Part 8

90 3 0
                                    

Begitu mobil yang dikendarai Tio berhenti, Joano langsung membuka pintu dan berlari sekuat tenaga menjauh dari lelaki itu. Ia tidak tahu harus melangkah kemana, tidak ada tempat yang menjadi tujuannya. Yang Joano pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya menghindar dari perangkap Tio.

"Berhenti lo bocah sialan!"

Teriakan Tio tak mematahkan semangat Joano untuk kabur dari lelaki itu. Ia terus melajukan kakinya semakin cepat meski merasakan ngilu di sekujur tubuhnya.

"Berhenti lo! Awas aja kalo ketangkep."

Seperti sebuah mantra, begitu Tio mengatakan kalimat itu tak selang berapa lama kaki Joano tersaruk sebuah benda hingga membuatnya jatuh tersungkur ke pinggir jalan. Saat Joano akan bangkit dan berlari lagi, kakinya tiba-tiba saja merasa nyeri, ia tidak bisa menopang tubuhnya dan membuat dirinya kembali terjatuh.

"Diem lo! Jangan kabur lagi."

Joano menoleh ke belakang dan mendapati Tio kian mendekat ke arahnya. Bocah itu semakin panik dan berusaha untuk merangkak tapi Tio lebih dulu mencengkeram baju Joano.

"Berani-beraninya lo mau kabur dari gue. Nantangin gue, lo, Huh?"

Joano mengatupkan kedua tangannya lalu memohon ampun lagi kepada Tio. "Ampun, maafkan aku. Jangan pukul lagi, maafkan aku."

Tio tersenyum kecut, "Siapa suruh lo maen-maen di sana! Enak lo, ya! Kalo ketahuan Margaret, gue lagi yang kena."

"Aku nggak akan ngulangi lagi, maafkan aku." Rintih Joano lagi.

Tanpa menjawab, Tio memukul wajah bocah itu lagi.

"Maafkan aku."

Tio hendak memukul Joano lagi, namun tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang perempuan.

"Hentikan!" Teriaknya.

Tio mendongak dan menemukan seorang perempuan sedang berdiri tak jauh dari tempatnya berada, dan detik itu juga Tio baru menyadari jika kini dirinya dan Joano tengah berada di jalan yang sangat dekat dengan kafe Kepas, saking dekatnya bahkan keberadaan keduanya bisa terlihat jelas apabila dilihat dari dalam kafe.

"Bocah sialan. Lo sengaja lari ke sini biar orang-orang tahu kalo gue mukul lo, kan?" Tio hendak memukul Joano lagi tapi suara teriakan perempuan itu kembali terdengar.

"Hentikan!"

Tio menghempaskan baju Joano saat perempuan itu berlari ke arah mereka.

"Sialan." Gumam Tio.

"Joano." Perempuan itu, Helen, langsung menghampiri Joano dan memeluk bocah itu. "Wajah kamu kenapa?"

Tak menjawab, Joano hanya menangis tersedu-sedu. Dalam benaknya ia sangat bersyukur melihat kehadiran Helen di hadapannya.

"Apa yang anda lakukan pada anak sekecil ini." Helen berteriak geram melihat Tio yang acuh pada Joano.

"Bukan urusan lo!" Tukas Tio sinis. Ia menjulurkan tangannya ke arah Joano dan memberi kode untuk mendekat kepadanya. "Heh, sini."

Joano menyembunyikan wajahnya ke dalam pelukan Helen, ia juga mencengkeram erat pergelangan tangan perempuan itu. Dan sekali lagi Helen menatap wajah Joano yang sudah dipenuhi dengan darah dan luka lebam. "Dia yang ngelakuin?"

Joano menganggukkan kepalanya, napasnya masih tersengal-sengal diiringi dengan rintihan yang tak kunjung berhenti.

"Balikin anak itu ke sini! Ini bukan urusan lo!" Kata Tio dengan nada kesal.

Helen menegakkan tubuhnya sembari menyembunyikan Joano ke belakang tubuhnya. Kedua bola mata perempuan itu menyorot tajam raut wajah Tio. "Mulai sekarang semua urusan anak ini menjadi urusan saya."

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now