Part 16

2.6K 163 9
                                    

Part 15 - 21 +

"You looks so yummy."

"You too."

Part 15 di post di Karya Karsa dengan judul DARA - PART 15. Atau kalian bisa cari akun-ku BellaPu.

Seperti biasa, kalian bisa mampir untuk baca, atau langsung skip ke part ini.

Enjoy the story ❤️❤️

.
.
.

E

ko Gunawan sangat mengenal putrinya walaupun mereka nggak terlalu akrab seperti keluarga kebanyakan. Dan salah satu yang berbeda hari ini adalah Dara terlambat, walaupun beberapa menit saja.

Informasi yang Eko dapatkan pagi ini, Dara semalam nggak pulang ke kos, perempuan itu menginap disalah satu apartemen yang nggak jauh dari kantor bersama Zevan. Laki-laki yang katanya tertarik pada putrinya.

"Kenapa muka kamu kusut?" Tanya Eko. Mereka kini sedang berada di mobil untuk menuju pabrik, meninjau langsung ke lapangan adalah kebiasaan Eko yang nggak bisa dihilangkan walaupun ia sudah cukup berumur.

"Capek, kurang tidur semalam."

Rasanya Eko masih tidak rela membiarkan Dara ada dikehidupan yang sekarang, seks bebas, alkohol... Tapi Eko lagi-lagi nggak bisa berbuat apapun karena ia menyadari kalau apa yang terjadi pada Dara sekarang penyebabnya adalah dirinya.

"Zevan apa kabar?"

"Papa kenal?" Tentu pertanyaan ini hanya basa basi semata. Zevan pernah mengatakan sendiri kalau ayahnya pernah menyodorkan selembar cek kosong untuk 'menebus' Dara.

"Pernah ketemu, dia memperlakukan kamu baik?" Eko nggak merasa perlu menutupi kalau ia tau hubungan anaknya dengan pria itu.

Dara mengangguk pelan. Sejauh ini, nggak ada hal gila yang Zevan lakukan selain pukulan kecil di pantatnya ketika mereka bercinta. Dan Dara nggak pernah merasa tersakiti.

"Baguslah kalau begitu."

Eko sepertinya memang nggak perlu mengkhawatirkan hubungan anaknya dengan Zevan. Ia mungkin bisa mempercayai Zevan untuk menjaga Dara.

Sampai di pabrik mereka langsung turun, sambutan datang dari beberapa manajer lapangan. Melihat Dara ada disamping Eko Gunawan tentu membuat mereka mengerutkan kening.

Siapa perempuan itu?

"Kenalkan, ini anak saya, Dara."

Manajer yang sudah berumur itu langsung terbelalak. Mereka spontan menyalami Dara dengan sopan dan meminta maaf karena nggak mengenali perempuan itu.

Saat masih SMP Dara kerap datang dengan ibunya ke pabrik untuk membawakan makan siang ataupun mengajak sang ayah untuk makan siang di luar. Saat keluarga mereka masih harmonis.

Para manajer itu sudah ikut dengan Eko sejak pabrik ini masih kecil, masih jadi tempat konveksi rumahan yang pekerjanya di dominasi oleh ibu-ibu setempat, hingga sekarang ada di titik pakaian buatan mereka di ekspor ke luar negeri.

"Nanti kamu boleh ngobrol sama mereka, kita ke dalam dulu."

Dara mengangguk nggak berkomentar apapun.

Ia hanya ikut mendengarkan informasi mengenai pekerjaan dan pekerja yang beberapa bulan belakangan mengeluh karena kurangnya pekerja sehingga mereka harus mengerjakan lebih dari yang seharusnya.

Kalimat tegas ayahnya membuat Dara sadar kenapa beliau bisa sesukses sekarang.

Dara memperhatikan bagaimana ayahnya bekerja, tegas dan berwibawa... Mendengarkan keluhan beberapa orang bahkan dari buruh sekalipun.

Hingga menjelang siang Dara diajak ke kantor yang berada didepan. Sialnya Dara mengenakan rok pendek dan heels yang lumayan membuatnya kepayahan mengimbangi langkah ayah dan para pekerja.

Hawa dingin menyapa ketika mereka memasuki area kantor. Orang-orang menyapa ketika Eko melewati meja mereka, berbisik-bisik mengenai perempuan yang berjalan satu langkah dibelakangnya.

Jika di mata para pekerja lapangan Eko dikenal sebagai bos yang tegas, bertanggung jawab dan dermawan. Orang-orang kantor lebih mengenal Eko karena perangai buruknya, suka gonta ganti perempuan.

Ruangan ayahnya lebih kosong dari kantor pusat, hanya ada meja, kursi dan satu lemari berisikan berkas. Nggak ada hiasan apapun disini.

"Ke toilet dulu, Yah."

"Disini aja."

Dara menggeleng, "mau ke toilet karyawan aja."

Entah kenapa Dara ingin melakukannya, ia merasa akan ada hal menarik jika ia berkeliling sendirian.

Toilet terlihat bersih dan wangi, ada satu kaca besar didepan wastafel dan disanalah Dara memperbaiki make up-nya setelah membersihkan keringat yang menempel.

"Mbak..." Seorang perempuan berwajah menor menyapa Dara yang sedang memoles lipstick berwarna kecoklatan. Ia tersenyum pada si perempuan yang menyapa lewat cermin.

"Baru kelihatan, orang barunya pak Eko?"

"Iya." Dara nggak sepenuhnya bohong kan? ia memang baru bekerja dengan ayahnya belakangan ini. 

"Hati-hati mbak, nanti dijadikan simpanan sama pak Eko." Dara yang tengah mencuci tangan mendadak terdiam, ia masih dalam posisi menunduk juga menahan tawa. Konyol.

"Serem amat mbak." 

"Asisten sebelumnya juga gitu mbak, udah bukan lagi rahasia kalau disini."

Dara mengerutkan kening, walaupun terbesit rasa benci pada sang ayah karena tidak pernah menjadi suami yang baik untuk ibunya, tapi ia nggak begitu suka dengan fakta kalau ayahnya tampak begitu buruk di mata sebagian karyawannya.

"Kalau saya nggak mungkin lah mbak." Dara menegakkan tubuhnya dan mengambil tissue yang tersedia. Mengelap tangannya dengan anggun sebelum menoleh pada perempuan berdempul tebal ini.

"Belum aja, nanti juga lama-lama dia nawarin mbak."

Dara menggeleng kecil, "Boleh kenalan dulu? biar mbak tau alasan kenapa saya nggak akan pernah dijadikan simpanan oleh Pak Eko."

Si perempuan dihadapannya menatap Dara bingung, namun tetap menyodorkan tangan "Saya Dona, staff Legal disini."

"Saya Dara Willa Gunawan, asistennya pak Eko Gunawan, tapi kalau di rumah, saya anaknya Bapak Eko Gunawan."

***

"Tadi selama keluar ngapain? kenapa jadi heboh gitu kantor?" mereka kini telah meninggalkan pabrik dan pulang ke rumah. Nanti malam Eko harus mendatangi salah satu acara yang diselenggarakan oleh salah satu instansi pemerintahan, dan Dara wajib ikut sebagai pendamping Eko malam ini.

Makanya Dara ikut pulang ke rumah agar bisa berangkat bersama malam nanti.

"Nggak ngapain, hoboh aja kali Ayah bawa asisten baru."

Nggak mungkin Dara mengatakan kalau ia memperkanalkan diri pada seorang perempuan yang telah menjelekkan ayahnya didepannya sendiri.

"Nanti malam pakai batik, kamu nggak usah mikirin baju."

Dara mengangguk setuju, ia juga belum memikirkan baju yang akan dia kenakan malam ini karena diberitahu mendadak. sekertaris ayahnya lupa memberitahu acara malam ini.

sejujurnya, dari pada menjadi asisten ayahnya, Dara lebih seperti seorang anak yang ikut kerja ayahnya. ia nggak mengerjakan apapun selain menemani pria tua itu juga bekenalan dengan relasi juga karyawan ayahnya.

Mungkin memang sudah saatnya Dara mulai belajar.

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang