Aleo rasa dia akan mati.
Mungkin inilah arti dari perasaan buruk yang dia dapatkan saat pertama kali masuk ke keluarga Scottravis.
Tetap saja, Aleo tidak rela jika harus mati seperti ini. Dia bahkan belum menemukan apa cita-citanya, belum juga melakukan kenakalan anak sekolah, bahkan belum mengetahui alasan kenapa ibunya kabur meninggalkannya.
Aleo tidak rela.
Mobil yang membawanya berhenti dan pintu bagasi dibuka. Aleo dapat merasakan cahaya bulan menerangi wajahnya yang pucat. Penampilannya saat ini sangat menyedihkan, luka cambuk yang mengeluarkan darah ada di sekujur tubuhnya bahkan menodai pakaian berwarna cerah miliknya, matanya hanya bisa menyipit untuk melihat keadaan, dan Aleo tidak lagi punya tenaga untuk melawan.
Saat tubuhnya dibawa seperti karung beras Aleo mulai mengulang kembali hidupnya berdasarkan ingatan yang dia miliki, berusaha untuk menemukan satu momen bahagia dalam hidupnya. Tapi mau dipikirkan bagaimanapun, momen bahagia yang ia rasakan baru ada saat dia menjadi bagian dari keluarga Scottravis.
Ini membuat Aleo menyesal karena tidak memiliki lebih banyak momen bahagia dalam hidupnya.
"Sayang sekali..."
Merasakan tubuhnya setengah melayang, Aleo tahu, bahwa dia akan jatuh ke dalam laut karena itu dia menutup matanya.
Aleo tidak ingin melihat proses kematiannya.
Sedikit lagi ketika tubuhnya akan jatuh Aleo mendengar pria itu bergumam, "Malang sekali."
Mendengar itu membuatnya marah, tidak apa jika dia mengasihani dirinya sendiri tapi Aleo tidak suka dikasihani. Berdasarkan kemarahan, Aleo memaksakan tubuhnya yang kaku untuk berontak.
Bagian belakang kepalanya dia benturkan ke wajah si pria dan saat cengkeraman pria itu melonggar buru-buru Aleo memutar tubuhnya dan berlari menjauh dari jurang. Aleo berlari masuk ke dalam hutan dan terus berlari walau tubuhnya terluka karena jatuh atau tergores ranting-ranting pohon yang baru tumbuh.
"Tidak masalah, selama bisa selamat luka seperti ini tidak ada apa-apanya."
Aksi kejar-kejaran antara penculik dan korbannya pun terjadi di hutan itu.
[][][]
Xavier memarkirkan mobilnya di titik buta CCTV di rumah tua itu. Dia kemudian mengendap-endap masuk tanpa menimbulkan suara sedikitpun, Xavier tidak repot-repot pergi ke ruangan keamanan untuk mematikan CCTV karena jika ketahuan pun Xavier tinggal membunuh siapapun yang melihatnya.
Suara langkah kaki antara sepatu pantofel dan sepatu hak tinggi beradu di lorong tanpa suara itu.
"Sepertinya kau datang sendiri ya, Xavier." Ujar Freya memecah keheningan.
Xavier tersenyum ketus dan alih-alih menjawab dia menodongkan pistolnya ke kepala Freya. Freya yang melihat tindakan Xavier menarik senyumnya dan dengan bahu bergetar dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha! Ingin membunuhku? Hahaha, dasar gila! Kau pikir kau bisa membunuhku!?"
Tepat setelah kalimatnya berakhir, sekumpulan pria dengan senjata api dan senjata tajam datang dari berbagai arah, menerobos pintu dan jendela yang ada.
"Hmph, nikmati masa kematianmu, Xa-vi-er."
Tanpa mengucapkan apa-apa lagi Freya melenggang pergi, meninggalkan Xavier dan pria-pria sewaannya untuk bertarung. Dalam pikirannya, Xavier sedang panik.
