CHAPTER #18

474 75 1
                                    

Mashiho mengerang sakit namun tak jelas, Junkyu mendapat kesempatan untuk bergerak. Nenek yang ada di belakang Doyoung mengangkat kapaknya me udara dan menumpas, Junkyu segera menyadari hal itu dan menendang Doyoung menjauh dari Nenek, saat kapak itu mendarat-ujung lancip kapak itu sudah berhasil menancap di kepala belakang Mashiho, membuat darah mengguyur dan mengalir deras ke lantai.

Junkyu yang menyilang kedua tangannya tersadar, ia segera menyingkirkan Mashiho dari dirinya dan berdiri pelan menahan rasa sakit di bahu dan beberapa bagian lehernya yang dicabik-cabik Mashiho-rasanya perih dan panas, seluruh badan Junkyu terasa panas dan dingin menahan luka itu. Doyoung tersadar, ia memungut kembali senter dan gunting di lantai-tengkurap mendatangi Nenek yang tiba-tiba saja menahan leher Junkyu dengan kakinya, padahal sebetulnya Junkyu bisa terlepas dari semua bebannya kalau bukan gerakan Nenek yang gesit dan lincah.

"Pergi, Doyoung." Ucap Junkyu menatap wajah Doyoung, Haruto pun demikian-sekarang yang ada di pikiran Haruto adalah menjauh dari ruang utama Mansion.

Doyoung tidak bertindak sesuai perintah Junkyu, terkadang memang begitu cara kerjanya, Doyoung tidak harus mengikuti kata orang lain dalam hal bertindak-manusia punya pilihan sendiri, jika yakin dengan hal yang telah dipilih maka lakukanlah dengan baik. Seperti Doyoung yang sangat yakin bahwa dirinya bisa membantu Junkyu, Doyoung kali ini tidak patuh, ia menumbuk leher Nenek dengan kedua sikunya-membuat Nenek menyingkirkan satu kakinya dari leher Junkyu, Nenek berbalik linglung. Tanpa membuang kesempatan, Doyoung membungkuk dan men-sliding Nenek.

Nenek jatuh telentang menahan dua titik rasa sakit di tubuhnya, terutama leher dan pinggangnya. Mashiho bangkit perlahan, kedua tangannya memegang kayu kapak dan mencabut perlahan benda tajam itu dari kepalanya. Mata Mashiho terbalik, dan darah yang keluar dari kepalanya kian banyak.

"Menjauh, cepat!" Suara Junkyu mendominasi ruang, Doyoung pun bergerak tanpa arah dan tepat sekali, Doyoung beruntung dan selamat dari kapak lapar milik Mashiho, mata kapak itu menghasilkan rintihan sakit yang terdengar sangat nyaring, noda merah kian bertambah membanjiri lantai saat kapak itu berhasil memutus tulang tungkai Nenek dengan kakinya. Sekarang, Nenek sudah kehilangan salah satu anggota tubuhnya-hal itu menimbulkan rasa syukur di dalam hati Haruto yang masih bersandar memulihkan tenaga dan napasnya.

Mashiho kembali terbaring lemas setelah menumpas kaki Nenek, sedangkan Doyoung berlari ke pintu utama, berusaha membuka pintu namun hasilnya nihil. Tanpa berpikir panjang, Doyoung berlari ke jendela dan memukul kaca dengan gunting besar di tangannya-namun usahanya itu tidak membuahkan hasil, Doyoung begitu keras kepala sampai akhirnya muncul retak memanjang yang membuat Doyoung kian semangat namun semangat itu tak berlangsung lama karena Doyoung harus mundur saat kepala ular bermata tajam tiba-tiba muncul di luar jendela, Doyoung terkejut bukan main.

Haruto berlari mendatangi Doyoung dan segera membawanya pergi dari tempat itu, yang sekarang perlu dilakukan adalah pergi sejauh mungkin meninggalkan Nenek dan Mashiho, soal keluar dari Mansion bisa dipikirkan lagi. Haruto menuntun Doyong pergi entah ke mana, koridor itu tampak gelap dan asing. Doyoung menahan langkahnya, menoleh ke belakang meskipun Haruto tampak risau. Doyoung melepaskan tangan Haruto yang menggandengnya-Doyoung berlari mendatangi Junkyu yang kesulitan berdiri, jika dilihat, luka cakar yang diperoleh Junkyu lebih parah dibandingkan Haruto. Doyoung segera menaruh lengan kanan Junkyu di bahunya dan penderita alergi apel itu berusaha memapah tubuh besar Junkyu.

Beberapa menit kemudian, Haruto datang ikut membantunya. Doyoung diam tak berbicara saat ia kembali menuju koridor gelap jalur yang diambil Haruto, tiba-tiba saja langkah kaki Doyoung berhenti-ia kembali menoleh ke belakang sana, mengingat sesuatu yang mungkin ditinggalkannya tepat di dekat Nenek. Doyoung menelan ludah, terus mengingat sesuatu yang tertinggal di sana.

"Ada apa, Doyoung?" Pertanyaan Haruto sontak membuat Doyoung menggeleng tanpa makna, ia bingung namun tidak tahu harus bertindak bagaimana. Doyoung menggeleng untuk kedua kalinya karena Haruto masih menatap kedua matanya, Doyoung begitu yakin, ia tidak melupakan apapun.

Kaki mereka terus melangkah lurus ke depan dan mereka sudah sampai di ruang tanpa perabotan rumah, Doyoung dan Haruto mendudukkan Junkyu di atas keramik tanpa alas. Ketiganya masih diam, sampai akhirnya Haruto bersuara.

"Aku ingin kencing, boleh aku pergi?" Itulah pertanyaan Haruto yang membuat Doyoung berpikir, ia menatap wajah Junkyu sekilas namun tak mendapat saran.

"Kau hafal denah Mansion? Aku takut kau tersesat." jawaban dengan pertanyaan itu membuat Haruto tersenyum kecil.

"Tentu, tunggu lah di sini sebentar." Jawab Haruto tampak tenang, Doyoung terus menatap punggung Haruto yang menjauh dan menghilang dalam gelap koridor asing.

Doyoung tidak bertindak, namun ia tersadar dari lamunannya -senter di tangan kanannya di letakkan ke lantai dan Doyoung segera mencari sesuatu yang mungkin bisa ia gunakan menutup luka Junkyu, namun ia tak menemukan apapun. Doyoung ingat, cutter itu ia bawa-Doyoung pun meraih benda tajam itu dan menatapnya cukup lama. Netra Doyoung menatap bahu dan leher Junkyu yang terluka, ia menggigit bibirnya sendiri dan menelan ludah. Tanpa berpikir berkali-kali, Doyoung memotong celana piyamanya menjadi dua-sekarang celana panjang itu sudah pendek selutut.

"Maaf, kain ini kotor." Ucap Doyoung, ia mendekat kepada Junkyu yang masih duduk menahan sakit, sebetulnya Junkyu sendiri juga bingung kenapa tiba-tiba Doyoung memotong celananya.

Doyoung menutupi luka cakar nan dalam di bahu Junkyu, telaten sekali Doyoung melakukannya untuk kakak sepupu terdekatnya. Junkyu tentu terkejut, ingin sekali rasanya mengatakan bahwa ia tak memerlukan perhatian dari Doyoung namun, ia tahu Doyoung adalah orang yang tulus. Melihat wajah sendu Doyoung ketika ia tak tahu harus meluapkan ke mana emosinya itu membuat Junkyu merasa bersalah, Junkyu menatap wajah Doyoung lalu tangannya menyentuh pergelangan kaki Doyoung yang pastinya kedinginan.

"Apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan itu membuat Doyoung terdiam sejenak, ingin sekali rasanya mengatakan kalau ia tak baik-baik saja. Akhirnya, hanya anggukan kepala yang ia gunakan untuk menjawab pertanyaan Junkyu.

Keduanya kembali diam, Doyoung fokus menutupi luka Junkyu sedangkan yang diberi perhatian terus menatap pergelangan kaki Doyoung tanpa berkedip namun akhirnya, Doyoung jatuh ke dalam pelukan kasih sayang dari Junkyu. Doyoung rasanya ingin menangis sekencang mungkin tapi rasanya tak mungkin.

"Maaf, aku tidak bisa berpikir jernih. Aku tidak marah, hanya kesal." Ucap Junkyu, tangan kanannya mengusap punggung Doyoung.

"Tapi, kau benar. Aku hanya parasit." Doyoung membenamkan wajahnya ke bahu Junkyu.

"Jangan katakan itu lagi, kau tahu betapa berharganya keberadaan mu. Itulah kenapa, aku selalu berusaha kau tetap bersamaku sampai kita berhasil keluar dari Mansion ini," Junkyu masih mengusap pelan punggung Doyoung, matanya menatap ke lantai -mengingat beberapa kenangan pahit yang ia simpan sendirian.

"Terkadang, aku merasa sangat membencimu Doyoung. Itu semua karena perselingkuhan orang tua kita, seorang adik adalah sesuatu yang amat ku inginkan. Aku berusaha mengabaikan perselingkuhan itu dan berharap hubungan terlarang Ibu bisa memberi ku seorang adik. Tapi, sampai dua tahun hubungan terlarang Ibu, belum ada kelahiran bayi baru." Akhirnya, kenangan pahit, rahasia penting yang disimpan Junkyu terungkap juga pada Doyoung.

"Jangan bicarakan soal itu, aku tidak tahu harus berbuat apa. Kau tahu, rasanya hidup ku hancur mengetahui ini. Kenapa selama ini kau diam, Junkyu?" Doyoung melepaskan dirinya dari peluk Junkyu, ia mundur menjauh sambil mengusap wajahnya dengan risau, wajahnya tampak masam dan senyuman seakan sudah lama menghilang.

Junkyu tidak menjawab, ia tahu Doyoung pasti kesal, namun ada hal yang membuatnya memilih diam saja. Junkyu berdehem. Matanya menatap lantai, ia tampak berpikir dan memilih kata yang tepat untuk menjelaskan pada adik sepupu yang paling ia sayangi.





🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang