Sebuah Kebebasan

526 41 6
                                    

🔞 Mature content

_________________

Ghania suka dengan kehidupannya yang sekarang. Setelah menginjak usia 21 tahun lebih, ia baru bisa merasakan apa itu yang namanya kebebasan. Ghania sudah tidak perlu lagi menuruti perintah dari tetua-tetua yang ada di rumahnya. Selama ini ia terpaksa harus menurutinya karena ia belum genap berusia 21 tahun. Sebab pantang bagi keluarga Ghania untuk melepaskannya di usia yang belum dewasa.

Dengan satu kartu akses di tangannya, Ghania tersenyum lepas. Akhirnya cita-cita untuk bisa tinggal sendiri tercapai. Ternyata menjadi dewasa sangatlah menyenangkan, itu batinnya.

“Iya-iya, jangan lupa dateng ya. Alamatnya udah gue shareloc. Awas aja kalau sampai lo nggak dateng. Oh iya, jangan lupa ajak yang lain.”

“….”

“Ha? Temen lo? Siapa? Gue kenal nggak?”

“….”

“Ya kalau gue kenal gapapa sih. Kalau pun cuma sekedar tahu juga nggak masalah.”

“….”

“Iya-iya, gampang. Ntar gue yang nraktir. Gue yang bayar semuanya. Mumpung nih kita semua libur kuliahnya. Ya udah, bye. Sampai ketemu ntar malem.” Sambungan tersebut terputus seiring dengan tangannya yang meraih ganggang pintu apartemen barunya.

Ketika netranya menelisik ke dalam sana, suaranya melingking tiba-tiba. Ghania sungguh senang melihat apa yang ada di depannya saat ini. Ruangan yang lebarnya tak selebar apartemen mahal pada umumnya, namun sangat pas jika ia ingin bergerak bebas membuat Ghania kelonjakan bukan main.

Ghania melepaskan alas kakinya. Ia berlari mengitari bagian dalam apartemennya. “Kenapa nggak dari dulu aja, Ya Tuhan.”

Satu jepretan, dua jepretan sudah berhasil ia dapatkan. Jarinya juga tak lupa berselancar pada media social miliknya. Dengan caption yang beberapa kali ia pilih-pilih mana yang cocok, akhirnya ia mengunggahnya juga.

Selamat membuka lembaran baru, Ghania Antara.

Setelah puas mengagumi isi apartemennya. Ghania akhirnya merebahkan diri di atas ranjang kamarnya. Rasanya pindahan dari rumah mewah kedua orangtuanya ke apartemen ini membuat tulang-tulangnya terasa remuk. Tapi ketika mengingat ia akan bersenang-senang nanti malah, Ghania bangkit kembali seolah ada energi yang menjatuhi tubuhnya.

“Oh iya-iya, kan, gue belum beli bahan-bahan buat ntar malem. Okeh, gue mau pesen beberapa makanan dulu.”

Tanpa memikirkan berapa banyak tagihan yang akan ia tanggung, Ghania dengan suka rela menambahkan makanan dan minuman ke dalam daftar pesanannya. “Hmmm, perlu bir nggak ya? Tapi gue belum pernah coba sih. Jadi kepo. Beli aja deh. Oh iya, soju!!! Biar kayak orang-orang Korea, hehehe.” Memikirkannya saja sudah membuatnya senang, apalagi nanti.

_________________

“Harus banget hari ini? Gue kagak bisa.” Jaden mendengus. Kenapa sahabatnya ini selalu mengajaknya di waktu yang tidak tepat. Selalu saja ada halangan yang membuat Jaden tidak bisa turut hadir.

“Ya harus! Soalnya dia pindahannya hari ini. Jadi biar sekalian pesta.”

“Kenapa nggak besok aja? Emang nggak capek dia habis pindahan terus pesta?”

“Lo nggak tahu aja dia orangnya seaktif apa. Kayak gini mah udah lewat buat dia. Ayoklah ikut, gue udah ajak yang lain dan mereka semua setuju.”

“Tapi gue kagak kenal sama temen lo.”

ASMARALOKA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang