BAGIAN : 2

6.1K 54 1
                                    

Dibalik senangnya ayah karena aku jadi terkenal dan ayah dapat uang banyak, ibu merasa malu karena setiap tamu yang hadir untuk berobat harus melakukan ritual mesum. Bahkan aku tidak sadar saat aku berhadapan dengan para pasien berubah menjadi makhluk yang aku tidak tahu seperti apa. Tetapi kata ibuku aku tetap berwajah sebagai Banyu Seto tetapi bersuara besar dan tidak berbusana sehingga membiarkan pasien melihat aku sangat wow dimatanya.

Seharian aku tetap berwajah imut dan ganteng sehingga kakakku Leny betah di rumah. Bahkan aura dalam rumah jadi berubah romantis. Ibu dan kak Leny yang semula sewot dan banyak aturan, berubah jadi jinak bila aku pulang sekolah. Ayahku kemudian mengajakku pindah ke desa lain karena merasa malu anaknya dianggap sebagai dukun cabul.

"Siapa juga yang butuh?" kataku kepada ayah.

"Kalau syaratnya memang harus begitu, ya suruh saja pasien jangan berobat pada Banyu." sergah ibuku membela aku.

"Tapi di desa ini kan orang fanatik Bu, hingga aku harus menebang pohon setan itu."

"Ya sudah bilangin pak kades atau pak ustad agar melarang tamu dari luar kota yang datang mencari Banyu Seto." kata ibuku.

Baru saja ibuku usai bicara, pak ustad datang.

"Assalamualaikum" kata istri pak Fauzan yang tergopoh- gopoh menggotong suaminya.

"Ini pak Fauzan perutnya kram Bu." kata wanita setengah baya itu.

"Ya sudah bawa aja ke dokter..dipanggilkan grab ya"

"Jalan kampung ini sangat jauh ke kota Bu. Kata bapak suruh nak Banyu saja"

Ayahku yang ternyata fanatik bingung menjawab apa. Disuruh ke dokter banyak alasan tidak mau. Kalau berobat ke dukun nanti musryk. Akupun dipaksa ibuku untuk mengurus pak ustadz.

"Silahkan pak ustadz masuk kamar, biar diurus Banyu"

Akupun masuk ke dalam kamar dengan sangat terpaksa karena aku tidak berniat. Entah kenapa kalau pasien laki2 aku tidak tergerak untuk mengobati.

"Mana anak gadismu?" tanyaku kepada Bu Fauzan.

"Kan yang sakit pak ustadz Seto" kata Bu Fauzan yang menopang tubuh suaminya.

"Tidak bisa! Aku tidak bisa mengobati." kataku dengan sangat marah. Bahkan aku menendang Bu Fauzan keluar dari kamar.

Ayahku akhirnya memberi tahu jika berobat harus pakai media anak perempuan. Antara menolak dan mengikuti aturanku Bu Fauzan bingung mutusin. Akhirnya Bu Fauzan yang belum punya anak itu yang masuk bersiap hadapi ritual.

"Saya Gusti Seto" kata Bu Fauzan ketika bersimpuh di hadapanku. Akupun langsung berubah wajah dan karakter sebagai makhluk gaib itu. Bu Fauzan yang awalnya sedih menunduk itu berubah jadi tersenyum memandangi milikku yang terbuka. Tanpa kuperintah wanita muda itu langsung menerkam benda di pangkuanku. Meremas dan mengulum hingga ke dalam tenggorokannya. Aku benar- benar merasa puas bercinta dengan Bu Fauzan yang ternyata masih sangat segar dan kenyal kulitnya. Wanita itu bak masih perawan kencur.

"Hhhhh..." lenguh Bu Fauzan ketika aku mengakhiri ritual. Dan dari luar kamar kudengar suara pak Fauzan bersyukur.

"Alhamdulillah." ternyata pak Fauzan sudah sembuh dari sakitnya.

***

Aku benar- benar tidak mengerti ketika kedua orang tuaku tetap berupaya agar aku tidak menerima pasien yang mau berobat. Terutama ayah yang sangat fanatik mendidik anaknya agar jauh dari musryk. Akupun hanya ikuti apa yang diinginkan ayah untuk tidak menerima tamu yang ingin meminta pertolongan spiritual. Rumahku ditutup dan dijaga hansip desa di depan jalan menuju rumah.

Tapi alangkah terkejut ayahku ketika rombongan jamaah dari kecamatan datang ke rumah sengaja ingin bertemu dengan aku datang ke rumah.

"Assalamualaikum.."

"Walaikum salam wa rahmatullahi wa barakahtu"

Ayahku sangat terkejut bila pak camat beserta rombongan pengajian datang untuk menjemput aku.

"Kenapa mesti ditutup ini jalan.. umum aduuuh" kata pak camat.

"Anu pak.. saya sengaja menutup jalan ini agar tidak ada yang datang berobat ke anakku." kata ayahku.

"Lha kenapa? Anakmu bisa mengobati itu sedekah, amal Soleh. Anak seperti itulah yang kelak mengantar orang tuanya ke surga." kata pak camat.

"Tapi bagaimana kalau dia harus membuka auratnya ?" tanya ayahku.

"Kata siapa?"

"Tanya saja yang pada berobat. Pak ustad tadi berobat. Tanya dia."

Pak ustadz yang waktu itu datang langsung ngacung jarinya.

"Aku ada diluar kamar. Yang masuk ke dalam kamar harus perempuan."

"Bu Fauzan tadi melihat anakku Seto gimana?"

"Tidak apa2 beliau pakai baju dan celana seragam SMA kan baru pulang." kata Bu Fauzan yg berbohong karena ia jatuh hati padaku.

"Tuh kan saksinya saja memuji Seto, kok kamu ayahnya malah fitnah?" kata pak Camat. Tentu saja ayahku tidak bisa omong banyak. Memang aku saat ritual dimasuki roh halus yang memberiku kekuatan magis. Kekuatan bercinta dan asmara yang membuat semua perempuan bahagia dan menyayangi lelaki. Mereka tentu saja tidak ingin jika ada orang yang menghalangi ritual itu.

Akhirnya acara temu ustad dan pengajian di rumah terlaksana. Malah pak camat mengukuhkan bila aku jadi contoh anak Soleh di desaku. Aku dapat penghargaan. Ayahku jadi melongo bahagia.

****

Leny yang sudah sangat kantuk langsung tumbang di kasur ketika aku habis mandi.

"Mbak. pindah apa, ini kamarku tau." kataku sambil menarik dasternya. Astaga daster kutarik langsung lepas. Ternyata dasternya cuma kain tanpa kancing. Mbak Leny bangun sambil tertawa tertiwi melihatku bugil.

"Ha ha ha mandi kok bawa timun Set.." katanya sambil menerkam milikku yang bergantung indah. Aku juga tidak tahan melihat tubuh kak Leny yang putih mulus tanpa cacat. Dadanya yang tiap hari kuremas itu makin kencang saja bila bergesekan dengan timunku.

"Duuhhh timunmu benar benar menggemaskan Set." kata kak Leny yang terus mengulum dengan susahnya karena terlalu besar untuk mulutnya yang mungil itu.

"Hoek.. Hoek." kata kak Leny yang mencoba ngemut sampai telak. Aku juga senang mengobel miliknya yang masih sempit pit kek puser. Kak Leny melenguh bila letonya aku pijit dan pusernya tak sogok pakai jariku.

"Huuuhhhh geli Set.. enak"

Tubuh putih mulus itu makin berkeringat ketika menggeliat dan menerkam milikku dipaksa masuk ke dalam goa Garba yang gelap dan erotis.

"Hhhhhhek. hhhhhhek!"

Kak Leny seperti sedang berak susah mengeluarkan hajatnya karena tidak muat pada pintu gerbang goa. Tapi aku merasa sangat nikmat karena ada tarikan yang sangat seret dan sentuhan birahi yang sangat nikmat.

"Oughhhhh.....!"

Kak Leny melenguh setengah menjerit sakit ketika perut kami saling menekan dgn sangat kuat. Untung kami hanya berdua di rumah karena ayah dan ibuku bekerja mengurus toko. Leny yang sudah membanting tulang dan kehilangan seluruh tenaganya akhirnya tumbang dan tergeletak tak berdaya diatas kasur. Aku yang tak punya rasa lelah terus mencangkul hingga mataku terpejam pules. Ruarbiasa!!

KUTUKAN BIRAHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang