10. Adat tidak melarang

3.7K 420 40
                                    

Mohon koreksi kalau ada yang salah yah ges

••••®®®®••••

Pagi belum tentu datang namun seorang pemuda perperawakan bersih nan rupawan itu sudah turun dari rumah gadang ketika adzan berkumandang dari surau yang terbilang tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Dengan peci hitam polos yang bertengger di kepala, serta kain sarung yang di lipat rapih membentuk persegi panjang di letakan di atas bahu sebelah kiri, tubuh pemuda itu di baliti baju kokoh bernuansa putih polos serta celana dasar hitam.

Surau terbilang ramai subuh itu, kebiasaan orang kampung di sini memang sholat lima waktu di surau sehingga membuat surau itu tak redup.

Setiap 5 waktu sholat masyarakat akan menyempatkan diri untuk ke surau, di kala sore sampai waktu isya surau di isi oleh suara anak anak yang menuntut ilmu di sana, jangan lupakan pula anak anak bujang yang tidur bersama di surau pulang ketika matahari telah muncul ke permukaan.

Ranan tersenyum kepada seorang gadis saat mereka tidak sengaja bertemu di jenjang surau, Ranan mempersilahkan perempuan itu untuk naik lebih dulu ke atas surau baru di susul olehnya.

Setibanya di atas surau gadis tadi bertemu dengan teman sebayanya, dia tampak berbisik ke pada si teman kemudian si gadis itu tersenyum gembira dan melirik sekilas ke arah Ranan yang berjalan ke arah barisan para lelaki.

"Alah gagah, kamek, sopan lo lai tuh. Idamana bana!" Ucap teman si gadis yang sebelumnya bertemu Ranan di depan surau.

Tidak jarang orang orang memuji Ranan, selain rupanya yang tampan perangainyapun elok, membuat Ranan menjadi menantu idaman ibu ibu di kampuangnya dan menjadi lelaki impian bagi para gadis yang melihatnya.

Selesai sholat, Ranan menyempatkan diri untuk mengaji bersama ustad dan beberapa masyarakat lainya. Ranan baru akan pulang ketika hari sudah mulai terang.

Tak jarang anak anak gadis yang ikut mengaji sehabis sholat subuh hanya untuk berada di dekat Ranan lebih lama.

Sepulang dari surau Ranan duduk di atas rumah gadang berdampingan dengan ayahnya di temani secangkir kopi milik ayah dan asap rokok daun tembakau milik ayah yang membubung sampai ke loteng rumah mereka.

Anak dan ayah itu tidak saling bicara dalam waktu yang cukup lama Ranan yang asik memandang dua ayam jantan yang sibuk adu tenaga karena memperebutkan satu ayam betina di halaman rumah lewat jendela, sedangkan ayah sibuk menggulung rokok tembakaunya.

"Baa Ranan? Ado kaba ntuak karajo apo sudah sikolah ko?"
(Gimana Ranan? Ada kabar bakalan kerja apa habis sekolah?)
Amak datang dari dapur dengan sepiring pisang goreng yang masih panas, pisang itu Amak ambiak dari pokok sendiri yang tumbuh di belakang rumah. Setelah di peram beberapa hari akhirnya Amak memutuskan untuk menggoreng pisang itu hari ini.

Ayah meninggalkan rokoknya ia juga ikut menoleh ke arah Ranan menunggu jawaban anak bujangnya itu atas pertanyaan yang di berikan Amak barusan.

"Alah Mak, Alhamdulillah kampus Ranan mamanggia Ranan ntuak jadi dosen di Sinan. Surek panggilannyo alah ado cuma Ranan mintak wakatu untuk rehat sabanta di kampuang."
(Sudah Mak, Alhamdulillah kampus Ranan manggil Ranan untuk jadi dosen di sana. Surat oanggilanua sudah ada cuma Ranan minta waktu buat istirahat dulu di kampung.)
Ranan menjelaskan.

Ranan kuliah di ITB selama 3 tahun, dua Minggu yang lalu pemuda itu wisuda dengan nilai tertinggi se angkatanya. Saat hari terakhirnya di Bandung Ranan di panggil salah satu dosen untuk datang ke kampus menemui pihak kampus dan ternyata Ranan di beri surat resmi dengan isinya pihak kampus yang meminta Ranan untuk jadi dosen di sana.

Tanah Minang 1970 || TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang