046. Overdosis

293 29 0
                                        

"Lelah dengan dunia, tapi masih punya alasan untuk tetap bertahan hidup."

~FEARFUL~


•••

"Uhuk ... Uhuk ...."

Ketiganya mendekat ke ranjang saat gadis itu terbangun. Raka langsung naik ke kasur, lalu duduk di sisi kanan Allea sambil meletakan punggung tangan di dahinya. Sedangkan Jeff dan Riko duduk sisi kirinya. Suhu tubuhnya semakin naik, detak jantung meningkat, dan keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.

"Lea, ayo ke rumah sakit," tawar Raka.

Gelengan pelan Allea membuat Jeff berdecak kesal. "Lo udah mau sekarat kayak gini, masih aja keras kepala."

"G-gue baik-baik saja ... uhuk ... cukup tidur sebentar, pa-pasti kembali sehat." Ia merapatkan mata karena sejak tadi matanya memaksa terpejam kembali.

Riko mengguncang bahunya. "Ini bukan waktunya tidur, Lea!"

Mata Allea kembali terbuka. "Gue ngantuk."

"Tahan. Jangan tidur!!" perintah Jeff.

"Tap ... huekk ...."

Perut gadis itu terasa sakit dan membuatnya mual. Raka membantunya duduk, kemudian mengelus punggungnya.

"Kalian jaga Lea! Gue mau hubungin dokter dan juga Oma Sarah."

Jeff keluar dari kamar untuk menghubungi dokter keluarganya. Sekalian menunggunya di luar.

Allea menutup mulut dengan telapak tangan. "Gu-gue mau munt ... huekk ...."

Kedua pemuda itu membantunya berdiri dan menuntunnya menuju toilet. Tubuh lemah Allea berjongkok di depan kloset, berusaha memuntahkan isi perut. Mukanya memerah karena tenggorokan terasa gatal dan perih. Sebab belum makan apa-apa beberapa jam ke belakang, yang keluar dari mulutnya hanya air dan beberapa obat yang sudah tak terbentuk.

Raka dan Riko semakin khawatir melihat kondisinya. Jijik atau tidak, mereka lebih peduli pada keadaan gadis itu.

"Kita ke rumah sakit, ya?" bujuk Raka lembut.

Mata Raka berkaca-kaca, sejak tadi menahan air mata. Ia ikut berjongkok di sampingnya sambil menepuk-nepuk pangkal leher Allea dan sebelah tangan memegang tisu untuk menyeka bibir gadis itu.

"Gue benci tempat itu! Gue kehilangan ... orang-orang tersayang setelah dari tempat itu. Apakah ... selanjutnya g-gue yang akan pergi?" ucapnya sambil memukul dada yang nyeri.

"Nggak, Lea. Lo akan baik-baik aja."

"Gue mau mati aja!"

"LEA, JANGAN BICARA SEMBARANGAN!" teriak Riko kesal.

Riko berdiri di samping mereka. Mengacak rambut frustasi melihat keadaan sahabatnya. Masalah keluarganya cukup menguras tenaga, di tambah kondisi Allea yang membuatnya pusing. Ia meninju tembok di depannya, membuat tangannya memerah.

"Riko, kendalikan diri! Ga usah tambah-tambah masalah," tegur Raka meliriknya sejenak, lalu kembali fokus pada Allea yang masih muntah-muntah.

"Gue capek! Ngantuk, mau tidur!" keluh Allea dengan air mata mengalir di pipi.

"Tahan, ya, Lea! Dokter bentar lagi datang."

Raka membantu Allea berdiri dan membawanya kembali ke kasur saat ia sudah berhenti muntah. Namun, belum sampai di tempatnya, tubuh Allea ambruk dan kehilangan kesadaran. Riko langsung membantu Raka mengangkatnya ke tempat tidur.

Beberapa menit kemudian Jeff datang bersama seorang dokter dan segera memeriksa keadaan Allea.

***

Saat membuka mata, yang pertama dilihatnya adalah lampu yang menyilaukan mata. Ia mengedarkan pandangan dan bernafas lega saat tahu masih berada di kamarnya. Di dekatnya seseorang tidur sambil menggenggam tangannya.

Wanita yang akhir-akhir ini sangat sibuk untuk menafkahi cucunya di usia yang tidak lagi muda. Wanita itu terbangun saat menyadari pergerakan orang di sampingnya.

"Lea, kamu sudah bangun?" Oma Sarah langsung duduk sambil mengucek mata. "Oma ambilkan makanan dulu, ya! Kamu belum makan apapun seharian ini."

Ia berjalan tergesa ke luar kamar dan menutup pintu pelan.

Allea memegangi kepalanya yang sakit. Seluruh tubuhnya terasa nyeri. Netranya melirik jam yang menunjukan pukul sepuluh lewat. Ia memperhatikan tangan kirinya yang tertutup perban. Ingatannya kembali beberapa jam ke belakang saat nekat ingin mengakhiri hidup. Setetes air mata keluar dari pelupuk matanya.

Sebelumnya tidak pernah terpikir untuk mengakhiri hidup, tapi hari ini ia berada di titik terendah dalam hidupnya.

Ia lelah, sangat lelah.

Pintu terbuka, membuat lamunannya buyar. Bukan neneknya yang datang, melainkan tiga pemuda yang masuk ke dalam kamarnya. Mata Raka sembab, begitu pula dengan Riko. Berbeda dengan Jeff yang menatapnya lurus tak terbaca.

Mereka mendekat padanya. Jeff duduk di sisi ranjang, sedangkan Raka dan Riko berdiri di sampingnya.

"Ka—" Allea memegangi lehernya yang terasa perih.

"Ga usah dipaksa kalau ga bisa," tegur Jeff saat gadis itu masih memaksakan diri ingin bicara.

"Apa masih sakit?" tanya Raka lembut.

"Sedikit," bisik Allea pelan.

"Istirahat yang banyak dan jangan banyak pikiran!" nasihat Riko.

Allea tersenyum manis sebagai jawaban. Meski nampak dipaksakan.

"Dokter bilang, lo overdosis obat. Untung masih gejala awal dan daya tahan tubuh lo lumayan kuat. Obatnya belum terlalu bekerja saat lo muntahin. Tapi kita ga tau dampak jangka panjang obat ga jelas yang lo konsumsi itu."

Pandangan gadis itu beralih pada Jeff yang duduk di dekatnya. Ia menoleh ke sembarang arah saat tatapan pemuda itu menajam.

"Sejak kapan lo konsumsi obat-obatan itu?"

Allea ragu menjawabnya, tapi tidak bisa lagi berbohong pada mereka di saat seperti ini. "G-gue minum obat tidur udah lama karena insomnia ... kalau obat penenang gua minum saat gelisah dan obat anti depresi, belum lama ini." Penjelasannya sangat pelan, tapi masih bisa dimengerti.

Allea mengalami kesulitan tidur sejak lama dan semakin parah setelah kepergian orang tuanya. Awalnya hanya minum 1 atau 2 saja dalam seminggu. Lama kelamaan, ia mulai mengkonsumsi 1 atau dua pil setiap hari saat malam. Beberapa Minggu terakhir baru mulai mengkonsumsi obat penenang dan anti depresi yang dijual bebas, setelah konsul ke dokter secara online.

"Kenapa, Lea? Kenapa lo harus nyakitin diri sendiri?"

Raka memegang bahunya. "Bukan waktunya untuk bahas itu, Jeff."

"Terus kapan?"

"Entahlah, tapi jangan sekarang."

Suasana jadi hening setelahnya. Untungnya Oma Sarah datang membawa makanan untuk Allea. Raka segera membantunya duduk bersandar di kepala ranjang. Setelah mengantar makanan, neneknya kembali ke dapur untuk beberes.

Allea tidak memakan makananya, hanya mengaduknya pelan menggunakan sendok.

"Gue mau minta bantuan, mungkin ini terakhir kali gue nyusahin kalian."

"Lo ga nyusa—"

"Lo emang nyusahin," Jeff memotong ucapan Raka. "Kalau ga mau nyusahin, jangan suka nyiksa diri sendiri. Pikirin orang-orang yang sayang sama lo. Gue takut kehilangan lo, Allea. Gue ga akan maafin diri sendiri jika terjadi sesuatu sama lo."

"Jika bukan karena ingat kalian, mungkin ... gue sudah mati."

Ketiga pemuda itu bungkam mendengar perkataannya.















FEARFUL (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang