Perempuan itu mengeratkan jaketnya. Sore ini hawa terasa sangat dingin. Hujan sudah turun sejak dini hari tadi. Meskipun tidak sederas sebelumnya, tapi suara gemericik masih menyapa indera pendengaran.
Dulu kalau hujan begini, sang bunda sering membuatkannya teh hangat dan ketela kukus. Sayangnya semenjak ia memutuskan untuk tinggal di sebuah petak yang tak lebih besar dari ukuran kamarnya, ia hanya mampu merindukan momen itu.
Ia tampak gusar ketika melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah lama ia menunggu kehadiran seseorang di sana. Tidak seperti biasanya laki-laki itu melewatkan jam pulang seperti ini. Oh ia tahu, mungkin saja laki-laki itu sedang ada urusan yang penting. Tidak apa, ia bisa menunggunya lebih lama lagi.
Bulan Juli tampak begitu indah. Bunga-bunga dengan sedikit sentuhan air hujan terlihat sangat menyegarkan. Apalagi jika didampingi dengan segelas kopi di penghujung sore.
Ahhh, sayangnya ia tidak begitu menyukai rasa kopi yang pahit. Ia lebih menyukai teh hangat buatan bunda.
Di seberang sana, kehadiran seseorang mulai terlihat, laki-laki dengan kemeja kotak berjalan sembari membenarkan letak tas di punggungnya. Inilah yang tengah ia tunggu. Seorang laki-laki yang satu tahun ini mampu mencuri perhatiannya. Namun ia hanya bisa menatapnya dari sini. Lebih dari lima meter.
Meskipun rutinitas menunggu seseorang setiap sore terasa sangat membosankan bagi sebagian orang. Namun tidak baginya. Ia sangat menikmati momen ini. Bahkan tak jarang ia tersenyum cerah ketika laki-laki tersebut menunjukkan gestur tertentu, seperti menggaruk kepala, menyugar rambutnya, tersenyum menatap layar ponsel, atau berjalan terburu-buru meninggalkan halte.
Dari semua euforia yang terasa, ada satu hal yang perlu disayangkan. Ia tak cukup berani untuk memulai sebuah percakapan lebih dulu. Hanya sekedar kata, "Hai," ia masih tak mampu. Baginya dari jarak sejauh ini, itu saja sudah lebih dari cukup.
Seperti lirik lagu yang disenandungkan oleh penyanyi ternama Indonesia, Ngatmombilung yang berjudul Menepi. Mungkin itu yang ia rasakan saat ini. Andai saja ia mencoba memberanikan diri untuk memulai sebuah perkenalan, setidaknya bukan pemandangan seperti inilah yang ia lihat.
Laki-laki itu dengan senyuman tak kalah menawannya, menyambut kedatangan seorang perempuan yang terlihat sangat cantik. Saking cantiknya, ia berani bersumpah jika ia terlahir sebagai seorang laki-laki, ia sangat yakin akan jatuh cinta di detik pertama pertemuannya. Dengan gerakan perlahan, laki-laki tersebut menarik perempuan itu masuk ke dalam pelukannya. Ia dapat menebak kalau sebentar lagi mereka akan melalui gerimis ini sembari bergandengan tangan. Sungguh romantis.
Melihat hal tersebut membuat lengkungan indah di kedua sudut bibirnya perlahan luntur. Barangkali inilah buah dari penantiannya selama ini.
Hahaha, memangnya penantian seperti apa? Yang ia lakukan hanyalah berdiri dan tersenyum seperti orang bodoh. Apakah saat ini dirinya terlihat mengenaskan karena sudah menyimpan perasaan terhadap laki-laki asing yang bahkan tak mengenalnya?
Tolong ingatkan ia untuk menghapus salah satu playlist dari lagu kesukaannya. Ia hanya tidak ingin terlihat semakin menyedihkan saat mendengarkan lagu tersebut.
Mencintai dalam sepi,
dan rasa sabar mana lagi.
Yang harus kupendam dalam
mengagumi dirimu...Melihatmu genggam tangannya.
Nyaman di dalam pelukannya.
Yang mampu membuatku tersadar
dan sedikit menepi...Menepi by Ngatmombilung
Langit yang mendung, begitu pun juga dengan hatinya.
ㅤ
ㅤ
Dia, 02 Juli 2022._________________
KAMU SEDANG MEMBACA
ASMARALOKA ✓
General Fiction[ ONESHOT ] Karena mereka punya kisahnya sendiri. © bubbletiess ✨