Berbeda dengan apa yang Freya pikirkan, alih-alih panik Xavier malah menghela napas lelah seakan-akan sudah tidak tahan menghadapi situasi yang sama berulang kali.
"Sudahlah, maju saja." Katanya dengan santai sambil memijat lehernya yang agak kaku.
Tingkah santai Xavier itupun berhasil memprovokasi pria-pria itu. Para pria dengan senjata itu maju dan mulai menyerang Xavier dengan pisau, kapak, bahkan pistol. Tapi belum kesampaian membuat Xavier terluka mereka sudah lebih dulu tewas.
Dor!
Bugh!
Tang!Berbagai macam suara senjata beradu dan suasana di lorong itu semakin intens. Darah berceceran begitu juga tubuh manusia, bahkan pakaian Xavier yang awalnya bersih sudah bernoda darah saat ini.
Xavier merebut kapak di tangan salah satu pria dan menggorok leher pria itu, lalu dia melempar kapak itu ke kepala pria yang lain dan dengan minimnya gerakan dia membunuh dua pria.
Beberapa saat kemudian hanya tersisa Xavier saja.
Melihat pakaiannya ternoda darah, Xavier melepas jas juga kemejanya lalu melemparnya asal. Setelah itu dengan hanya memakai celana saja Xavier kembali ke mobilnya dan membuka bagasi lalu membuka koper yang ada di sana, isinya pakaian.
Mengambil kemeja bersih dan memakainya, Xavier kemudian memasuki hutan. Karena menurut instingnya yang sudah terlatih, Aleo ada di hutan.
Dan mungkin saja, Aleo sedang kejar-kejaran dengan penculiknya.
[][][]
Aleo yang masih berlari mulai merasakan kakinya melemah. Ditambah dengan luka yang dia dapatkan, larinya berubah menjadi berjalan tertatih-tatih. Penculik di belakangnya pun juga mulai melambat. Keduanya lelah.
"Anak sialan!!" Umpat penculik itu sambil melihat sekelilingnya.
Ketika dia melihat batu yang cukup besar buru-buru dia mengambilnya dan melemparnya ke arah kepala Aleo. Entah keberuntungan si penculik atau kesialan Aleo, batu itu berhasil mengenai kepala belakang Aleo hingga berdarah.
Sekali lagi Aleo terjatuh, tapi tidak seperti sebelumnya yang langsung berdiri Aleo tetap berbaring. Sambil merasakan penculik itu menghampiri tubuhnya, Aleo memejamkan matanya saat melihat darah yang mengalir dari kepalanya.
"Sudahlah," pikirnya.
Di detik terakhirnya Aleo mendengar suara pistol dan suara tubuh manusia yang ambruk.
Xavier menatap dingin pada tubuh si penculik yang tertembak tepat di kepala, matanya kemudian beralih menatap Aleo yang sekarat. Xavier berjongkok lalu memainkan rambut Aleo gemas.
Alih-alih menolong Aleo pria itu malah berpikir apakah harus menyelamatkannya atau tidak.
"Lebih baik seperti ini sebenarnya," karena jika kau dan wanita itu tidak ada saham itu akan jatuh ke tanganku, lanjut Xavier dalam batinnya.
Tapi memikirkan senyum cerah yang membuatnya terpana itu mau tidak mau Xavier bimbang, dan setelah beberapa saat dia menggendong Aleo, membawanya ke mobil dan pergi ke rumah sakit terdekat.
•
.
.
.
Ⓣ︎Ⓑ︎Ⓒ︎I'm update again today, hehe😋
Don't forget your comment, see you😘~
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleo
Aktuelle Literatur[Slow Update] Aleo. Itu nama si pemuda yang tidak yakin dirinya yatim piatu atau bukan. Karena yang bisa dipastikannya adalah dia sebatang kara. Dan entah kesialan atau keberuntungan, semenjak Aleo memberikan selembar lima ribu kepada seorang laki-l...