Part 34

49 5 0
                                    

Joano menghentikan skuternya setelah sampai di parkiran sekolah. Sementara, di belakang lelaki itu ada yang Luna segera turun dan melepas helmnya.

"Ini gue bawain sarapan. Jangan lupa dimakan. Awas aja kalo sampe pingsan lagi." Titah Joano sambil menyodorkan kotak bekal yang barusan ia ambil dari dalam tasnya.

"Iya, bawel." Kata Luna sambil meraih kotak itu.

"Mulai sekarang gue bakal pastiin lo makan tiga kali sehari."

"Baik banget tuan muda satu ini. Pantesan cewek-cewek pada nyantol." Goda Luna sembari mengelus dagu Joano.

Joano memalingkan wajahnya. Ia heran dari mana Luna belajar menggoda orang dengan cara seperti itu. Ia mendengus sebal. "Lo kira gue doggy apa."

"Emang kenapa sih, doggy lucu. Doggy~" kali ini Luna mengelus puncak kepala Joano.

Joano menjauhkan kepalanya dari tangan Luna. "Iya lucu kalo lo ngelus doggynya bukan ke gue."

Luna meringis, jarang-jarang bukan Joano kesal padanya. Biasanya dirinya yang selalu jadi korban keisengan mulut Joano.

"Luna~~~"

Suara familiar itu berhasil membuat Joano dan Luna menoleh ke arah sumber suara. Di sana, Bianca berlari ke arah keduanya dengan berseru cukup kencang. Gadis itu lantas memeluk erat Luna.

"Katanya lo sakit ya, semalem Joano baru ngasih tahu gue. Chat gue kenapa nggak lo Balas, sih." Protes Bianca yang masih memberi pelukan erat pada Luna. "Huh? Kenapa?"

"Gimana mau jawab, orang lo meluknya kenceng begitu." Celetuk Joano menatap aneh Bianca.

Bianca tersadar akan pelukan eratnya. Ia kemudian melepas tubuh Luna lalu tersenyum memamerkan gigi kelincinya. "Sorry."

"Gue males banget buka chat. Paling ngangkat telepon Joano doang. Sorry juga." Jawab Luna menyesal.

"Jahat ih, trus gue nggak dianggep sahabat gitu sama lo." Rajuk Bianca lagi, kali ini ia mengerucutkan bibirnya.

"Iya, iya sorry." Luna merogoh tasnya kemudian mengeluarkan ponselnya. "Yaudah, gue bales nih chat lo." Katanya sambil mengetik pesan yang ditujukan kepada Bianca.

"Nggak lucu, ih." Bianca lantas mengapit kepala Luna menggunakan lengannya.

"Woi, woi, woi. Belum beneran sehat dia." Tungkas Joano sembari berusaha melepas tangan Bianca.

Bianca tersadar. "Oh, iya. Sorry lagi."
Luna tertawa. "Gue maafin, anggep aja ini bayaran gue nggak balas chat lo."

Bianca dan Luna tertawa bersama, sementara Joano ikut meringis terpaksa.

***

Setelah bel berbunyi, Luna rencananya akan pergi ke perpustakaan bersama Bianca. Namun, belum sempat mereka keluar kelas, Bella lebih dulu memanggil gadis itu dan mengajaknya ke lapangan basket untuk mengatakan sesuatu.

"Mau ngomong apa, Bel?" Tanya Luna saat melihat Bella nampak ragu mengatakan apa yang ingin ia katakan.

Bella tersenyum kaku. "Waktu itu aku pernah bilang sama kamu kalau aku suka sama Joano kan, Bel?"

Luna mengangguk. Bukan hanya ingat jika Bella mengatakan kalau gadis itu menyukai Joano, tapi ia juga melihat dan mengingat saat mereka berciuman. Akan tetapi, tidak mungkin juga kan kalau ia mengatakan semuanya? "Iya." Jawab Luna singkat.

"Aku udah ngungkapin perasaanku ke Joano, tapi ditolak." Aku Bella. Ia kemudian tersenyum miris.

Luna menelan ludah dengan susah payah. Ia tidak tahu harus memberi reaksi apa kepada Bella. Ia mengira mereka berdua sudah jadian, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Lalu apa maksud ciuman mereka? Joano memang tipe orang yang mudah bergaul dengan siapapun, tapi lelaki itu juga bukan tipe orang yang seenaknya melewati batas saat bergaul dengan lawan jenis, Joano punya sopan santun yang sangat bagus, Luna tahu itu.

"Mungkin aku ngungkapinnya terlalu cepet makanya dia langsung nolak," lanjut Bella. "Kita bahkan belum lama kenal tapi aku seenaknya ngungkapin perasaan. Jujur, aku juga nggak enak sama dia."

Luna diam, ia masih tidak tahu harus memberi reaksi seperti apa.

"Kamu beneran nggak suka sama Joano lebih dari teman kan, Lun?" Tanya Bella memastikan.

"Ya, enggaklah, Bel. Gue emang deket sama Joano tapi nggak sampe ke tahap itu." Jawab Luna dengan hati-hati. Ia memang kesal dan cemburu saat Joano lebih dekat dengan orang lain melebihi dirinya, tapi untuk dibilang suka sebagai lawan jenis, Luna ragu akan perasaannya.

Bella tersenyum lega. "Syukur deh. Berarti gue masih punya kesempatan. Selain karena kecepatan, gue kira kemarin gue ditolak gara-gara nggak mau nyakitin perasaan lo."

Luna mengibaskan tangannya sambil tertawa. "Ya nggak mungkin lah, Bel. Itu semua masalah perasaan Joano, nggak ada hubungannya sama sama gue."

"Kalau gitu kamu beneran mau bantuin aku buat lebih deket sama Joano lagi, kan?" Bella meraih tangan Luna dan menggengamnya erat. Kedua bola mata gadis itu menatap Luna penuh harap.

Luna mengangguk sambil membalas genggaman tangan Bella. Ia tersenyum lalu menjawab, "Iya."

Bella lantas memeluk Luna saking senangnya. "Makasih banyak ya, Lun. Makasih banyak."

Bella melepaskan pelukannya. "Nanti kalau aku berhasil jadian sama Joano, kamu aku traktir makanan enak."

"Nggak usah, Bel. Nggak perlu sampe segitunya." Tolak Luna halus. Ia ingin membantu Bella bukan karena ingin mendapatkan traktiran gadis itu, melainkan ingin melihat Joano bahagia bersama orang yang menyayanginya.

"Chill. Gue seneng kalau orang yang ada disekitar Joano ikut seneng." Katanya sambil tersenyum sumringah.

Luna menyungging sudut bibirnya. Ia ikut senang karena Joano begitu disayang oleh banyak orang, namun disisi lain ia merasa sedih karena akan ada orang yang lebih dekat dengan Joano dari pada dirinya. Saat itu Luna baru menyadari betapa egois dirinya yang menginginkan Joano untuk selalu berada di sampingnya.

"Oh ya, Bel. Kalau boleh tahu, kenapa sih kamu suka sama Joano?" Pertanyaan itu keluar begitu saja di mulut Luna. Pertanyaan macam apa itu? Seketika Luna menyesali perkataannya sendiri.

Joano memang bukan orang paling tampan dan paling populer di sekolah, di atas itu masih ada Daniel. Namun, visual Joano juga tidak bisa dianggap remeh. Jika ada peringkat dengan kategori lelaki paling tampan, mungkin ia masih bisa masuk ke dalam peringkat sepuluh besar. Apalagi, didukung dengan prestasi di bidang akademik juga kepandaiannya dalam bergaul, yakin siapapun perempuan tidak akan menolak dengan pesonanya.

Bella mengulum senyum. "Sebenernya aku udah klik aja pas hari pertama masuk sekolah, trus yang bikin aku nambah suka karena dia tulus berteman sama aku, dia tulus saat ngajarin aku pelajaran yang aku nggak ngerti. Dia juga tulus saat ngasih pujian ke orang lain. Aku suka sama kepribadian Joano."

"Di tempat aku sekolah dulu aku nggak pernah ketemu orang yang beneran tulus sama aku, mereka ngajak bertemen, ngajak pacaran karena ada maunya. Makanya aku suka banget sama kepribadian Joano. Dan, seiring berjalannya waktu aku beneran suka sama dia, bukan hanya sebagai teman sebangku, tapi juga sebagai seorang cowok. Karena itu, walaupun aku udah ditolak sama Joano, aku bakal usaha lagi. Kemarin aku bener-bener gegabah dan mikir panjang kalau pendekatan juga butuh proses."

Luna tenggelam dalam pikirannya, entah mengapa setiap kata yang dilontarkan Bella begitu menyakitkan hatinya. Bukan kah seharusnya ia senang karena ada perempuan tulus yang menyayangi Joano? Tapi kenapa hatinya harus sesakit itu. Luna kesal sendiri karena tidak menemukan jawaban yang pas untuk menggambarkan isi hatinya.

***

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now