Part 15

95 4 0
                                    

Luna meletakkan kembali gelas itu lalu menunduk ke sembarang tempat. Ia tiba-tiba menangis sejadi-jadinya.

"Kok nangis, sih. Iya, maaf, maaf." Joano menghampiri Luna dengan perasaan bersalah. "Gue cuma bercanda."

Luna mendorong tubuh Joano saat lelaki itu berusaha untuk meraih wajahnya. "Bisa nggak, sih, lo nggak gangguin gue. Gue itu capek. Gue capek harus belajar setiap hari, gue capek jadi ambisius, gue capek kurang tidur, gue capek lo gangguin gue."

"Iya maaf. Jangan nangis, dong. Maaf."

Sungguh, Joano merasa bersalah telah membuat Luna menangis seperti itu. Selama ini Luna tidak pernah menangis saat Joano mengganggunya, paling gadis itu hanya mengumpat atau menonjok saat ia merasa kesal, tapi, kali ini berbeda. Luna menangis seakan dunia impiannya baru saja runtuh.

Kedua bola mata gadis itu terus meneteskan air mata, hidungnya memerah bahkan seluruh wajahnya berkeringat. Dalam tangisannya yang tersedu-sedu Luna kembali melanjutkan perkataannya yang belum selesai, "lo itu kalau bercanda suka nggak liat sikon, main terobos aja," sesekali Luna menjelaskan dengan sesegukan, "lo nggak lihat gue lagi capek apa enggak. Lo selalu ngusilin gue disetiap kesempatan. Lo selalu kayak gitu."

Joano menatap pilu gadis itu. Apakah karena orang tuanya hari ini bertengkar? Makanya ia meluapkan emosinya. Sepertinya bukan hanya karena Joano berbuat usil, tapi ada sesuatu yang mengganjal hati makanya Luna menangis.

Joano menundukkan kepala karena tidak tahu harus berbuat apa supaya amarah Luna segera mereda. Baiklah, lebih baik Joano mendengarkan saja apa isi hati Luna. Bukankah dengan menangis sambil mengeluarkan unek-unek, akan membuat hati seseorang meresa lega?

Ya, Joano sekarang mengerti, karena itu ia lebih memilih diam menunduk sambil mendengarkan keluh-kesah Luna, siapa tahu lelaki itu bisa membantu Luna mengatasi masalah yang sedang ia alami.

Luna mulai mengatur napasnya saat ia sudah merasa lebih baik, gadis itu juga menerima tisu yang Joano ulurkan padanya. "Kok ekspresi lo gitu."

Joano mendongakkan kepalanya, menatap Luna tak mengerti. "Huh?"
Luna tiba-tiba tertawa melihat ekspresi wajah Joano yang nampak seperti anak kecil sedang dimarahi ibunya karena melakukan kesalahan.

"Kenapa?" Tanya Joano masih tak mengerti. Ia bingung melihat perubahan emosi Luna yang sangat cepat.

"Muka lo kenapa gitu?"

Telapak tangan Joano menyentuh dan menyeka wajahnya, barang kali ada sesuatu yang menempel sampai membuat Luna tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Lelaki itu ikut tertawa melihat reaksi Luna. "Kenapa, sih, Lun."

"Bodo, capek."

"Sekarang udah nggak marah lagi, nih?"
Luna menganggukkan kepalanya.

"Yaudah, main sunda manda, yuk?" Tawar Joano sambil membereskan barang-barang yang berantakan, seperti: gelas, tisu dan bantal sofa.

"Lagi nggak mau main." Sesekali Luna menjawab dengan sesegukkan.

"Mau jalan-jalan?" Tawar Joano lagi.

Luna berpikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui tawaran Joano.

"Yaudah. Sana, siap-siap. Gue ganti baju dulu." Joano berdiri lebih dulu lalu mengulurkan tangannya pada Luna, membantu gadis itu untuk berdiri.

"Jangan nangis lagi. Nanti gue tunggu di depan."

"Iya." Jawab Luna singkat.

Setelah beberapa menit merias diri, Luna akhirnya keluar rumah. Di sana sudah ada Joano yang siap untuk diajak jalan.

"Tuan putri, dandannya lama banget." Komentar Joano begitu Luna menampakkan diri.

"Setengah jam doang." Timpal Luna.

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now