Ungkapan

1.3K 168 0
                                    

"Na, gak lucu" ucap Jeno dengan wajah serius, jarang dia berwajah sangat serius seperti sekarang ini.

"Hal mana yang menurut lo gue lagi ngelucu?" Tanya Nana merentangkan kedua tangannya, dia serius, bukan sedang melucu. Melucu bukanlah kebiasaannya.

Hening...

Melihat wajah tenang Nana, Jeno meragukan dirinya sendiri. Apakah pemahamannya terhadap kata kata melemah? Hingga dia sekarang bahkan tak yakin apakah Nana sedang bercanda atau sedang serius. Tapi mata Nana menatapnya dengan intens dan serius?

"Na, jangan siramin benih di hati gue kalo gak mau dia tumbuh" Jeno kembali menyibukkan dirinya sembari menghela nafas panjang. Lupakan, dia terlalu malu pada dirinya sendiri untuk mempercayainya.

"Gue Serius Lee Jeno!" Seru Nana mengerutkan alisnya. Baru kali ini dia berbicara dengan nada tinggi hanya karna ungkapan perasaannya di anggap tak serius sama sekali.

Jeno langsung membeku, dia menoleh kembali dengan wajah tak percaya.

"Lo bilang jangan siramin benih? Berarti lo udah nanam benih itu kan? Kalo gitu biar gue yang nyiramin benih itu selama 24 jam, karna gue mau dia tumbuh subur dan berbuah manis!" Lanjut Nana dengan bersungguh sungguh.

Mata Jeno membulat, apakah arti ucapan Nana adalah apa yang dia fikirkan?

"Na..." Gumam Jeno merasa tersentuh hingga matanya memerah. Yah dia masih orang naif, lihatlah hanya dengan kata kata manis saja dia sudah luluh seperti ini. Benih di hatinya sangat mudah tumbuh. Ini semua tidak adil. Hatinya terlalu lunak. Apalagi sejak kecil dia tak pernah mendapatkan kasih sayang yang selayaknya membuatnya haus akan kasih sayang.

Jeno menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang ingin mengalir. Apakah kali ini bukan fikirannya yang kotor melainkan memang itu maksudnya? Iya kan? Jika salah maka dia akan merasa sangat malu pada dirinya sendiri.

Menyadari mata berkaca kaca Jeno, Nana ikut berjongkok di depan Jeno, menangkup wajah manis pemuda tersebut.

"Gue liat lo seharusnya ngerti, tapi lo pura pura gak ngerti. Kenapa? Jangan bodohi perasaan lo sendiri cuma karna lo pernah di bodohi satu kali" Nana hanya berfikir mungkin Jeno pernah di permainkan hingga membuat Jeno seperti ini, jika saja Nana tau bahwa penyebab itu semua adalah Jisung.

Jeno langsung menangis begitu mendengar ucapan Nana, pemuda tersebut langsung menenggelamkan wajahnya di dada pihak lain, membasahi Hoodie Nana dengan air matanya. Cinta bodoh! Perasaan Bullshit! Hal hal ini benar benar membuat Jeno merasa paling rapuh di dunia, seharusnya dia tak melihat orang setampan Lee bersaudara, Na bersaudara juga Park bersaudara agar tidak merasakan hal hal ini. Bodoh! Semua salah Jisung yang awalnya memberi harapan lalu melindas harapan tersebut begitu saja, tidak, semua salahnya karna terlalu mudah bawa perasaan. Tubuh Jeno bergetar dengan suara isakan yang teredam, Tangannya menggenggam erat Hoodie yang di kenakan oleh Nana.

Nana dengan lembut memeluk Jeno, menepuk nepuk punggung pemuda tersebut tanpa mengatakan apapun agar Jeno dapat melampiaskan segalanya.

"Lampiasin semuanya, buang semua perasaan sesak lo selama ini" bisik Nana lembut.

"Gue bodoh Na..." Ucap Jeno dengan sesenggukan.

"Lo gak bodoh, orang lain yang bodoh" Nana menyisir surai Jeno menggunakan jemarinya.

"Gue bodoh karna mudah bawa perasaan, gue cuma mau gak berharap lebih sama hal hal yang gak 100% jelas" lanjutnya semakin sesenggukan.

"Iya iya, gue paham..."

Jeno terus berbicara, sedangkan Nana terus menjawab sembari mencoba menenangkan Jeno hingga akhirnya pemuda tersebut tertidur akibat kelelahan menangis.

"Lo lucu kalo nangis" ucap pelan Nana mengelus surai Jeno. Karna saat Jeno melemparkan diri ke arahnya keduanya menjadi duduk di lantai, jadi tak perlu pindah, dia takut Jeno akan bangun jika pindah.

Tok tok

Hening...

Nana tak berani menjawab karna takut mengusik tidur Jeno, kasian pemuda tersebut matanya sembab dan tampak kelelahan.

Awalnya Nana fikir pihak lain akan mengetuk lagi, namun ternyata pihak lain menyerah dan sepertinya pergi begitu saja hingga membuatnya heran. Mengingat sifat semuanya, sepertinya tak ada yang sediam ini. Kecuali Jisung? Anak itu tak pernah bersuara. Apakah remaja itu mencari Jeno?

.

"Gue belum nyewa tukang masak, hari ini delivery dulu gapapa kan?" Ucap Minhyung menatap yang lain.

"Gue apa aja bisa" timpal Jaem mengangguk setuju.

"Oke kalo gitu terserah deh mau makan apa" celetuk Andy ikut mengangguk. Minhyung menatap yang lain dan di angguki pula.

"Pesen Mekdi aja ya? Yang gak ribet"

"Oke"

"Lo mau mekdi? Atau yang lain?"

Di saat yang lain setuju, suara Nana menyebabkan seluruh mata menatapnya. Jeno yang di tanyai oleh Nana pun tersipu, mengapa Nana bertanya? Dia tak keberatan makan apapun, seharusnya Jisung yang di tanyai karna remaja itu sedang sakit.

"Gue makan apa aja bisa asal itu makanan" ucap Jeno canggung.

"Kalian..." Haechan menyipitkan matanya dengan curiga membuat Jeno merasa gugup tanpa alasan.

"Ada sesuatu?" Mark juga menatap curiga pada Nana dan Jeno.

"Pacaran ye?!" Tuduh Andy.

"Enggak!/Iya"

"Nana!" Jeno memelototi Nana dengan kesal.

"Jadi yang bener yang mana?" Tanya Jaemin tak sabar, dia entah mengapa merasa kesal melihat wajah yang sama dengannya itu terus tersenyum ke arah Jeno.

"Enggak, kita gak ada hubungan apa apa" geleng Nana tersenyum tipis. Dia memang sudah mengutarakan perasaannya, tetapi Jeno berkata untuk memastikan perasaannya juga terlebih dahulu, Jadi Jeno menolaknya. Nana juga tak keberatan dengan keputusan Jeno, bagaimanapun dia juga mau pasangannya mencintainya pula. Dia malah merasa senang karna Jeno mempertimbangkannya dan tak asal menjawab.

"Oh, kalo Nana bilang gak berarti itu beneran gak" Jaem menghela nafas lega. Dia sudah sangat hafal dengan sifat Nana  kembarannya. Nana Kembarannya selalu jujur, ramah dan baik hati. Sedangkan Jaemin pemalas tapi galak. Dia? Oh, dia hanya orang random yang tampan.

Viel : "..."
/Viel mulai menyimpangkan alur
*Tulis  tulis!

"Oke kita tunggu aja pesenannya" sela Minhyung.

Tanpa di sadari beberapa pemuda diam diam melirik ke arah Jeno dengan intens. Bahkan Jeno sampai merasa merinding tanpa tau alasannya.

Sembari menunggu kesepuluhnya mengobrol di ruang keluarga.

"Jadi sebenernya tadi siang itu apa?" Tanya Jisung bingung, dia bangun bangun sudah di dunia lain saja, membuatnya shok sejenak.

"Gak ada yang tau" geleng Nana.

"Gue masih ngerasa ngeri" Andy mengusap bahunya sembari bergidig mengingat suasana menyeramkan sebelumnya.

"Halah lo cuma duduk di tempat tidur aja pun!" Celetuk Jaem sinis.

"Btw, gue masih inget lo ngebunuh gue" Haechan dengan ganas menatap ke arah Donghyuck yang masih seperti biasa, yaitu tenang dan acuh tak acuh.

"Hah? Keren kalian kalo saling bunuh!" Seru Andy berbinar binar.

Yang lain : "..." Aga laen





































Yoitttt

Hayo, kira kira siapa sih yg ngetuk pintu kamar Nana and Jeno???

See u~

The Twins And The Demon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang