Part 12

94 4 0
                                    

JANGAN LUPA LIKE AND COMMENT YA GUYS. THANKS ☺️

Baru pukul 06.30 pagi, tapi ponsel Luna sudah berkali-kali berdering karena mendapat panggilan telepon dari tetangga sebelah, Joano Putra.

Luna mendengus sebal, padahal biasanya mereka berangkat pukul 06.45 atau pukul 07.50, tapi entah Joano mau melakukan apa di sekolah, yang jelas lelaki itu sudah meminta Luna dari semalam untuk bangun lebih awal.

Luna mengambil ponsel yang berada di atas ranjangnya itu lalu menggeser layar ponselnya. Menampilkan sosok Joano yang berada di luar sana, yang sudah rapi dengan perkakas untuk berangkat sekolah.

"Cepetan woi! Lama banget." Titah Joano.

Luna menyenderkan ponselnya di meja belajar, ia lalu mengambil sebuah outer dari lemarinya. "Sabarrrrr. Lagi lo mau ngapain si, berangkat pagi banget."

"Mau transaksi barang ilegal, pake nanya lagi. Makanya kalo orang ngomong itu di dengerin bukannya malah ditinggal tidur."

Luna tak menghiraukan perkataan Joano. Ia justru nampak kesusahan membuka resleting outer denimnya.

"Udah, belom?"

Teriakan Joano membuat Luna mendecak sebal. Ia menaikkan nada bicaranya. "Ntar dulu! Ini resletingnya nggak bisa."

"Yaudah bawa sini."

"Yaudah, gue tutup teleponnya." Belum mendapat persetujuan dari Joano, Luna sudah menggeser tombol merah di layar ponselnya.

Luna segera keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga. Ia berhenti sejenak di ruang makan dan meraih selembar roti, tak lupa ia mengoleskan selai cokelat di atas roti itu lalu menyuapkan ke dalam mulutnya.

Tidak ada orang lain selain dirinya di rumah. Kedua orang tua Luna benar-benar sibuk bekerja, bahkan Ayahnya semalam tidak pulang ke rumah hingga membuat Marisa uring-uringan, setelah drama sepanjang malam, Mamanya berangkat lebih pagi dan entah keributan apa lagi yang Marisa akan lakukan di luar sana.

Di rumah itu, hanya terdengar derap langkah kaki Luna yang sedang berlari, sedikit menambah keramaian bangunan dengan gaya minimalis berlantai dua itu.

Luna segera memberikan outernya pada Joano untuk dibetulkan resletingnya.

"Emang lo mau ngapain, sih? Buru-buru banget." Luna menerima sebotol air mineral yang di sodorkan Joano.

Sementara Joano sedang memperbaiki, gadis itu sibuk melahap rotinya hingga habis tak bersisa. Lalu ia meneguk seperempat air mineral yang ada di tangannya.

"Udah gue bilang mau transaksi barang ilegal." Keduanya bertukar benda, Joano memberikan outer Luna sedangkan Luna mengembalikan air mineral milik Joano.

"Bercanda mulu, sih, lo. Orang nanya beneran." Baru beberapa menit mereka bertemu tapi Luna sudah dibuat kesal oleh Joano. Kedua bola mata gadis itu menatap sebal hingga membuat keningnya berkerut.

Joano tertawa sembari menaruh botol mineral itu ke bagasi depan. "Udah dibilangin, gue mau ambil papan mading di gudang."

"Kan bisa ambil barangnya lima menit sebelum masuk, pas jam istirahat juga bisa kali. Dari pada berangkat pagi buta begini."

"Gue nggak mau buru-buru, apalagi ganggu jam istirahat." Selama Luna mengoceh panjang lebar, Joano memasangkan helm di kepala gadis itu.
"Buruan. Udah jamuran, nih, gue nungguin lo."

"Iya, iya."

Joano segera melajukan skuter matiknya setelah Luna bersiap.

"Jo, minum."

Begitu skuter yang dikendarai Joano berhenti di lampu merah, Luna langsung meminta minum pada lelaki itu tanpa basa-basi. Karena Luna termasuk pengonsumsi air putih cukup banyak, Joano selalu siap siaga menyediakan air mineral di bagasi depan.

"Lama-lama gue bisa berenang di perut lo, Lun. Banyak banget airnya." Komentar Joano bertepatan saat Luna meneguk minumannya.

Luna sudah sering mendengar kalimat itu dari Joano, makanya ia tidak kaget atau tertawa saat mendengar perkataan Joano. "Brisik, Lo."

"Hai, Luna."

Seorang pengendara motor sport hitam yang baru saja berhenti di samping motor Joano langsung membuka kaca helm dan menyapa Luna.

Luna memberikan botolnya pada Joano, kemudian membalas sapaan orang itu dengan ramah. "Hai, Daniel."

"Tumben berangkatnya agak pagi. Biasanya mepet banget." Daniel sekilas melihat wajah Joano yang menampilkan muka masam.

"Iya, nih, soalnya Joano mau ngambil papan mading di gudang." Luna tersenyum, menampilkan eyes smile di akhir kalimatnya.

"Oh, gitu."

Tepat saat itu juga lampu hijau menyala.

"Kalau gitu, sampai ketemu di kelas ya. Bye." Lanjut Daniel. Lelaki tampan perawakan blasteran itu kemudian melajukan motornya setelah Luna membalas lambaian tangannya.

Dua detik kemudian Joano ikut melajukan kendaraannya. Muka masam masih terlihat sangat jelas di wajahnya.

"Daniel, tuh, perfect banget, ya. Udah kaya, ganteng, keren, ramah, pinter lagi. Kok, bisa, sih, segala kesempurnaan diborong sama dia semua. Emaknya dulu ngidam apa, ya?"

"Lah, gue juga cakep. Lebih pinter malah dari pada dia." Timpal Joano tak mau kalah.

"Haus pujian banget, sih, lo. Udah, nggak usah banyak omong. Lihat ke arah jalanan aja, noh, yang bener."

Joano tidak menimpali lagi, ia hanya fokus pada jalanan yang ada di hadapannya.

Di sekolah Joano mempunyai banyak teman, ia termasuk salah satu manusia yang energinya bertambah apabila bersosialisasi dengan manusia lainnya. Selain ramah dan mudah bergaul, Joano juga menjadi kebanggaan para guru karena otaknya yang pintar. Ia selalu menjadi rangking dua di sekolah selama dua tahun berturut-turut. Namun, untuk urusan Daniel, ego Joano tidak bisa diajak kompromi. Ia lebih sensitif saat berhadapan dengan teman sekelas yang selalu mendapat rangking empat atau lima itu.

Sementara itu, Luna, orang yang selalu menjadi peringkat satu di sekolah selama dua tahun berturut-turut adalah golongan orang yang energinya cepat habis apabila berada di keramaian, ia cenderung menjadi penyendiri setelah apa yang terjadi pada keluarga dan kematian kucingnya, mungkin jika ditanya siapa orang yang menjadi penyemangat Luna dalam menjalani kehidupan, jawabannya adalah Joano dan Helen. Namun, semenjak Helen mulai sibuk dengan pekerjaannya, Joano adalah satu-satunya orang yang menjadi tempat ia bersandar.

Luna memang bukan tipe orang yang mudah bergaul, namun saat di sekolah setidaknya ada dua orang lagi yang menjadi temannya. Yang pertama, ialah Bianca. Teman sebangku Luna yang kebetulan sama-sama penggemar berat Taylor Swift.

Sedangkan yang kedua adalah Daniel Marcellio. Mereka mulai dekat sejak penerimaan peserta didik baru. Selain selalu menjadi teman sekelas, Daniel juga sering membantu Luna dalam melakukan sesuatu. Misalnya, mengantar tumpukan tugas ke ruang guru, membantu piket mingguan dan beberapa hal yang dilimpahkan kepada Luna.

Bahkan, sempat ada rumor di sekolah yang mengatakan bahwa Daniel dan Luna sebenarnya sedang menjalin hubungan, namun karena keberadaan Joano yang selalu menempel bak perekat membuat keduanya harus mengakhiri jalinan asmara mereka.

Yang namanya rumor tetaplah menjadi rumor, kenyataan yang sebenarnya terjadi Luna tidak pernah menerima pernyataan cinta dari Daniel, apalagi berpacaran.

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now