7) Kita

18 2 0
                                    

SENJA membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan aku untuk masuk. Aku pun masuk kedalam mobil diikuti oleh Senja.

"Zia, maaf tadi kamu harus menunggu sedikit lebih lama," ujar Senja sembari memasang seat belt nya.

"I-iya," jawabku sembari memasang seat belt ku sendiri.

Hening.

Sampai Senja melajukan mobilnya keluar dari parkiran kampus kami.

"Kamu kenapa? Tumben sekali tidak banyak bicara seperti biasanya?" tanya Senja.

Tuhan. Jujur saja, aku ingin memukul kepala Senja sekarang! Mengapa bertanya seperti itu? Padahal seharusnya ia tahu aku sedang salah tingkah sekarang!

"Tidak apa-apa," jawabku.

"Kamu sakit?"

Aku menggeleng.

"Kamu marah?"

Aku menggeleng lagi.

"Hm, kamu menyukaiku?"

Aku terdiam dan menoleh ke arahnya. Ia terkekeh.

"Diam tandanya iya," lanjutnya.

Aku memalingkan wajahku malu. Bagaimana bisa ia mengatakan sesuatu semudah itu?

"Senja," panggilku.

Senja menoleh sebentar ke arahku. "Ada apa, Zia?"

Kalian harus tahu bagaimana kupu-kupu diatas perutku mulai ber-terbangan setiap kali Senja memanggil namaku.

Sering sekali ku dengar orang lain memanggil namaku, tapi namaku yang keluar dari mulut Senja membuatku merasa ingin terus mendengarnya.

"Bagaimana bisa kamu mengatakan sesuatu semudah itu?"

Senja mengernyit. "Sesuatu seperti apa?" tanyanya.

"Ya, seperti kalimat tadi."

"Apa Zia?"

"Kamu bilang ke orang lain bahwa kamu pacarku, kamu bertanya apakah aku menyukaimu, seperti itu."

Senja tersenyum. "Aku tidak pandai berbasa-basi Zia. Aku selalu mengatakan apa yang ingin atau harus ku katakan."

Aku terdiam sejenak.

"Jadi, kalimat yang tadi itu termasuk keinginanmu atau sebuah keharusan?"

Senja tersenyum. "Hal ini yang membuatku mengagumimu, kamu selalu berhasil menanyakan sesuatu yang membuatku senang."

"Ayo jawab!" desakku.

Senja terkekeh. "Kata 'pacarku' yang aku ucapkan tadi itu termasuk keharusan, karena dengan begitu mereka akan berhenti mengelilingiku. Sedangkan kalimat 'kamu menyukaiku?' itu adalah sebuah keinginan, aku ingin bertanya hal itu untuk mendapat validasi."

"Lalu, jika mulai tersebar kabar bahwa kamu berpacaran denganku karna kejadian tadi bagaimana? Apa kamu akan baik-baik saja?"

Senja tersenyum. "Justru itu kabar yang paling aku senangi."

Aku terdiam.

Mungkin sedikit tersipu.

"Zia," panggilnya.

Aku menoleh. "Apa?" tanyaku.

"Maaf ya."

Aku mengernyit. "Maaf untuk apa?"

"Maaf karena telah jatuh cinta padamu."

Kamu tahu bagaimana rasanya? Mendengar kalimat manis dari mulut manusia paling manis dengan tatapan manis juga?

DIA SENJAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang