Bab 11: Kak Rune

9.3K 747 2
                                    

Aleo tercengang saat memasuki kamarnya. Dinding berwarna sky blue, kasur berukuran queen size, meja belajar dan rak buku, tak lupa lemari besar yang kosong. Dan yang lebih mencengangkan lagi adalah tumpukan tas belanja di atas kasurnya.

Tas belanja itu berasal dari bermacam-macam brand, yang Aleo ketahui sebagai brand fashion ternama. Meletakkan perlengkapan sekolahnya, Aleo membuka masing-masing tas belanja dan benar saja pakaian dengan ukuran yang pas Aleo dapatkan.

Aleo yakin ini hadiah dari anggota keluarganya, yang entah siapa karena Aleo tidak tahu. Masalahnya, sejak kapan anggota keluarganya itu tahu ukuran pakaiannya? Yah, mungkin saja mereka menyamakannya dengan ukuran pakaian Alan waktu SMP.

Memilih untuk tidak memusingkan hal itu Aleo mulai merapikan tas belanja dan menyusun pakaiannya ke lemari. Karena pakaiannya bau pewangi pakaian yang berarti seluruh pakaian baru itu sudah dicuci, Aleo tidak khawatir akan kuman dan rasa gatal di kulit akibat pakaian baru.

Seragam sekolahnya sudah Aleo serahkan ke salah satu pelayan mansion untuk dicuci, jadi Aleo hanya perlu merapikan perlengkapan sekolahnya.

Omong-omong soal sekolah, Aleo memang akan sekolah di SMA Hidrom tapi dia tidak langsung belajar di sana. Karena sebelumnya Aleo tidak pernah sekolah dan beberapa pelajaran dasar yang sangat penting tidak ia ketahui, makanya Aleo akan belajar di rumah selama sekitar 2-3 bulan sampai awal semester genap dimulai.

Jadi dapat disimpulkan meski Aleo sudah terdaftar di SMA Hidrom, dia tidak akan langsung belajar di sana melainkan belajar di rumah selama 2-3 bulan sampai akhirnya awal semester genap dimulai.

Oke, selesai penjelasan lanjut merapikan perlengkapan sekolah.

[][][]

Sementara itu di ruang kerja Richard. Sang duda beranak lima itu tengah fokus meneliti setumpuk dokumen di mejanya, beberapa tumpukan dokumen lain bahkan ada di lantai ruang kerjanya.

Knock knock

"Masuk."

Ceklek

"Dad, Alfred sudah membedah orang-orang itu seperti yang kau minta dan dia bertanya harus diapakan organ-organ yang terkumpul?" Tanya Rune yang dengan santainya masuk ke ruang kerja Richard.

Richard yang mendengar Rune memanggil pamannya langsung dengan nama menghela napasnya sebelum menegur, "Panggil dia 'Paman', Rune."

"Ayolah, dia tidak cocok dipanggil 'Paman',"

"Kenapa tidak cocok?"

"Karena Alfred psiko-"

Swosh!

Tanpa menunggu Rune menyelesaikan perkataannya Richard sudah melempar pulpen ke arah Rune. Pulpen itu terlempar kuat dengan posisi horizontal, sayangnya pulpen itu tidak berhasil melukai mata Rune karena laki-laki itu menghindar dengan cepat. Alhasil pulpen itu menancap di dinding.

"Bersikaplah yang sopan, Rune." Titah Richard dengan nada dinginnya.

Rune yang mendengar itu mau tidak mau mengangguk gugup. Rune memang tidak ingin mengakuinya tapi Kakek, Daddy, kedua pamannya, dan Kakak pertamanya itu menyeramkan. Mungkin karena faktor pengalaman hidup, makanya mereka terlihat lebih menyeramkan dibandingkan dengan emak-emak di jalan raya.

"Ya ya, baiklah."

"Bagus kalau begitu," Richard kemudian menyerahkan sebuah kartu nama pada Rune. "Jual saja organ-organ yang tidak berguna itu ke sana." Lanjutnya sambil merujuk pada satu organisasi gelap saat mengatakan 'sana'.

AleoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang