14. Izin Mark

91 16 0
                                    

Hai, hai 👋
Siapa, nih, yang nungguin cerita ini update??
Oh, gak ada ya?
Hmm, yaudah, deh 🤧🙃

Meskipun gak ada yang nungguin, aku tetap bakal update, kok 🤭

Happy reading 💫

***

Netra Ford membola kala menatap sekumpulan anak kucing lucu di sebuah toko hewan. Mereka sangat lucu sehingga Ford tidak tahan untuk sekadar melihat tanpa menyentuhnya. Bulu kucing itu halus dan lembut. Tatapan matanya berbinar dan seakan berharap Ford mengadopsinya.

Ford meremas dada bagian kirinya. "Lucu banget. Aku gak kuat," katanya dengan mata terpejam. "Pengen adopsi, tapi apa Phi Mark ngizinin?" tanyanya lagi pada diri sendiri.

Sejujurnya, sudah sejak lama Ford ingin memiliki hewan peliharaan, tetapi ia belum memiliki kesempatan untuk memberitahukan hal tersebut pada Mark, sebab lelaki itu tidak pernah terlihat tertarik pada hewan.

"Cing, kucing lucu, kamu aku foto dulu, ya. Nanti aku balik lagi setelah mendapatkan izin adopsi kamu dari Phi Mark," ucap Ford lalu mengambil beberapa potret lucu si kucing.

"Dadah. Sehat-sehat di sini, ya. Makan yang banyak," kata Ford lagi sebelum beranjak pergi meninggalkan toko hewan tersebut. Jika tidak memikirkan Mark, maka ia sudah membawa pulang kucing tersebut dan merawatnya.

"Pokonya, aku harus mendapatkan izin dari Phi Mark. Kucingnya lucu banget soalnya," kata Ford lagi dengan tangan terkepal. Ia yakin akan mendapatkan izin merawat hewan peliharaan dari Mark.

Setidaknya itulah yang ada di pikiran Ford beberapa jam lalu, sebelum akhirnya ia mendapatkan jawaban pasti dari mulut sang empunya.

"Phi, ayolah. Aku pengen banget punya hewan peliharaan. Aku sering kesepian tahu, kalau Phi lagi kerja," kata Ford memasang wajah cemberut.

"Aku gak begitu suka dengan hewan. Kalau kamu merawat kucing, nanti bulunya ada di mana-mana. Belum lagi dengan keaktifannya yang suka merusak barang-barang di rumah," tukas Mark memberikan penjelasan.

"Enggak, Phi. Aku janji akan rawat dia dengan baik. Janji, deh, dia gak bakal nakal." Ford kembali berucap serius.

"Kucing itu pada dasarnya emang udah nakal, Nong. Kamu gak akan bisa merubahnya, karena udah fitrah dari seekor kucing begitu."

"Lihat ini deh, Phi." Ford menunjukkan ponselnya pada Mark. "Lucu, kan? Wajahnya juga adem dan saat aku main dengannya, dia kalem banget loh, Phi. Ya, ya, boleh, ya. Izinin aku pelihara kucing itu. Aku kesepian banget di rumah kalau Phi lagi kerja. Kalau ada kucing ini, kan, aku ada temennya."

Mark beradu tatap dengan Ford selama beberapa detik. "Kamu kesepian? Yaudah, ikut Phi kerja aja," katanya tiba-tiba.

"Hah? Enggaklah, Phi. Aku gak mau ganggu Phi Mark kerja."

"Katanya kamu kesepian?"

"Iya, kesepian, tapi gak harus ikut Phi pergi ke tempat kerja juga," jawab Ford kesal.

Mark tertawa kecil. "Gimana kalau kamu aja yang jadi kucing aku? Tiap hari aku bakal sayang-sayang kamu, elus-elus kamu, peluk kamu, kasi makan kamu dan mandiin kamu. Gimana? Tawaran yang menarik, kan?"

Ford melayangkan tinju ke perut Mark yang sontak membuat lelaki itu meringis. "Enggak, deh, Phi. Gak minat," katanya.

"Kenapa kamu kasar banget," adu Mark dengan wajah memelas.

"Ya, maaf, refleks, Phi. Lagian aneh-aneh aja. Aku serius, loh, tapi kalau Phi gak ngasi izin, sih, gak papa. Aku akan tetap adopsi kucing itu. Biar deh Phi Mark marah." Ford berbalik lalu beranjak pergi.

"Eh, eh, jangan ngambek gitu dong. Yaudah, iya. Aku izinin kamu adopsi dan rawat kucing itu, tapi ingat, ya, dirawat baik-baik." Mark akhirnya mengalah. Sejak awal, ia memang tidak memiliki kesempatan untuk mengalahkan Ford.

"Iya, janji. Makasih, Phi." Ford melompat girang sebelum berhambur ke pelukan Mark.

"Sama-sama, Sayang," balas Mark sembari menepuk-nepuk pelan puncak kepala Ford.

Selesai

Love Will Find a Way [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang