[18] Alibi

423 94 31
                                    

Jisa menatap bangunan di depannya dengan tatapan takjub, sungguh luar biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisa menatap bangunan di depannya dengan tatapan takjub, sungguh luar biasa. Begitu masuk ke dalam dia disuguhi oleh betapa mewahnya isi bangunan perkantoran tersebut. Tak main-main, perusahaan Vincent begitu besar adanya, Jisa kini tahu apa yang selama ini ditekuni lelaki itu, dan tahu dari keluarga mana lelaki itu berasal.

Sejenak dia diam, merasa rendah diri. Benar apa kata istri pertama Vincent padanya beberapa waktu lalu. Dia tak ada apa-apanya dan dia bukan siapa-siapa. Dia hanya seorang anak yatim piatu yang berasal dari yayasan yatim piatu. Sekarang dia bertanya-tanya, apa hal ini tak akan menjadi masalah baginya nanti. Dia menampakkan diri di gedung perusahaan ini dengan statusnya yang merupakan istri siri Vincent yang menjadi direktur utama di perusahaan ini.

Tiba-tiba dia menjadi takut, apalagi saat mengingat ancaman-ancaman istri pertama Vincent selama ini. Bagaimana jika nanti wanita itu tahu dia magang di kantornya.

“Jisa?”

Jisa tersentak terkejut saat merasakan tepukan pada bahu dan suara seseorang memanggilnya. Sontak dia menoleh, dan matanya langsung membelalak kecil saat melihat orang yang saat ini berdiri di belakangnya.

“Hasbi. Kau ada di sini? Apa kau …”

“Aku mengajukan lamaran magang di sini, aku diterima dan hari ini dipanggil untuk interview. Jangan bilang kau juga sama,” ujar Hasbi.

Jisa mengangguk antusias. “Ya, aku juga akan mengikuti interview hari ini. Kenapa tak pernah bilang kau mengajukan lamaran magang di sini juga,” katanya.

“Kau juga tak mengatakan jika kau mengajukan lamaran magang di sini,” sahut Hasbi.

“Eh benarkah? Aku rasanya pernah mengatakannya,” ucap Jisa.

“Tidak. Kau hanya selalu mengatakan jika lamaranmu sedang dalam proses,” ujar Hasbi.

“Ah, sepertinya itu memang benar,” ucap Jisa dengan senyum kecilnya. 

Mereka berdua kemudian tertawa dan lanjut asyik berbincang selagi menunggu mendapat giliran dipanggil untuk interview. Hingga waktu berjalan tanpa terasa oleh keduanya. Tak hanya mereka berdua, tapi ada tiga mahasiswa lain yang satu universitas dan fakultas sama dengan keduanya juga sama-sama melakukan interview di sana.

“Hasbi Putra Syahreza!”

“Kau dipanggil,” ucap Jisa.

Hasbi menarik napas dan menghembuskannya guna membuang kegugupannya.

“Semoga berhasil,” ucap Jisa.

Hasbi lantas segera berjalan masuk ke dalam ruang interview.

“Aku senang ternyata aku ada teman di sini, kupikir aku akan magang sendirian di sini. Ternyata kau, Bela dan Faresta mengajujan lamaran magang di sini,” ucap Jisa pada dua wanita di sebelahnya.

TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang