7

116 23 0
                                    

Jungkook menoleh, ia terkejut mendapati sepasang suami istri tengah menatapnya tajam dengan lengan si suami yang mengepal kencang.

Jungkook hendak menjelaskan, namun ia lebih dulu terkena tonjokan pada rahang tegasnya. Tentu ulah pria paruh baya yang tenaga nya masih kuat.

"Pergi kau! Pergi!" Kali ini bentakan beserta teriakan muncul dari mulut wanita yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu.

Jungkook membungkuk sekilas, kemudian berjalan keluar dengan wajah bersalah.

Seharusnya ia tidak lancang masuk kedalam ruangan taehyung, tubuh taehyung. Ia menyesal, demi apapun. Ia mendapatkan bentakan, pukulan, bahkan ia di teriaki.

Jungkook terus saja berjalan hingga meninggalkan rumah sakit. Kaki nya melangkah dengan cepat. Tujuannya adalah danau. Ya, walaupun sudah malam, ia tidak begitu memperdulikan dirinya sendiri.

Jungkook tiba di danau, ia langsung terduduk menatap danau yang terlihat jelas genangan air nya, karena cahaya bulan begitu terang.

Menatap lurus dengan tatapan yang sulit untuk di jelaskan. Ia sebetulnya sudah lelah.

"Mengapa tindakan yang ku buat selalu saja menjadi kesialan untuk diriku? Apa aku sesial itu di dalam kehidupan ku sendiri? Apa aku tidak pantas untuk mendapatkan kebebasan dan juga di hargai orang semua orang? Apa mereka hanya mau memanfaatkan diriku saja? Tetapi, aku juga lelah. Mengapa yang ku dapatkan hanya kegagalan? Hanya kesialan? Hanya merepotkan diriku sendiri? Aku selalu tersesat dalam kebodohan, bahkan cacian semua orang. Aku benci nada bicara seseorang yang meninggi saat di hadapan ku, aku benci di pukuli. Harus berapa luka yang aku tampung?" Perkataan di sertai suara serak yang hendak menangis. Jungkook mendongak memejamkan matanya.

Dadanya sakit, rahang yang linu, hati yang berdenyut nyeri, serta kepala yang berisik. Kesalahan selalu saja ia dapat. Kepuasan orang lain selalu saja ia temukan saat dirinya menderita.

Apa kehidupan sesial ini untuk pemuda yang menginginkan kebahagiaan dan kasih sayang? Jadi, seharusnya, jungkook harus seperti apa?.

"Tuhan, aku lelah. Jemput aku, tolong. "

Jungkook menghela nafas berat, ia menahan air mata yang hendak turun. Matanya terpejam rapat dengan lengan yang mengepal kuat.

Dirinya lelah.

Kegagalan memang bukan akhir dari sebuah perjuangan hidup. Namun, kegagalan mampu membuat seseorang menyerah pada takdir tuhan. Pada kehidupan yang ia jalani, pada semesta yang tidak adil. Bagaimana semua orang memperlakukan dirinya, bagaimana semua orang memaki dan mencaci.

Orang tua yang kini bukan lagi orang tua. Mereka ada, mereka masih bisa bekerja, namun, ia kehilangan peran orang tuanya. Peran yang seharusnya ia dapatkan dengan layak.

Ini bukan jalan hidup, ini takdir kejam. Dunia tidak adil. Manusia, bahkan semua makhluk bumi tidak akan tau betapa menyakitkan nya kehidupannya, jika mereka belum merasakan berada di titik rendah setiap saat.

"Aku... Sendirian. Aku kesepian, aku membutuhkan ketenangan dan kedamaian jiwa raga beserta fikiran. Sudah cukup aku mengalami kegagalan, sekarang aku menyerah." Lagi, jungkook berkata kepada angin lewat. Matanya terbuka menatap danau yang tenang namun menghanyutkan karena dalam.

Ia terkekeh, kemudian tertawa. Mentertawai diri sendiri adalah hal yang paling sering ia lakukan.

Sungguh miris, bukan? Sure.

Jungkook bisa melawan? Jelas bisa. Namun, selalu tidak mendapatkan keadilan. Seolah dirinya tidak berdaya untuk membela kebenaran tentang dirinya sendiri.

Rasa lelah bercampur begitu saja dengan isi fikiran yang berantakan.

"Ayah, aku ingin bersamamu disana. Aku lebih baik hidup sengsara bersamamu ketimbang sengsara tanpa adanya dirimu."

Ayah?. Apa yang kalian fikiran saat kata 'ayah' terucap? Pahlawan? Ayah seorang pahlawan tanpa sayap, bukan? Iya.

Jungkook tersenyum mengingat senyum ayahnya yang begitu senang saat melihat dirinya mendapat rangking satu di sekolah nya, kala SMP.

Ayahnya bangga pada dirinya, ayahnya rela membelikan PS demi dirinya yang saat itu mendapatkan rangking.

Sedangkan sang ibu? Tidak sama sekali mengapresiasi apa yang jungkook dapatkan, bahkan sang ibu mengatakan bahwa rangking tersebut hasil menyontek, padahal tidak sama sekali.

Jungkook mengingat bagaimana ayahnya mengajarkan dirinya menggunakan sepeda, dan juga mengajak nya berkebun.

"Ayah, apa kabar? Aku merindukanmu. Anakmu ini sangat amat tersiksa oleh dunia. Ayah, semua orang menganggap ku pembawa kesialan, apakah itu benar? Ayah ayo kita bersama. Aku akan menagih janji mu kala itu. Ayah, kumohon tetaplah hidup, walaupun kehidupan mu tidak aku ketahui sekarang."

Air mata jungkook semakin deras, walaupun bibirnya tersenyum. Namun mata tidak akan bisa berbohong akan semua yang ia rasakan.

Ingin ber-flashback?

...

"Jagoan, jangan berlari. Kau akan terjatuh nak!"

Pria paruh baya berlari mengejar sang anak yang ia sebut sebagai 'jagoan' dan akhirnya ia menangkap pria kecil itu.

Anak kecil yang bernama jungkook, jeon jungkook. tertawa saat ayahnya berhasil menangkap dirinya, kemudian mengangkat nya tinggi lalu berputar.

Tawa si kecil jungkook dan ayahnya terdengar di seluruh taman kota yang tidak begitu ramai.

Jungkook tertawa begitu kencang dan senang, tubuhnya berada di udara. Kedua lengannya ia julurkan, kemudian bertingkah seolah ia spiderman.

"Ayahh Koo terbangg!" Itu jungkook, ia memanggil dirinya dengan sebutan 'koo' karena ayahnya yang menyuruh dirinya.

Sang ayah mengangguk di tengah-tengah putaran itu. "Benar jagoan, kau terbang! Sangat tinggi! Kau lihat! Hahahah, kau akan tumbuh menjadi jagoan yang hebat di masa depan kelak." Jawab sang ayah dengan begitu semangat sebelum menghentikan putarannya, karena akan membuat dirinya dan jungkook pusing.

"Woahh! Ayah, aku terbang sangat lama! Terimakasih ayah." Jungkook kecil memeluk sang ayah yang berjongkok mensejajarkan tubuhnya.

"Hati-hati Koo, kau akan jatuh." Kekehan terdengar dari mulut kecil jungkook.

"Ayah"

"Hm?"

Jungkook kecil dan ayah saling tatap, jungkook berbinar dengan mata bulat dan gigi yang sedikit menyembul menggemaskan.

"Ayo berjanji bahwa kita akan selalu bersama, lalu aku akan menjadi pilot agar aku bisa terbang bersama ayah!" Jungkook kecil menjulurkan jari kelingking nya, dengan masih tersenyum.

Sang ayah menanggapi nya dengan senyuman yang begitu menyiratkan kasih sayang.

"Ayah berjanji. Kita akan selalu bersama, koo akan selalu menjadi jagoan ayah. Koo yang paling terhebat, Koo akan menjadi anak yang tumbuh dengan hebat, ayah selalu ada di samping koo, ayah berjanji. Ayah akan melihat mu menjadi pilot suatu saat nanti, dan ayah akan terbang bersamamu." Kedua kelingking ayah dan anak itu bertautan.

Jungkook kecil mengangguk, kemudian memeluk ayahnya eratt. Sungguh, sangat erat.

Dan pada akhirnya, ia tertidur di gendongan sang ayah saat menuju pulang. Dan terbangun di atas ranjang kamarnya.

.....






Semoga suka! See u😉. Jangan lupa vote

breathe or notTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang