Ford memandang seorang pria yang tertidur lelap di sebelahnya dalam diam. Melihat pria itu tidur pulas dengan rambut berantakan membuat bibirnya melukiskan senyum lebar. Sebuah bantal diambil lalu dipeluknya erat.
"Sampai saat ini aku masih belum percaya kalau sekarang aku tinggal bareng Phi Mark. Masih terasa seperti mimpi, tapi nyata." Monolognya.
Beranjak meninggalkan ranjang, Ford memilih meninggalkan Mark, tanpa berniat membangunkannya. Sebuah ponsel di atas nakas diambil olehnya.
"Kemarin, Phi Mark masak untukku. Sekarang aku mau coba masak untuk dia, ah."
Ford menggulir layar ponsel dengan hati riang. Mencari resep masakan yang mudah untuk dimasak oleh seorang pemula seperti dirinya. Akhirnya, pemuda bertubuh mungil itu memilih memasak nasi goreng dan telur dadar.
"Ayo masak, Ford. Semangat!" Ford berucap dengan tangan terkepal lalu meluncur menuju dapur.
Semua bahan masakan yang dibutuhkan sudah tersedia di dalam kulkas. Langsung saja Ford mengeksekusinya. Beruntung ia memiliki sisa nasi kemarin malam yang masih bagus.
***
Di tempatnya, Mark bangun sambil melihat sekeliling. Teman tidurnya itu tidak berada di sana. "Ford ke mana?" tanyanya sambil mengucek mata.
Mark beranjak meninggalkan kamar guna mencari keberadaan Ford. Harum masakan menarik perhatiannya. Tidak salah lagi, Ford berada di dapur. Tengah bergelut dengan kompor, wajan dan teman-temannya.
"Kamu masak apa?" tanya Mark menghampiri pemuda itu.
"Eh, udah bangun? Aku belum selesai masak loh," balas Ford sedikit menyayangkan Mark yang bangun terlalu cepat. Keinginannya memberi kejutan pada pria yang lebih tua darinya itu gagal.
"Kamu ngapain masak coba? Biar aku yang masak untukmu setiap hari," cetus Mark lagi.
"Aku, kan, pengen juga masak untuk Phi Mark. Emang gak boleh?"
"Boleh, kok, tapi lain kali masaknya harus lebih fokus, ya. Lihat, tuh, telur dadarmu jadi gosong."
Ucapan Mark sukses membuat Ford mengalihkan pandangannya ke wajan. Asap mulai membumbung dan warna telur itu tidak lagi kuning, melainkan cokelat pekat. Buru-buru Ford mematikan kompornya.
"Gara-gara Phi Mark ngajak aku ngobrol, telurnya jadi gosong." Ford berucap dengan bibir manyun.
"Lah, kenapa aku? Salahmu yang kurang konsentrasi. Seharusnya kamu bisa memasak sambil berbicara denganku."
Ford menatap Mark selama beberapa detik sebelum mengentakkan kaki dan pergi. Tingkahnya itu membuat Mark tertawa. Pagi-pagi melihat pemandangan lucu seperti itu menambah energinya.
"Kamu ngambek, hah?" Mark bertanya seraya meletakkan menu sarapan pagi di atas meja.
"Enggak," balas Ford tanpa melihat lawan bicaranya.
"Baguslah kalau kamu gak marah, karena tindakanmu tadi bisa membahayakan." Mark berucap lalu menyuap nasi goreng dengan telur dadar yang baru saja dimasak pacarnya itu.
"Ihh, kenapa dimakan telur dadarnya? Kan gosong."
"Kenapa? Ini, kan, masakanmu. Mana mungkin aku gak makan."
"Tapi, kan, gak enak."
"Enak, kok. Rasanya jadi unik. Ada pahit-pahitnya gitu. Kalau nasi gorengnya, sih, juga sedikit gosong dan keasinan," komentar Mark.
"Tuh, kan, gak enak. Udah, ah, gak usah dimakan." Ford menarik piring Mark.
"Gimana bisa aku kerja kalau gak ada tenaga kaya gini?" Mark bertanya dengan posisi menghadap Ford.
"Aku belikan bubur aja, ya. Di depan komplek, kan ada. Janji bakal cepat, deh," jawab Ford seraya beranjak dari tempat duduknya.
Mark mencegah kepergian Ford dengan menariknya ke pangkuan. "Lama. Lebih baik aku makan kamu aja, sekarang," katanya serius.
Ford bergeming di tempatnya. "A ... aku ... b ... belum siap," ucapnya pelan dan terbata.
"Kamu gak berhak nolak, loh. Aku sangat lapar dan menginginkan makananku sekarang juga!" Lagi-lagi Mark berucap serius.
"T ... tapi ... aku ...."
Tawa keras Mark seketika pecah. Ia lalu mengusak rambut Ford gemas. "Kenapa kamu lucu banget, sih? Aku gak akan makan kamu, kok. Setidaknya untuk sekarang."
Selesai.
![](https://img.wattpad.com/cover/336452467-288-k335359.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Will Find a Way [End]
KurzgeschichtenMark dan Ford berusaha keras mematikan rasa yang tumbuh di hati mereka. Saling menjauh adalah cara yang paling masuk akal. Nyatanya, jarak sedikit pun tidak mengikis rasa yang mereka punya. Sejak awal, keduanya telah terikat. Raga itu bekelana jauh...