“Aku tahu....”
Randi diam. Perempuan cantik dengan dress putih selututnya itu kembali menunduk, memperhatikan flatshoesnya dengan warna senada.
“Dari awal, aku udah tahu semuanya...” Kinara beralih menatapnya lagi, “Perasaan kamu....nggak pernah ada buat aku.”
Randi hanya diam memperhatikan. Ia sama sekali tidak berniat untuk menyela ucapan kekasihnya itu.
“Semua pemberian kamu, dari coklat, bunga, sepatu bahkan sampai susu kotak. Itu semua bukan buat aku, kan?”
“Kamu tahu? Aku nggak nggak suka coklat, aku lebih suka stroberry. Aku nggak bisa deket-deket sama yang namanya bunga, aku punya alergi sama bunga. Sepatu aku bukan ukuran 38 tapi 39. Dan aku lebih suka kopi daripada susu kotak. Dan semua itu apa kamu tahu?”
Netra Kinara memerah, ia menahan tangis. Kinara tidak mau terlihat lemah di depan laki-laki itu. Randi sadar kalau ia tidak tahu lebih banyak tentang Kinara—kekasihnya sendiri.
“Setiap hari Minggu pagi kamu diam-diam datang ke pemakaman itu sambil bawa bunga lily. Dan bunga itu berakhir kamu kasih ke aku. Setiap tanggal 23 kamu selalu beliin aku coklat, padahal nggak ada sesuatu yang spesial buat aku di tanggal itu. Tanggal 23 adalah hari jadi kalian, kan? Kamu ngasih aku sepatu yang bukan ukuran aku. Aku bahkan rela pakai sepatu dari kamu yang kekecilan dan bikin kaki aku sakit.”
“Kinar.....”
“Randi....tolong jangan pernah lihat aku sebagai dia lagi. Dia udah nggak ada. Dia udah pergi ninggalin kamu dan semua orang yang ada di sini. Selama ini aku cuma bisa diam karena....karena aku sesayang itu sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu. Tapi semakin hari, semakin aku coba untuk baik-baik saja ternyata bikin aku makin sakit.”
Randi mendekat, ia ingin memeluk perempuan itu. Namun satu langkahnya tertahan sebab Kinara juga bergerak mundur. Dua langkah.
“Aku Kinara, bukan Kivanya. Kakak aku udah pergi, Ndi. Dia nggak hanya ninggalin kamu, tapi juga aku. Tolong jangan buat aku benci sama kakak aku sendiri.”
“Maaf...”
“Ternyata selama satu tahun terakhir, hanya aku yang jatuh cinta. Hanya aku yang berjuang sepihak. Aku benci waktu tahu aku terlalu antusias buat pergi makan sama kamu. Aku benci sama diri aku sendiri yang selalu bahagia sama hari jadi kita. Aku benci karena hanya aku yang mencoba mencari tahu tentang kamu sedangkan kamu tidak sebaliknya. Aku benci sama diri aku yang rela kamu sakiti terus-terusan. Aku benci tentang kita.”
Semakin Kinara menggenggam tangan Randi, semakin ia menikam hatinya sendiri. Randi dan segala masalalunya bersama sang kakak, membuat Kinara merasakan sakit yang tak berkesudahan.
Kinara juga tahu, ia tak bisa bersaing dengan kakaknya. Bahkan ketika kakaknya telah tiada sekalipun, Kinara tetaplah kalah.
Ya, Kinara juga tahu, ia bukan tokoh utama di cerita ini.
ㅤDia, 05 Februari 2023
_________________
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA ✓
General Fiction[ ONESHOT ] Karena mereka punya kisahnya sendiri. © bubbletiess ✨