Bab 3 : Surat Wasiat

106 31 4
                                    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

Hai, guys.
Nggak lama kan updatenya?

Seperti biasa, jangan lupa vote dan komen ya untuk kemajuan cerita ini.

Happy reading!
Enjoy!

***

Di antara banyak insan di Bumi, mengapa harus kamu?

— Muhammad Al-Khafi Zayyan —

***

Khafi benar-benar telat di acaranya sendiri.

Ia menundukkan kepala hormat kepada kakeknya yang duduk bersama para Dewan Eksekutif. Khafi memberi salam terlebih dahulu. Memperkenalkan dirinya secara singkat, kehidupannya sebelum memulai bekerja di perusahaan tersebut. Lalu, berterima kasih kepada para karyawan yang sudah berkumpul untuk menyambutnya.

Khafi juga menjelaskan visi misi untuk perencanaan kerjanya selama setahun kedepan. Intinya, Khafi akan berusaha lebih keras meneruskan perjuangan kakeknya yang sudah merintis dari nol.

Semua orang bertepuk tangan saat Khafi mengakhiri sambutan. Kemudian, acara ramah tamah para karyawan dipersilakan untuk makan-makan sebagai bentuk rasa syukur.

Khafi dihampiri kakeknya bersama jajaran dewan yang akan membantunya bekerja. Mereka tidak menutupi pembicaraan yang terdengar basa-basi tersebut. Khafi pun menjawab sekadarnya.

“Akhirnya, Kakek senang melihatmu ada di depan Kakek,” ucap Kakek Hamish saat mereka kini berdua saja, menuju ruang Presdir Kakek Hamish.

“Saya tidak,” sahut Khafi.

Tentu saja becanda. Kakek Hamish selalu memaklumi tingkah cucunya itu. Ia mempersilakan Khafi untuk duduk. Meminta sekretarisnya membuatkan kopi.

“Bagaimana kehidupanmu di Amerika?” tanya sang kakek.

“Baik.”

“Khafi,” panggil Kakek, membuat Khafi sedikit lebih fokus untuk mendengarkan.

“Soal pembicaraan waktu itu—”

“Tentang menikah?”

Kakek Hamish mengangguk.

“Perjodohan di zaman sekarang? Sebenarnya apa yang Kakek pikirkan?” selak Khafi.

Sebenarnya, bukan ia membenci permintaan menikah. Tetapi, di zaman serba modern sekarang seseorang bisa bertemu jodohnya di mana saja. Tanpa melalui perjodohan, Khafi percaya Allah akan mengirimkan jodoh terbaik untuknya. Saat ini, Khafi hanya ingin fokus bekerja dan hidup dengan santai meski umurnya beberapa tahun lagi akan berkepala tiga.

“Sebenarnya, ini adalah janji yang Kakek dan teman Kakek buat saat masih sekolah.”

“Apa? Kenapa Kakek membuat janji konyol seperti itu?” Khafi syok berat mendengar penuturan kakeknya.

“Kakek pun lupa. Tapi, sebulan lalu Kakek mendapat kabar kalau teman Kakek meninggal dan Kakek jadi teringat janji itu lagi. Tolong, Khafi. Janji adalah janji, bukan? Janji juga diibaratkan hutang. Kakek hanya ingin menepati janji Kakek, agar di alam sana teman Kakek bisa tenang,” ujar Kakek Hamish. Membuat kepala Khafi semakin pusing.

Surga Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang