga... Udah bisa cek gender belum?"

"Nggak tau, nanti ditanyain aja."

Dara belum terbiasa dengan kondisi ini. Membicarakan kehamilan masih menjadi sesuatu yang aneh baginya, tetapi komunikasi penting untuk membangun rumah tangga yang sehat. Katanya.

Terkadang masih terasa canggung berada didekat Zevan, namun pria itu selalu berusaha bersikap santai... Nggak terlalu serius, hingga Dara sendiri ikut santai juga dan nggak menganggap kalau kehamilan dan pernikahan ini adalah beban.

"Cowok seru kali ya?"

"Apanya?"

"Baby-nya."

"Kalau lahirnya cewek gimana?"

Zevan menggedikkan bahu pelan, "Ya nggak papa lah." Ia nggak punya harapan apapun mengenai jenis kelamin anak pertamanya dengan Dara. Apapun, mau perempuan atau laki-laki Zevan akan dengan senang hati menyambutnya juga menyayanginya.

"Tapi pengennya cowok?"

"Anak cewek agak susah nggak sih jaganya?" Punya pengalaman jadi laki-laki bajingan mendadak terlintas dikepalanya. Astaga, mengerikan sekali kalau karma atas perbuatannya jatuh pada anak perempuannya nanti.

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang