Bab 5 : Pingit

90 31 19
                                    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

( Pak Khafi, calon suami idaman kita semua )

Ternyata, selama menulis ada yang lebih sulit daripada menemukan ide

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ternyata, selama menulis ada yang lebih sulit daripada menemukan ide. Yaitu, konsisisten dalam menulis. Aku adalah orang yang cepat lupa dengan alur. Jadi, ketika stuck di satu tempat dan nggak memaksakan diri untuk nyicil part pelan-pelan. Aku gampang lupa aku udah nulis sampai mana.

Jadi, aku sangat berterima kasih untuk pembaca yang mau untuk vote dan komentar sebagai bentuk apresiasi untuk aku dan cerita ini.

Semoga kisah Khafi, Adiba & Nufal menghibur kalian ya.

Memasuki musim hujan.
Jangan lupa jaga kesehatan, minum vitamin dan jaga pola tidur ya bestie 👌🏻

Happy reading.
Enjoy!

***

Sudah sebulan sejak hari itu, Adiba merasa Khafi memang perlahan-lahan mendekatinya. Khafi akan menghampiri Adiba di lobi sepulang kantor meski hanya menyapa sebentar. Jika tidak datang, Adiba merasa ada yang kurang. Seperti hari ini, Adiba menunggu Khafi di lobi kantor. Beberapa kali menjawab sapaan teman kantor yang ia kenal. Baik dari divisi yang sama maupun divisi penjualan.

Adiba sontak memalingkan wajah saat matanya menangkap sosok Khafi keliar dari lift khusus.

Kini, Adiba tahu bahwa Khafi adalah Direktur baru yang menggantikan Pak Bima. Awalnya, Adiba terkejut bukan main karena calon suaminya adalah bosnya sendiri di perusahaan. Tapi, mau bagaimana lagi? Adiba tidak bisa meminta kepada Allah agar jodohnya itu seorang pilot. Meski demikian, doa Adiba agar Direktur baru melaksanakan kewajibannya dengan baik dan bijak bukanlah kebohongan. Semoga Khafi mampu memenuhu ekpetasi Adiba, dan juga para karyawan lainnya.

“Asalaamualaikum,” salam Khafi, ia berdiri di samping Adiba. Sementara sopirnya seperti biasa, memanaskan mobil terlebih dahulu.

“Waalaikumsalam, Pak.”

“Gimana kabarmu?”

“Baik, alhamdulillah,” jawab Adiba.

Khafi terdiam sejenak, sebelum ia membuka suara yang membuat Adiba terkejut, “minggu ini bisa bertemu? Pertemuan keluarga. Kakek menanyakan kamu terus. Apakah bisa?”

Hubungan mereka semakin membaik dalam artian nyambung saat mengobrol. Tetapi, Adiba masih belum siap membicarakan pernikahan.

Tetapi, akan sampai kapan ia diam?

Sampai saat ini, penilaian Adiba tentang Khafi tidaklah buruk. Yang ia lihat sosok Khafi begitu berwibawa. Ia terlihat baik, tutur katanya pun sopan meski kaku. Khafi sosok pria yang tinggi seperti atlet. Ibadahnya pun tidak terlalu buruk. Setidaknya, itulah menurut Adiba yang tidak setiap hari bertemu dengan Khafi.

Surga Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang