Part 17

1.8K 189 21
                                    

Dara sama sekali berbeda dengan dirinya yang biasa. batik terusan selutut membuatnya seperti istri pejabat, apalagi gandengannya malam ini bapak-bapak tua dan kaku macam ayahnya.

Baju ini memiliki lengan sebatas siku, panjangnya selutut dan yang membuat Dara makin tampak berbeda adalah sanggulan kecil dibelakang tengkuknya. Rambut pendeknya telah disulap oleh penata rambut yang bahkan Dara nggak tau akan datang kerumah dua jam sebelum mereka berangkat.

"Ini serius aku kaya gini?" tanya Dara yang masih nggak percaya dengan penampilannya. Nggak ada kesan sexy sama sekali.

"Kenapa? Bagus kan? Formal."

"Tapi yah..."

"Udah, malam ini aja," Tegas Eko. dia cukup puas melihat anaknya mengenakan pakaian formal seperti ini, yang sangat jarang Dara lakukan.

Biasanya Dara akan mengenakan gaun yang kalau nggak terlalu pendek, pasti ada belahan didada atau rok-nya.

"Ayah nggak asik."

"Kamu mau ke acara pemerintahan loh."

"Iya-iya..." nggak ada yang bisa Dara lakukan selain mengiyakan saja. Menjalani malam ini dengan diam saja - mungkin sesekali tersenyum- kemudian pulang.

"Ayo pergi sekarang."

***

Sepatu Christian Louboutin berwarna hitam adalah satu-satunya barang yang membuat Dara percaya diri ditengah orang-orang yang mengenakan batik sama persis.

Ayah sejak tadi berbincang  dengan tokoh pemerintah yang sama sekali nggak Dara kenal. Saat disapa, Dara hanya tersenyum sekilas, Ayahnya lah yang memperkenalkan Dara sebagai anak pada mereka.

"Dara sudah punya pasangan?" ibu-ibu bersanggul besar dengan jambul cetar bertanya pada Dara.

"Sudah, kemungkinan akan menikah dalam waktu dekat."

Dara melotot. Pasangan? ini sama sekali nggak ada direncana mereka. Dan siapa juga yang menjadi pasangan Dara, Petra sudah terkubur didalam tanah. Dan Dara nggak sedang dekat dengan pria manapun.

"Padahal saya ingin coba memperkenalkan Dara dengan anak saya." Dara hampir aja memutar bola matanya jengah. Di zaman yang sudah secanggih ini, masih saja para orang tua kolot ini mencoba menjodohkan anak-anak mereka.

"Anak tante, wakil wali kota loh, Ra..."

Dara hanya tersenyum terpaksa dengan sopan, sama sekali nggak tertarik walaupun pria itu wakil presiden sekalipun.

"Eh itu Haru."

Mereka menoleh pada pria bertubuh tegap yang mungkin berusia tiga puluhan. Senyum yang menawan tampak sejak Dara melihatnya. Bulu-bulu halus diwajahnya sama sekali nggak membuatnya terkesan berantakan, namun dewasa.

"Haru, sini nak... kenalin ini ada Pak Eko Gunawan sama anaknya, Dara Gunawan."

Haru... jika dilihat dari dekat, Dara sadar kalau dia mengenali pria itu. 

"Hallo om, Dara... akhirnya kita diberi kesempatan untuk bertemu."

Seringai kecil muncul ketika Haru menyalami Dara. Tanda bahwa Haru juga mengenalnya.

Eko nggak menanggapi apapun. Dia tau anak muda itu sedang fokus pada putri semata wayangnya. Sejak melepaskan tangan tadi, Haru selalu curi-curi pandang pada Dara.

"Ini anak sulung tante, Ra... Punya bisnis sendiri, reputasi di politik juga bagus, anak baik-baik lagi."

Rasanya Dara ingin mencibir tante dengan jambul cetar ini. Haru? Anak baik-baik? Keluarganya nggak tau saja bagaimana peringai anak mereka. Dara mengenal Haru tak sengaja di club tahun lalu, pria itu mencoba mendekatinya, tapi Petra keburu datang dan membuat Haru langsung mundur.

Setelah itu, Dara mendengar selentingan kalau beberapa kali Haru terlibat kasus pelecehan yang sama sekali nggak muncul ke publik. Hanya dikalangan tertentu saja yang tau.

"Pak Eko..." Sapaan itu membuat Eko menoleh. Dia melihat Zevan berada ditempat yang sama dengan mereka, mengenakan batik yang sama.

Wow, sungguh kebetulan.

"Zevan."

"Hai, Ra..." Zevan sama sekali nggak menutupi kalau mereka saling mengenal satu sama lain. Seolah akrab.

"Kamu diundang juga?" Tanya Eko pada Zevan.

"Iya, saya baru datang karena terjebak macet, ada kecelakaan di tol tadi."

"Pak Gusri, kenalkan... Ini calon menantu saya."

***

Dara nggak tau harus melakukan apa. Sejak di mobil ia cuma bengong dan bingung. Zevan? Calon menantu ayahnya?

Seingat Dara, ayah nggak punya anak perempuan lain selain dirinya. Dan rasanya Dara nggak seserius itu menjalin hubungan dengan Zevan hingga status pria itu naik jadi calon menantu ayahnya.

Apa ini? Lolos trik perjodohan bodoh ibu-ibu berjambul tadi, tapi terjebak dalam trik yang ayahnya lakukan.

"Kenapa bengong terus?" Zevan mengendarai mobilnya membelah jalanan kota yang padat. Mereka bahkan beberapa kali berhenti karena memang nggak bisa jalan.

"Kenapa? Lo tanya kenapa?" Ingin rasanya Dara menjerit, tapi ia lelah... Pikirannya penat.

"Ya emang salah gue tanya kenapa?"

"Zevan... Lo sadar nggak sih kalau lo.... Ah, capek gue ngomong sama lo!"

"Kenapa? Karena gue calon menantu bokap lo?"

Dara menegakkan punggungnya, menatap Zevan dengan serius, "Lo... Serius? Bokap gue punya anak cewek lain selain gue?" Pertanyaan konyol Dara kini malah membuat Zevan terkejut.

"Gue tau kok, bokap gue suka nebar benih dimana-mana... Tapi, gue tidur sama calon laki adek gue sendiri?" Histeris Dara, "Atau... Dia kakak gue?" Tanyanya pada Zevan.

"Ya ampun, jadi gue bukan anak-nya Eko satu-satunya?" Dara masih meracau dan tak membiarkan Zevan menjelaskan. Yang membuat heran lagi, Dara suka berasumsi dikepalanya sendiri. Bahkan nggak sedih ketika memikirkan bahwa ayahnya punya anak lain.

"Lo turunin gue sekarang! Gue nggak mau disebut pelakor."

Zevan menghela nafas pelan, "Dara, calm down. Lo nggak akan pernah jadi pelakor di hubungan siapapun."

"Trus?"

"Gue yang lamar lo ke bokap."


DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang