AKU tersenyum mendengar kalimat Senja.
"Kamu senang?" tanyaku.
"Senang tentang?"
"Memiliki pacar sepertiku."
Senja mengangguk cepat. "Tentu saja! Ku rasa banyak orang yang akan iri padaku karena memiliki pacar sepertimu."
"Ku rasa yang iri itu padaku, karena berpacaran dengan laki-laki yang diidam-idamkan banyak perempuan!"
"Ah, aku tidak merasa begitu, Zia."
"Lho, tadi kan kamu habis diajak berfoto bersama mereka."
Senja terkekeh. "Masih saja dibahas. Sudah ya, Zia. Itu hanya sebatas foto, mereka kan cuma mendapat kesempatan berfoto denganku, berbeda denganmu yang memiliki kesempatan untuk memilikiku!"
"Senja, ku rasa kamu harus pakai topeng agar tidak ada yang menyukaimu."
Senja tertawa. "Cemburumu lucu! Apa kamu pernah begini pada orang lain?"
Aku menggeleng. "Sebelumnya aku tidak pernah merasa cemburu pada siapapun, bahkan kepada mantan pacarku sebelum kamu. Karena, aku tidak pernah berpacaran dengan orang yang disukai banyak orang seperti kamu, Senja."
"Lalu, bagaimana denganku Zia? Aku juga tidak pernah berpacaran dengan gadis yang suka menulis kata-kata manis, produktif, ceria dan pastinya disukai banyak orang juga seperti kamu."
Aku tersenyum. "Senja, terima kasih."
"Terima kasih untuk apa?"
"Terima kasih karna tidak pernah memberiku waktu untuk merasa bahwa aku kehilangan kepercayaan diriku."
Senja tersenyum. "Kamu memang harus selalu percaya diri, Zia. Kamu sudah lebih dari cukup!"
"Sebelumnya aku selalu tidak percaya dengan diriku sendiri, aku selalu merasa bahwa apa yang ku capai tidak pernah cukup, aku harus selalu memforsir diriku sekeras mungkin agar bisa menjadi cukup untuk orang lain."
"Jangan begitu lagi ya! Kamu hidup untuk dirimu sendiri, Zia. Kamu sudah cukup, kamu sudah hebat! Orang lain juga pasti berpikir hal yang sama denganku. Jadi, kamu tidak boleh berpikiran buruk lagi tentang dirimu ya, sudah ada aku. Aku adalah pengagummu, kamu harus ingat hal itu!"
Aku tersenyum haru. Ku peluk Senja dengan erat menikmati pemandangan matahari yang mulai tenggelam menandakan akan datangnya malam.
***
Kami sampai di rumah. Ibu sedang menonton televisi di ruang keluarga. Senja menghampiri ibu dan menyalami tangannya.
"Ibu, ini martabak cokelat kacang keju kesukaan ibu!" ujar Senja sembari memberikan dua plastik martabak yang ia beli saat dalam perjalanan ke rumahku.
Ibu tersenyum. "Apakah ini sogokan karna mengajak putri ibu main sampai malam?"
Senja terkekeh. "Seharusnya jangan di pertegas bu, kan aku jadi malu."
Ibu tertawa. "Ya sudah, sogokan ini ibu terima. Terima kasih, Senja."
"Sama-sama, bu. Oh iya, ada sesuatu yang mau aku sampaikan."
Aku menoleh ke arah Senja.
"Ada apa, Senja?" tanya Ibu.
"Senja dan Zia hari ini resmi berpacaran, bu."
Aku melotot kaget. Ini memang bukan kali pertamaku memiliki seorang kekasih dan diketahui oleh Ibu, tapi ini adalah kali pertama ada seorang lelaki yang secara terang-terangan berkata seperti ini pada Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA SENJAKU
Teen Fiction"Perpustakaan adalah tempat awal aku menemukanmu."-Zia Dineshcara. "Perpustakaan adalah tempat awal aku memberanikan diri mengajak bicara seorang bidadari."-Senja Ganesh Janardhana.