SENJA tersenyum. "Kala itu, aku sedang melihat-lihat laman instagram. Aku menemukan sebuah potongan video yang menampilkan beberapa quotes yang menarik perhatianku. Salah satu quotes itu adalah milikmu. Akhirnya, aku mencari akun instagram mu. Aku tidak berani untuk menekan tombol ikuti, akhirnya aku hanya menjadi seorang stalker. Aku sering memperhatikan akunmu, aku senang setiap kali kamu mempublikasikan quotes baru. Sejak saat itu aku mulai mengagumi tulisanmu. Dan ternyata, aku baru tahu bahwa kamu berkuliah di tempat yang sama denganku. Zia, aku tidak tahu jika ini akan terlihat seperti sebuah kebohongan yang dilebih-lebihkan atau bagaimana, tapi sebelum kamu, aku belum pernah merasa tertarik kepada perempuan manapun. Tetapi, aku memang memiliki mantan kekasih, hubungan kami berakhir sudah cukup lama. Sejak saat itu aku enggan mengenal siapapun lagi, bukan karena belum lupa. Hanya saja ku rasa jatuh cinta adalah perbuatan yang membuang waktuku. Tetapi, semua berubah sejak aku melihatmu hari itu, kamu berjalan dengan percaya diri, tersenyum kepada orang-orang yang kamu lewati dan menghabiskan waktu bersama Meera. Aku memperhatikanmu dari kejauhan, aku masih takut untuk menghampirimu dan mengajakmu berkenalan."
Aku tersenyum. "Senja, aku bahkan tidak tahu kamu sudah mengenalku sejauh itu."
"Sampai akhirnya, ketika aku sedang mencari sebuah buku untuk penelitian tugasku. Aku tidak sengaja melihatmu masuk perpustakaan dan mulai menulis di buku abu-abu kesayanganmu itu. Aku pun memberanikan diri untuk memperkenalkan diri. Sebab ku rasa, sudah saatnya aku mengejar gadis yang ku sukai."
"Kapan kamu mulai menyukaiku?"
"Saat kamu tersenyum pada setiap orang yang kamu lewati, saat kamu tertawa dengan Meera, saat kamu membantu orang lain, atau singkatnya aku menyukaimu sejak aku melihatmu secara langsung."
Tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja. Belum pernah aku merasa dikagumi sebesar ini oleh orang lain. Aku tidak pernah merasa layak untuk mendapatkan hal itu.
Senja menoleh. "Hei, why are you cry?"
"Senang. Aku terlalu senang, Senja."
"Jangan menangis, Zia," ujarnya sembari memberikan dua lembar tisu kepadaku.
"Senja, aku tidak pernah merasakan hal ini. Aku selalu merasa aku tidak layak mendapatkannya. Aku merasa bahwa aku tidak akan pernah bisa dicintai dengan baik, sebab aku bukan orang baik."
Senja menggeleng cepat. "Siapa yang berhak menilaimu buruk disaat Tuhan selalu berkata bahwa Dia selalu menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya, Zia?"
"Senja, tulisan-tulisan kedukaan milikku sesungguhnya adalah kisah nyata yang ku alami sendiri. Aku pernah dihancurkan oleh seseorang yang ku percaya bahwa ia tidak akan pernah terpikir untuk melakukannya. Aku tidak sehebat sosok Zia dalam bayangmu, aku hanya manusia bertopeng yang bersembunyi dibalik tulisan dan juga senyum palsu."
Kala lampu hijau menyala, Senja segera melajukan mobilnya.
"Lalu, apakah karena orang lain menghancurkanmu, kamu berhak menambah kehancuranmu dengan tanganmu sendiri, Zia?" tanyanya.
"Aku hanya takut, Senja. Aku takut karena aku tidak sesempurna itu. Banyak bekas luka yang jika kamu lihat akan tampak menjijikan. Aku takut kamu pergi setelah tahu."
"Hukum aku jika aku pergi, Zia."
"Tapi, kepergian adalah hak dan juga pilihanmu."
Senja tersenyum. "Aku sudah berani membuatmu jatuh cinta disaat kamu pernah terluka. Akan sangat tidak tahu diri bila ku tambah luka baru di hatimu lagi. Maka dari itu, kamu punya hak untuk menghukumku kala janjiku sudah berubah semu."
"Senja, mengapa kita tidak bertemu dari awal?"
"Sebab, Tuhan tahu bahwa akulah yang pantas hadir di penutup ceritamu. Sebagai penyembuh dan alasan kembalinya senyum manusia hebat yang telah Tuhan ciptakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA SENJAKU
Fiksi Remaja"Perpustakaan adalah tempat awal aku menemukanmu."-Zia Dineshcara. "Perpustakaan adalah tempat awal aku memberanikan diri mengajak bicara seorang bidadari."-Senja Ganesh Janardhana.