Ch. 24

405 66 1
                                    

  Junkyu sudah berusaha mundur, namun langkah Haruto begitu lincah bahkan Junkyu tidak salah lihat, ia benar-benar menyaksikan ketika dua tangan tumbuh dari punggungnya, matanya lama kelamaan melebar seolah-olah memiliki kemampuan untuk merubah tampilannya. Junkyu terduduk, kaki Junkyu terasa mati rasa saat kuku runcing Haruto menusuk dari betis hingga pahanya.

  Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan, Junkyu berusaha menghindar dengan menyeret satu kakinya dari dapur Mansion. Ia berakhir terduduk dan ber—ingsut mencari persembunyian, namun Haruto begitu cepat melangkah, ia merayap di dinding dan bisa menempel sempurna tanpa terjatuh sekalipun. Tangan kanannya mendapati garpu berkarat yang terselip di bawah kulkas, Junkyu segera menggenggam benda itu dan saat Haruto meloncat seperti serigala lapar ke arahnya, garpu itu sudah tertusuk tepat mengenai mata Haruto.

  Keduanya terdiam, Junkyu merasakan perih bercampur nyeri di perutnya yang ternyata ditusuk Haruto dengan kuku panjang dan runcing itu. Junkyu mengangkat wajahnya dan menatap garpu  itu benar-benar menancap kokoh di bola mata Haruto. Haruto menarik kukunya dari dalam perut Junkyu dan memegang garpu di matanya, Junkyu mulai berpikir untuk segera menjauh namun Haruto memiliki empat tangan, jadi dirinya di tahan dengan dua tangan lainnya.

  Tanpa ragu, Junkyu dengan cepat menggenggam dan mencabut langsung garpu itu dari mata Haruto, ia dengan berani menusuk satu mata Haruto lagi menggunakan garpu yang sama. Junkyu bebas sekarang, sebab Haruto sedang meraung marah dan keempat tangannya itu berusaha mencabut garpu  yang sudah terlanjur masuk menembus otaknya.

  Junkyu ber—ingsut namun akhirnya memaksa kakinya untuk segera berdiri dan berlari meskipun kakinya terasa begitu sakit, darahnya berceceran di lantai —dengan lampu teplok yang mulai kehabisan minyak tanah Junkyu tidak tahu harus ke mana ia berlari, Junkyu menoleh ke belakang dan tak sadar bahaya ada di depannya. Junkyu sempat terkejut saat kakinya menyentuh anak tangga, namun ia hilang keseimbangan dan jatuh terguling hingga menyentuh lantai basah dan lengket dari noda merah yang hampir kering.

  Minyak tanah dari dalam lampu teploknya tumpah begitupun apinya yang telah padam, Junkyu menahan sakit di kepalanya—sepertinya benjol. Rasanya Junkyu ingin menangis menahan seluruh rasa sakit yang ia terima, kedua tangannya meraba-raba lantai mencari keberadaan lampu teploknya itu, Junkyu pusing berada di ruang gelap ini.

  Namun, tiba-tiba saja cahaya temaram dari sebilah lilin yang berdiri di satu-satunya bilik rapat bawah tanah ini membuat Junkyu ingat, ia pernah melangkah kemari tepat saat Doyoung di bawa ke ruang terakhir mereka berhasil kabur, ruang pertama mereka bertemu bibi Neet. Junkyu segera berdiri, ia memaksakan kakinya untuk tetap kuat meskipun pincang.

  Ia melangkah mendatangi bilik tempat lilin itu berada, ia segera menekan kenop pintu dan mendorong pelan pintu itu. Matanya hanya menemukan lilin itu, tidak ada benda lain kecuali tali yang sudah putus-putus. Junkyu mencabut lilin itu dari lantai dan membawanya keluar dari bilik, ia kembali menjulurkan api lilin tepat pada sumbu lampu teploknya yang sekarang menyala normal, namun Junkyu tahu api yang menyala di sumbu miliknya itu tidak akan bertahan lama, selagi sumbunya basah oleh minyak tanah apinya akan tetap terang, masalahnya sekarang minyak tanah sudah tumpah dan kesempatan lampu teplok menyala tidaklah lama.

  Ia setengah berlari berniat kembali ke perpustakaan rubanah untuk mendatangi Doyoung yang ia tinggalkan di sana namun, Haruto berdiri di undakan tangga. Mengerjap kan matanya beberapa kali, bibirnya yang pucat dan pecah mulai terbuka lebar dan lidahnya bergerak hendak berkata, "Aku sudah bilang, aku minta sedikit daging mu. Untuk cacing di perut ku." Kata itu didengar Junkyu untuk kali kedua.

Haruto melangkah cepat dan menumbuk perut Junkyu dengan keras, membuat Junkyu terdorong dan tersandar disalah satu dinding bilik, atensinya fokus pada rasa sakit yang ia rasakan. Haruto menusuk bahu Junkyu dengan pecahan gelas yang ia bawa dari dapur, Haruto menekan kaca itu hingga masuk lebih dalam.

"Haruto." Bisik Junkyu—berharap Haruto menyadari akan perlakuan tidak manusiawi yang terlampau kelewatan menyakiti saudara sepupunya ini.

"Haruto sudah dimakan belatung," Jawab Haruto dengan suara berbisik sambil menarik kaca dari dalam bahu Junkyu, membuat Junkyu meringis dan merintih kesakitan.

"Haruto hanya butuh darah dan daging mu." Lanjut Haruto lagi, menjilat bahu Junkyu yang mengeluarkan darah segar—seluruh tubuh Junkyu merinding dan ia seperti kesulitan bernapas. Matanya basah dan ingin menangis sejadi-jadinya, matanya yang sudah membendung air mata menatap Haruto dengan tulus, benar-benar tidak menyangka bahwa orang yang dihadapannya sekarang benar-benar berubah.

"Haruto, bisa kah kau ingat? Kau dan aku adalah sepupu paling dekat. Lebih dari kedekatan ku dengan Doyoung, kau berubah sekali. Tapi sekarang kau sudah seperti dulu, tolong ingat kenangan itu Haruto. Jangan biarkan iblis itu menguasai mu, kau tidak mungkin membunuh ku kan?" Pipi Junkyu basah oleh bulir bening dari kedua matanya, semua kenangan indah benar-benar terekam jelas di kepalanya. Junkyu ingat ketika ia dan Haruto menikmati udara segar di bawah pohon rindang, juga menikmati minuman yang amat segar di musim panas.

Untuk kali pertamanya, Junkyu tidak sepenuhnya lelaki tanpa rasa sedih, kali ini menangis, mengeluh, dan mengiba sambil menahan rasa sakit yang diberikan Haruto padanya.

"Kau jahat sekali Haruto, aku memberi mu kenangan yang manis tapi kau membalasnya dengan rasa sepedih ini. Ah!" Junkyu terkejut di akhir perkataannya itu, sebab Haruto menggigit bahunya amat dalam. Junkyu sendiri merasakan betapa perihnya saat dagingnya koyak dan masuk ke dalam mulut Haruto, ia menyaksikan dan mendengar sendiri saat dagingnya itu dikunyah dan tak lama ditelan oleh Haruto. Darah yang keluar dari bahunya semakin melimpah, Haruto menjilatinya lagi.

  Junkyu segera menghapus air matanya dengan jari-jarinya yang kotor dan bergetar hebat. Ia terlihat sesenggukan dan melirik Haruto yang menghisap darah dari bahunya, Junkyu menelan ludah. Ia memejamkan matanya sebentar, rasa sakit akibat tusukan Haruto di perutnya masih begitu mengigit namun sekarang bertambah di bahunya itu. Junkyu terbayang bagaimana wajah Doyoung menunggu dengan cemas akan kedatangannya—Junkyu pun kembali membuka matanya dan mengigit bibirnya.

"Apa kau sudah kenyang, sialan?" Junkyu bersuara geram, tangan kirinya memegang leher Haruto lalu menghempas wajah Haruto ke lantai—Junkyu berkali-kali membenturkan wajah Haruto ke lantai, tidak peduli sudah berapa banyak darah yang keluar dari hidung dan mulut Haruto. Cairan pekat itu sudah terlampau banyak membanjiri lantai, Junkyu segera melepaskan tangannya dari Haruto dan ia berdiri perlahan-lahan menahan rasa sakit yang amat pedih.

Ia mulai melangkah meskipun terseok-seok seperti orang mabuk, ia membungkuk dan mengambil kembali lampu teplok yang sudah mati lagi. Ia menaiki tangga mengikuti instingnya, Junkyu benar-benar mencemaskan keadaan Doyoung sekarang. Junkyu mengusap air matanya lagi, ia berpura-pura tegar dan sok kuat dengan situasi yang nyatanya akan membunuh dirinya sendiri. Namun Junkyu berusaha bersabar, ia pasti akan keluar dari tempat ini. Ia yakin, pagi tak lama lagi akan datang.


🔸🔹🔸🔹

BONEKA DAGING








|||







___________________________________________
AKU NGGAK BISA PASTIIN BAKALAN BERAPA JUMLAH CHAPTER UNTUK CERITA INI, TAPI DIUSAHAKAN TAMAT. SEMOGA NGGAK BOSAN YA 😊
___________________________________________

BONEKA DAGING | DOYOUNG & JUNKYU✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang