السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
Haaai, absen yuk?
Kalian dari kota mana saja?Rata-rata pembaca disini umur berapa?
Sejak kapan kalian membaca ceritaku?👀
Jangan lupa vote dan komentar untuk tiap chapter yaaa, jangan jadi silent reader karena itu merugikan Penulis.
Terima kasih🙏***
Tentangnya yang kau cintai.
Dan aku, yang selalu mencintai.— Adiba Queensha Zalina —
***
Pukul empat sore, Adiba meregangkan punggungnya ke sandaran kursi. Terdengar bunyi kretek, dan rasanya nikmat sekali.
Adiba menatap langit-langit ruang kerjanya, tak ada warna lain selain putih, hitam dan cokelat di ruangan tersebut. Tidak hanya di ruangan saja sebenarnya, tetapi seluruh kantor. Adiba mulai membereskan meja kerjanya. Buku journal, pulpen dan laporan-laporan yang masih dalam pengerjaan. Tak lupa jas lab ia simpan rapi di dalam loker.
Adiba bekerja di MK GROUP, sebagai Food Researcher di bagian Tim 1. Bersama dengan Naufal, Aghny dan Marin. Tahun ini, menjadi tahun kedua Adiba bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang pangan tersebut.
“Adiba, sudah mau pulang?”
Aghny Shamira, wanita yang lebih tua 2 tahun di atas Adiba. Juga seniornya karena Aghny sudah bekerja lebih dari empat tahun.
“Iya, Mbak. Udah lelah banget mau rebahan di rumah,” ujar Adiba, tersenyum.
“Pulang naik apa?”
“Naik bus, kenapa Mbak?”
Sepertinya, semua orang di ruangan itu tahu kalau Adiba selalu pulang pergi naik bus karena jarak rumahnya dengan kantor tak terlalu jauh. Terkadang, saat dirasa memiliki waktu luang Adiba ke kantor dengan jalan kaki. Atau, bareng Naufal saat kesiangan seperti beberapa waktu lalu.
“Nggak apa-apa. Kalau kamu mau, bareng aku aja naik mobil. Rumah kita searah, 'kan?”
Adiba mengangguk, “Makasih ya, Mbak, atas tawarannya.”
Aghny memang terkenal baik karena sering memberikan tumpangan. Dia juga wanita yang ramah. Dan gemar mentraktir para juniornya. Adiba sering ikut makan bareng, jika ada Naufal bersamanya. Aghny juga sangat dewasa dan cantik. Tidak heran kalau sahabatnya itu menaruh hati pada Aghny.
Adiba menghela napas panjang selama perjalanan pulang. Dia menolak tumpangan Naufal yang suka naik motor ugal-ugalan. Daripada membahayakan dirinya sendiri, lebih baik Adiba naik bus sendirian saja.
Ia menoleh pada jalanan padat merayap karena orang pulang kerja di waktu yang bersamaan. Sebelumnya, Adiba sudah shalat ashar di kantor. Jadi, saat sampai rumah ia bisa langsung mandi dan memasak untuk makan malam.
Adiba tinggal sendirian. Sebulan lalu, kakek satu-satunya meninggal karena usia. Adiba mengadakan pengajian seadanya, di bantu Tante Azzura, ibu Naufal. Keluarga Naufal banyak membantu Adiba. Meski masih merasa kehilangan, Adiba harus tetap tegar. Demi kakeknya di surga, demi dirinya sendiri ia harus bertahan hidup.
Menu makan malamnya malam ini adalah nasi goreng. Karena Adiba tidak mau ribet. Saat duduk, mulai menikmati makanannya. Ia teringat kalau kakek Hussain sering menunggunya di ruang tamu sambil membaca koran dengan kacamata tebalnya. Lalu, akan menyambut kepulangan Adiba dan menawarkan makanan. Bakat memasaknya diwarisi dari sang kakek. Sebuah anugerah yang tidak terkira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surga Impian
EspiritualSudah terbiasa bersama, membuat Adiba menyimpan rasa pada sahabatnya, Naufal. Dari kecil, sampai masa-masa tersulitnya, Naufal selalu ada menemani Adiba. Naufal seperti pelindung, untuknya yang tidak punya siapa-siapa. Sampai suatu hari, Naufal ber...