AKU terdiam mendengar kalimat Senja. Mataku nanar menatap matanya yang juga menatapku sendu.
"Maaf Zia, tapi ku rasa ini adalah pilihan yang tepat."
"Tidak Senja! Masih banyak pilihan lain, kenapa harus ini yang kamu pilih?"
Air mata menetes membasahi pipi Senja. Matanya memerah, nampaknya lelaki itu berusaha keras menahan air mata nya.
"Zia, aku yakin akan ada yang lebih baik dariku setelah ini.""Jika kamu sudah baik, mengapa aku harus serakah dengan mencari yang lebih baik? Aku hanya mau kamu, Senja!"
"Tapi, kita sudah tidak bisa dipaksakan untuk kembali bersama. Kita harus memilih jalan yang berbeda. Aku akan tetap berada di dekatmu. Meski tidak sebagai kekasih, kita bisa berteman, kan?"
"Apa ada wanita lain?"
Senja menggeleng. "Aku hanya ingin memfokuskan diri untuk hidupku sendiri. Tidak ada wanita lain atau apapun itu."
"Tapi, aku bisa membiarkanmu memfokuskan diri untuk hidupmu. Aku tidak akan mengganggu!"
"Zia, maaf!"
"Aku tidak akan memaafkanmu, Senja!"
Senja berbalik meninggalkanku. Ia berjalan menjauh dan pergi sampai tidak bisa ku lihat lagi.
Aku hanya terduduk lemas menangisi kepergiannya.
Senja jahat!
Bukankah ia yang memintaku tinggal?
Lantas mengapa ia pergi?
Senja! Ayo kembali!
"Zia?"
Sebuah suara memanggilku. Suara yang ku kenal.
"Zia ayo bangun!"
Akhirnya aku tersadar, aku membuka mata ku tatap langit kamarku yang berwarna putih dihiasi stiker-stiker bintang warna warni. Dan ku tatap wajah ibu yang kini menatap khawatir ke arahku.
"Kamu kenapa? Kamu menangis dalam tidur!" ujar Ibu.
Aku memeluk ibu, menangis di pelukannya. Aku bersyukur karena ini hanya mimpi.
Ibu mengelus kepalaku pelan. "Kamu mimpi buruk?"
Aku mengangguk.
"Tidak apa, itu hanya mimpi. Sekarang kamu mandi, lalu sarapan ya. Bukankah hari ini kamu akan pergi piknik bersama Senja?"
Aku mengangguk lagi dan beranjak bangun dari kasurku menuju kamar mandi dengan langkah gontai.
"Mimpi berpisah itu tandanya akan langgeng kan?" batinku.
***
Senja sudah datang menjemputku setelah aku selesai sarapan dan bersiap. Lelaki itu tersenyum ke arahku dan segera menyalami tangan ibu.
"Hati-hati ya kalian," ujar ibu.
Senja mengangguk. "Selamat beristirahat di hari libur, bu."
Ibu tersenyum. "Harusnya kamu mengajak ibu berlibur juga."
"Lain waktu ku ajak, sekarang aku mau menghabiskan waktu berduaan dengan putri ibu dulu, ya."
Ibu terkekeh. "Pintar sekali menjawabnya. Pasti Zia berguru padamu."
Senja menggeleng. "Justru aku yang berguru pada Zia, Zia adalah guru public speaking pribadiku, bu."
Lagi-lagi ibu terkekeh. "Sudah, ayo berangkat. Zia sudah cemberut daritadi, nampaknya ia ingin cepat sampai di tempat tujuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA SENJAKU
Teen Fiction"Perpustakaan adalah tempat awal aku menemukanmu."-Zia Dineshcara. "Perpustakaan adalah tempat awal aku memberanikan diri mengajak bicara seorang bidadari."-Senja Ganesh Janardhana.