AKU menghela nafas pelan.
"Sang monster terkejut melihat warna lain yang ada di dunia manusia. Ia baru tahu ternyata warna langit itu biru, awan itu putih, sinar matahari terkadang warna kuning kadang warna jingga, lautan warna biru dan ia melihat warna lainnya. Si manusia itupun memperkenalkan manusia-manusia lain padanya, mereka menerima si monster dengan baik. Menjadikan monster itu sebagai teman juga keluarganya. Akhirnya, sang monster merasa nyaman tinggal di dunia manusia itu."
Senja terdiam fokus mendengarkan ceritaku.
"Sampai suatu ketika ada satu manusia lain datang, ia berbeda gender dengan sang monster. Manusia itu dengan lantang mengatakan bahwa ia mencintai sang monster. Ia meminta sang monster untuk hidup bersamanya. Sang monster senang, karena ternyata ada yang mencintainya, hal yang dulu hanya ada dalam khayalannya, kini justru menjadi sebuah kenyataan. Sang monster akhirnya menerima manusia itu dan menjalani hari bersamanya, hingga pada suatu malam, di bawah langit hitam dan gelap. Sang monster baru sadar bahwa disini bukan tempatnya. Ini bukan dunianya. Dan ia harus segera kembali."
"Lalu, si manusia itu mengubah diri menjadi kegelapan agar ia bisa terus bersama sang monster," balas Senja.
Aku mengubah posisiku menjadi duduk tegak menghadap ke arahnya.
"Senja, harusnya tidak begitu," protesku.
Senja menggeleng cepat. "Kalau sang monster tidak mau keluar dari dunianya, maka si manusia itu akan ikut ke dunia sang monster meskipun ia harus berubah menjadi kegelapan. Karena dengan begitu, ia selalu dekat dengan sang monster. Sang monster pun tidak hidup sendirian, ia hidup bersama kegelapan, dan kegelapan itu adalah si manusia."
Aku terdiam. Aku kehilangan kata-kata mendengar jawaban Senja. Tidak pernah terbesit dalam pikiranku bahwa Senja akan menjawab kalimatku dengan jawaban yang sungguh diluar dugaan.
"Kamu paham maksudku kan, Zia?"
Aku hanya terdiam menatapnya.
"Kalau kamu masih ingin tinggal di duniamu yang sepi, maka aku akan menemanimu dalam wujud kesepian itu sendiri."
Aku tidak mampu lagi menahan air mataku. Aku menangis saat Senja kembali merengkuhku kedalam pelukannya.
Lelaki itu mengelus kepalaku pelan.
"Aku tidak mau kamu hilang. Jika kamu mau menghilang pun, ayo kita menghilang sama-sama," katanya.
Aku hanya bisa terisak mendengarnya.
Demi Tuhan..
Belum pernah aku merasakan disayangi sehebat ini oleh siapapun selain keluargaku.
Belum pernah aku berulang kali mendengar pertanyaan "Kamu kenapa?" ketika aku mulai menunjukkan sisi terdingin ku.
Belum pernah aku mendengar kalimat-kalimat menenangkan seperti yang Senja ucapkan saat ini.
"Bahkan, jika aku bisa memutar waktu pun. Yang ingin ku temui pertama kali adalah kamu."
- Zia DineshcaraBolehkah aku bersikap egois sekarang?
Aku tidak ingin tinggal di dunia sepi ku lagi.
Aku ingin menetap disini, di dunia penuh warna dan kebaikan manusia.
Tentunya di satu dunia dimana Senja Ganesh Janardhana hidup di dalamnya.
***
"Senja, mengapa kamu tidak mengizinkan aku pergi?" tanyaku.
Senja menoleh ke arahku, kemudian kembali menatap langit. "Karna aku bahagia bersamamu, jika kamu pergi, bagaimana caranya aku bisa bahagia lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA SENJAKU
Roman pour Adolescents"Perpustakaan adalah tempat awal aku menemukanmu."-Zia Dineshcara. "Perpustakaan adalah tempat awal aku memberanikan diri mengajak bicara seorang bidadari."-Senja Ganesh Janardhana.