Chapter #8

633 118 3
                                    

  Pisau itu benar-benar sudah menancap di mata sebelah kanan Mashiho—membuatnya meraung keras kesakitan. Diikuti jerit ketakutan Doyoung dan Junkyu yang ikut mendominasi situasi menegangkan di dapur Mansion. Darah merah yang kental mencirit mengotori lantai juga area wajah Mashiho, darah itu juga tak luput membasahi piyama putih yang dikenakan Zivan.

Zivan tersenyum ganjil dan matanya yang terlihat menyala menatap puas ke arah Mashiho yang meringis kesakitan, Zivan menjulurkan lidahnya yang kotor dan menjilati wajah Mashiho. Namun, kelakuan menjijikkan itu  terhenti ketika Haruto menendang pinggul kiri Zivan dengan kuat—membuatnya termundur jauh dan terbaring menahan sakitnya dalam diam.

"Maaf." Suara Haruto terdengar mantap, seperti tidak ada ketakutannya lagi. Setelah meminta maaf pada Mashiho, Haruto pun menggenggam gagang pisau dan mencabutnya dari mata Mashiho. Mashiho tidak bisa menyembunyikan  rasa sakit dan nyeri yang tidak dapat digambarkan dengan jelas, saat pisau itu sudah berada di tangan Haruto, darah yang segar dan melimpah ruah  keluar membasahi seluruh wajahnya juga, menetes mengotori lantai.

Junkyu bergegas mengambil taplak meja dan menutup mata kanan Mashiho berharap  benda itu dapat menunda pendarahan. Junkyu juga mengikat  kedua ujung taplak meja yang bertemu itu dan membiarkannya menutupi kedua mata Mashiho, ini keadaan darurat setidaknya darah yang keluar tidak kian banyak maka dipastikan kondisi Mashiho baik-baik saja.
  
Haruto melempar pisau itu ke sembarang arah, lalu memberikan punggungnya untuk menawarkan tenaganya menggendong Mashiho menjauh dari dapur Mansion. Kali ini Haruto yang memimpin jalan, meskipun dengan pencahayaan yang minim. Sepanjang langkah mereka yang entah hendak bersembunyi ke mana, mata Doyoung bergerak ke sana-kemari. Pikirannya sangat buruk mengenai kejadian-kejadian aneh yang ia alami. Junkyu paling belakang, sebetulnya dirinya sendiri tidak memiliki nyali berada paling ujung—mengingat betapa menyeramkannya sosok Zivan, apalagi saat melihat satu mata Mashiho yang lenyap karena ulah manusia pendiam, si Zivan.

  Di perpustakaan lah akhirnya para saudara bersepupu itu memilih tempat untuk berlindung, Haruto menurunkan Mashiho dari punggungnya sedangkan Doyoung mencari bantal atau sesuatu yang bisa menggantikan peran bantal, kebetulan Junkyu menyalakan sakelar lampu, membuat perpustakaan terang benderang. Doyoung menumpuk buku dan menaruh buku itu di atas karpet dekat Mashiho bersandar, mata Doyoung dan Haruto sempat bertemu namun segera Doyoung menjauh dan berharap Haruto paham maksud tumpukan buku itu untuk dijadikan bantal Mashiho berbaring, dan ternyata hal itu benar adanya, saudara sepupunya Si Mashiho berbaring dengan mata yang masih tertutup kain.

"Doyoung, bisakah kau cari kotak p3k, kita butuh alkohol dan peralatan medis lain untuk Mashiho." Junkyu berbicara pelan namun tegas pada Doyoung, mendengar pertanyaan itu, Doyoung diam—dia sedang bingung harus menjawab apa dan jika menolak harus memberikan alasan apa. Doyoung tahu, Junkyu tidak akan menyuruhnya keluar dari perpustakaan untuk mencari obat, karena biasanya Junkyu bergerak sendiri tanpa banyak memerintah. Tapi, Doyoung sendiri tahu kaki Junkyu pasti terkilir karena ditendang oleh Zivan. Dari dapur hingga sampai ke perpustakaan saja Junkyu sangat kesulitan melangkahkan kakinya. Parahnya lagi, Doyoung tidak hafal denah Mansion ini.

"Aku bisa melakukannya, tapi, aku tidak tahu harus melangkah ke mana. Aku tidak hafal denah Mansion ini." Jawab Doyoung menunduk di hadapan Junkyu—sebagai sepupu tertua Junkyu begitu dihormati oleh Doyoung.

"Kalau begitu, aku saja yang pergi ke ruang unit kesehatan." Junkyu memperbaiki posisi duduk dan berdiri menatap lawan bicaranya.

"Tapi Junkyu, kaki mu terkilir. Aku bisa cari ruangan kesehatan, apa ada plang di pintunya?" Doyoung prihatin, namun dirinya juga tidak bisa memberikan solusi terbaik untuk Junkyu.

"Ya, ada plang di atas daun pintu. Tapi, aku ragu dan aku takut kau tersesat." Junkyu menggaruk pipinya yang terlihat ada bekas gigitan nyamuk.

"Biarkan aku yang menemani Doyoung mengambil obat, aku cukup hafal denah Mansion ini." Suara Haruto paling mendominasi di perpustakaan yang sunyi ini. Mata Doyoung dan Junkyu saling tatap, wajah Doyoung begitu jelas bahwa dirinya menolak tawaran Haruto, apalagi anak itu juga baru saja membuat alerginya kambuh, Doyoung takut Haruto mengganggunya lagi, apalagi harus mengambil obat dengannya yang tidak akrab.

"Kau yakin tidak akan melakukan kesalahan?" Junkyu berbalik badan, menatap Haruto yang duduk bersila di depan Mashiho yang berbaring lemas, napasnya Mashiho terlihat tenang namun wajahnya nampak pucat. Junkyu sendiri tidak bisa membayangkan nyeri bercampur perih yang dirasakan Mashiho.

"Aku janji, tidak akan." Jawab Haruto patuh dan menunduk menyadari kesalahannya. Junkyu mengangguk mantap dan kembali berbalik berhadapan dengan Doyoung.

"Tunggu apa lagi?" Ucapnya pada Doyoung dan hal itu langsung membuat Doyoung mundur selangkah, lalu berjalan pelan menuju pintu sambil menunggu Haruto berdiri. Saat keduanya di depan pintu, mata mereka kembali bertemu dan Haruto lah yang keluar lebih dahulu dari perpustakaan. Doyoung hanya mengekor di belakang.

  Sepeninggal dua saudara sepupunya, Junkyu menarik napas kuat dan panjang, bahkan dadanya terlihat membusung ke depan, matanya menatap Mashiho yang mungkin sedang tertidur atau pingsan? Junkyu segera mendatangi Mashiho dan mengecek kesadaran anak itu dengan memanggil namanya berulang kali. Namun tidak ada jawaban, seingat Junkyu Mashiho masih sadar saat perjalanan kemari hingga berbaring di atas karpet tipis ini.

"Mashiho, kau tidur?" Junkyu bertanya, lalu dia dengan yakin melepaskan taplak meja yang menutupi kedua mata Mashiho. Junkyu sempat mengigit bibir melihat kedua mata Mashiho tertutup rapat juga darah kering yang mengotori wajah Mashiho. Junkyu meletakkan jarinya di leher Mashiho, mengecek nadi dan Junkyu juga menaruh jarinya di depan lubang hidung Mashiho, mengecek napasnya. Junkyu menatap ratusan buku yang disusun rapi di dalam rak, kebetulan mereka berada di perpustakaan dan segera lah Junkyu mencari buku yang mungkin bisa memberinya solusi untuk segera menyadarkan Mashiho dari pingsannya ditambah wajahnya yang kian pucat membuat Junkyu tak tenang.

Di koridor ini, Doyoung tidak bisa berpikir jernih dan positif. Dirinya selalu terpikirkan tentang orang tuanya yang berciuman dengan orang yang bukan mereka nikahi, terutama ibunya sendiri yang bertukar ludah dengan Ayahnya Junkyu, paman Hanju yang merupakan adik kandung Kyuha; ibunya Junkyu.

"Doyoung, kau dengar sesuatu?" Haruto berbisik pelan dan membuat semua hal yang dipikirkan Doyoung sirna. Haruto menatap wajah Doyoung begitu dekat, dia menggenggam lengan piyama Doyoung dan membawa anak itu bersembunyi di belakang barisan poetry. Saat Doyoung menatap wajah Haruto, anak itu meletakkan ujung jari telunjuknya di atas bibir, hal tersebut membuat Doyoung menelan salivanya. Mata mereka melihat bayangan yang tergambar di lantai, apalagi suara derap sepatu yang terdengar berisik membuat suasana kian menegangkan, belum lagi suara tali atau semacamnya yang dipukulkan ke udara dan ke lantai, ya, dugaan mu benar itu suara tali cambuk yang di pecutkan ke lantai dan udara. Bayangan semakin dekat dan besar pertanda sosok itu hampir sampai di tempat mereka berada.






🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang