CH. 33

386 67 3
                                    

  Doyoung mengepalkan tangannya, terasa dingin dan panas menjadi satu. Doyoung maju dan memukuli kepala Junkyu dengan buku satanic tebal itu, kuat sekali tenaganya untuk membuat Junkyu mimisan dan tengkoraknya sedikit penyok.  Doyoung berhenti tepat saat Junkyu tak lagi bersuara, Junkyu kembali terpejam. Doyoung berbalik sambil membawa buku tebal itu, dan ia kembali mengangkat meja—menaruh meja itu di depan pintu dengan harapan Nenek tidak bisa masuk.

  Ia menatap lantai dan kepalanya mendongak menatap platpon. Ia membuka buku sekali lagi, tapi tidak ada tulisan lagi di atas kertas itu. Matanya terarah pada Junkyu, dan bergegas ia mendatangi mayatnya dan meneteskan darah dari pergelangan tangannya, namun darah Junkyu sudah tidak ada lagi. Ia frustasi, Doyoung menatap tas yang masih di tempatnya. Tanpa pikir panjang, ia mengambil tas itu dan menatap cutter di dalamnya.

  Doyoung menelan ludah dan menutup mata, menggigit bibirnya dan menyayat pergelangan tangannya dengan cutter itu. Darah yang melimpah menetes di lantai, bergegas Doyoung duduk dan menaruh buku kosong itu di bawah tangannya, ia meniru cara Junkyu. Mungkin, berhasil dan bisa membaca isi buku itu.

Doyoung duduk penuh harap, dan ternyata kertas itu benar-benar menghisap darahnya. Torehan huruf-huruf di sana telah muncul dan Doyoung memaksakan dirinya untuk segera membaca setiap kata yang muncul.

   Tidak semua raga mengizinkan roh lain masuk, tidak semua jiwa bisa dikendalikan oleh mereka. Dan tidak semua pengikut satanic bisa mereka jadikan Boneka Daging, ada banyak alasan mengapa hal itu terjadi, itulah kenapa para tetua digerakkan satanic memilih untuk membunuh yang terkuat—orang terpilih yang dapat bertahan dari bisikkan mereka, meskipun mati dan sudah terlanjur dimasuki, bukan berarti bisa digerakkan leluasa seperti orang yang lemah. Dan roh jahat itu masuk ke dalam tubuh yang mati, mereka membusuk kan organ dalam lewat luka sayatan, membuat kekacauan jika tidak ada yang bisa menghentikannya. Mereka tidak berhenti sebelum mendapatkan keinginannya.

  Roh jahat, dia adalah teman imajinasi Zivan yang datang ke pesta ulang tahun, Talia adalah gadis imajinasi yang menempati pohon besar di pinggir sungai. Salah satu keluarga Vinbi yang menjadi korban pertama alias Tuhan yang dianggap tak kekal. Zivan bercerita padaku, Talia gadis yang memintanya menjadi teman selamanya, dia bisa saja membantu mu asalkan kau bisa beri dia sesuatu yang pantas.

Ada hal lain yang perlu kau tahu, di dalam tubuh ku,

  Doyoung mengernyitkan dahinya saat setiap kalimat di buku itu tidak seperti penjelasan rinci, tapi seperti sebuah surat yang tertulis.

Mungkin bukan Talia, Talia hanya meminjam tubuh Zivan itupun kalau berhasil. Yang menciptakan kekacauan ini , mungkin bukan teman imajinasi Zivan, sepertinya roh-roh terdahulu. Vinbi tidak dapat mengendalikan tubuh itu jadi carilah solusi sebelum roh leluhur yang lain masuk memanfaatkan mayat saudara kita yang lain. Aku masih di sini Doyoung, aku masih di dekat mu. Pikirkan cara, kau pasti berhasil.

  Buku itu tertutup, Doyoung menatap sekelilingnya. Menebak kiranya apakah mungkin Junkyu masih berada di tempat ini, apakah mungkin orang yang sudah mati masih bisa melihat dirinya yang sendirian di perpustakaan rubanah ini. Doyoung tidak mengerti, semuanya diluar nalar dan penjelasan itu rumit sekali untuk dimengerti, dia benar-benar tidak mengerti tentang kepercayaan yang dianut keluarga besarnya. Apakah benar, pesan itu ditulis Junkyu.

Doyoung terkejut saat mata Junkyu kembali terbuka, dan buku yang digunakan menutupi lubang di lantai sudah berpindah. Suara berisik dari platfon membuat Doyoung waspada, apakah ia harus berjuang sendirian. Pintu kembali di dorong dengan keras, belatung-belatung gemuk itu kembali keluar dari lubang di lantai dan Doyoung kembali mundur, ia bergegas menaiki tangga kayu menuju pintu.

Doyoung berdiri di sana sambil menahan meja agar pintu tak dapat dibuka, wajah pucatnya kentara sekali terlihat. Ketakutannya jelas sekali terekspos, sepasang kakinya gemetaran begitupun tangannya. Kedua matanya berair, yang bisa ia lakukan mungkin hanya menangis dan berharap pagi telah tiba, tapi waktu terasa mati dan fajar datang begitu lama.

Doyoung terkejut dan ia terdorong saat pintu didobrak, ia jatuh terguling di tangga dan berakhir pusing di lantai. Saat ia bangun, matanya langsung tertuju pada tangga menuju ke atas. Di lihatnya berlama-lama, akhirnya muncul sepasang kaki gosong yang dipenuhi luka bakar. Doyoung menelan ludah, ia hendak berdiri tapi secara tiba-tiba Junkyu menahan kakinya—membuatnya berontak dan berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Junkyu.

Doyoung frustasi, ia gunakan tangannya memukul tangan Junkyu dengan keras, tidak peduli sudah berapa kali tangan Junkyu dihantamnya, sampai akhirnya terlepas juga. Doyoung tidak membuang kesempatan, ia segera berdiri dan menginjak tangan Junkyu yang masih menjulur hendak menahannya, Doyoung tidak peduli saat jari-jari Junkyu bergerak kecil ketika kakinya menginjak tangan jeda, tangan Junkyu rasanya telah patah dan remuk—terlihat sekali saat jari-jarinya tak dapat digerakkan.

Perhatian Doyoung berpindah pada lubang tempat belatung itu keluar, ia segera melangkah berniat untuk kembali menutup lubangnya, namun baru selangkah kakinya bergerak, seseorang menerkam dirinya seperti harimau kelaparan.

Doyoung jatuh dan terbaring, lehernya dicekik dengan kuat sekali oleh Zivan yang ada di atas perutnya, sepupu termuda itu menatapnya tanpa berkedip, sedangkan Doyoung berusaha keras untuk mendapatkan udara lagi. Zivan menekan jakun Doyoung, membuatnya merasa begitu kesakitan dan napasnya semakin sesak.

Kaki Doyoung bergerak liar, dan tangannya meraba lantai—berharap menemukan sesuatu, dan benar. Ia berhasil memegang buku tebal itu dan dipukulkannya tepat ke kepala Zivan, cekikan tangannya terlepas dari leher Doyoung, Zivan juga terjatuh dari atas perutnya. Doyoung mengambil napas sebanyak mungkin, dan ia pun berpikir untuk lari saja dari rubanah ini. Tanpa berpikir panjang, Doyoung segera berdiri walaupun langkah pertamanya sempoyongan, Doyoung menaiki tangga dengan cepat dan berhasil menyentuh kenop pintu. Ia menoleh sebentar ke belakang, menatap wajah Junkyu dan ia kembali berbalik —ia telah berhasil keluar dari perpustakaan rubanah dan mengunci pintunya.

Doyoung membungkuk mengatur napasnya yang berantakan, sekarang ia harus bertaruh dengan kegelapan. Kakinya maju, mungkin tidak buruk jika segera pergi ke ruangan utama Mansion, Doyoung tidak ragu lagi untuk segera melangkah melewati koridor gelap yang bau oleh bangkai tikus. Sesekali ia menoleh ke kiri-kanan, rasa takutnya tak dapat dipungkiri, mereka bisa muncul dari arah mana saja, itulah yang sekarang berada di kepala Doyoung.

Tak terasa, Doyoung sudah berada di ruang utama Mansion. Matanya sempat melirik kue ulang tahun itu dikerumuni lalat, kaki Doyoung terus melangkah dan ia sudah berdiri di depan pintu. Doyoung mendorong pintu benar sekali, masih terkunci. Sialnya lagi, kunci pasti dipegang Nenek.

Doyoung berniat mencari jalan keluar yang lain, saat ia berbalik—jantung Doyoung rasanya berhenti berdetak, kedua matanya melihat kepala Asahi tanpa badan berada di lantai, namun yang lebih mengejutkan adalah kepala itu memiliki kaki laba-laba, mata Asahi berkedip dan Doyoung menelan ludahnya yang hampir tak ada.

  
         🔹🔸🔹🔸

BONEKA DAGING













|||

Untuk satu pekan ini, kalo nggak ada halangan up setiap hari.

Makasih :)

|||

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang