01

8.4K 491 12
                                    

📌Sat., April 22, 2023






.





"Akh! Perutku sakit sekali.." Rintihan seorang wanita. Ia berusaha menggapai apapun yang ada di sekitarnya.

"Tidak berguna! Aku sudah bersusah payah mengandungmu, sekarang kau malah membuatku kesakitan!? Rasakan ini!"

Ia memukul kandungannya. Berharap bayi yang tidak pernah ia harapkan segera mati. "ARGHH! Sial!"

"Joy! Hentikan! Itu bisa membunuh kalian berdua."

Datang diwaktu yang tepat, Irene menghentikan aksi bodoh temannya. Segera ia menelepon ambulance. Akan semakin berbahaya jika bayi itu tidak segera dikeluarkan.

"Kenapa hidupku sungguh sial? Anak haram ini membuatku jauh lebih menyedihkan.. hiks!" Ia menangis frustasi.

"Kau tidak bisa menyalahkannya. Bayi ini tidak bersalah. Bayi ini tidak bisa memilih dengan siapa dan kapan ia akan dilahirkan.." Irene terus menggenggam tangan sang teman Berharap Joy memiliki sedikit rasa kasihan pada anaknya.

Wiuuu wiuuu

"Bertahan sebentar lagi Joy.. aku tidak akan membiarkan kalian mati sia-sia." Lirihnya sebelum membiarkan Joy dibawa masuk ke ambulance. Semoga tidak terjadi apa-apa pada mereka.






.






"Takdirku."

Suara seseorang memecah keheningan. Sosok lain yang berada disana pun mengerutkan dahi.

"Hah?"

"Takdirku akan segera lahir." Ujarnya kembali.

"Ah.. Itu sebabnya kau tidak mau menikahi putri dari bangsawan manapun, Kanemoto?"

Pria bermarga Kanemoto itu menyunggingkan senyumnya. "Ya. Kau benar, Watanabe."

Yoshi beranjak dari duduknya, menghadirkan tatapan penuh tanya dari Haruto. "Mau kemana kau?"

"Apa lagi? Tentu saja menemuinya."

Yoshi ingin menemuinya? Jika benar, mak artinya ia akan pergi ke dunia manusia. "Ikut!"

"Tidak!"

"Yoshii.. ayolah!"

Bukannya tidak mau, hanya saja Haruto sangat merepotkan. Anak itu belum bisa mengendalikan dirinya.

"Diam atau ku kikir kembali taringmu."

Dalam sekejap mata, Haruto menghilang dari pandangan Yoshi. Ia tidak mau taring indahnya dikikir lagi. Sangat menyakitkan.






.






"Syukurlah, bayinya masih bisa diselamatkan." Ujar sang dokter.

"Terimakasih.. terimakasih banyak, dokter." Dokter itu mengangguk kemudian pergi meninggalkan Irene.

Ia menatap bayi malang tersebut dengan perasaan campur aduk. Apa yang harus ia lakukan? Jika Joy melihat bayi ini, ia rasa saat itu juga Joy akan membunuhnya.

"Aku akan menyelamatkanmu.. aku yakin kau memiliki takdir yang indah suatu saat nanti."

Irene membungkus bayi itu ke dalam selimut. Berjalan santai keluar rumah sakit, agar tidak dicurigai siapapun. Jika dicurigai pun, mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa. Karena ia adalah wali dari Joy.

Wanita itu duduk dengan gelisah di bangku Taxi. Menatap langit yang sangat gelap. Tidak ada bintang disana. "Apakah akan hujan?" Gumamnya.

"Pak, berhenti disini saja. Ini uangnya, terimakasih."

Selang beberapa waktu, Irene kembali berjalan. Menelusuri perumahan elit yang cukup sepi. Baru dibangun beberapa rumah disini. Jarak antar rumah pun cukup jauh.

Irene tahu betul rumah yang tak jauh dari pandangannya. Milik mantan kekasihnya, Kim Suho.

"Aku yakin jika aku meninggalkanmu disini, Suho akan merawatmu. Kau tidak akan hidup dengan kekurangan. Hanya ini yang bisa ku lakukan padamu. Maaf.. Jihoon." Ya, ia telah memberi nama bayi ini.

Setelah memastikan dirinya tidak terekam oleh cctv, Irene meletakkan Jihoon di sekitar rumah Suho. Kemudian bersembunyi di balik semak-semak.

Tidak terlalu jauh. Sesekali wanita itu mengecek kondisi Jihoon. Hatinya berdenyut nyeri ketika banyak semut mengerumuni bayi itu. Dengan telaten ia menepis semut-semut yang berusaha menggigit sang bayi.

Tubuhnya menegang ketika mendengar suara mobil dari kejauhan. Segera wanita itu bersembunyi kembali. "Akhirnya kau datang. Ku mohon, menangislah Jihoon. Agar mereka melihatmu." Lirihnya putus asa.





.




"Eungg.. oekk! Oeeek!"

Langkah seseorang terhenti ketika ia ingin membuka pagar rumahnya. "Apa itu?" Berusaha mengabaikan, ia kembali membuka pagar.

"Ngekkk!"

Lelaki itu merinding. Tidak ada yang memiliki bayi di perumahan ini, selain istrinya yang sedang hamil. "Jisoo, Kau mendengar suara bayi?" Ia berbicara pada istrinya melalui kaca yang terbuka.

"Oh! Aku pikir hanya aku yang mendengarnya. Ternyata kau juga?" Sang istri bergegas keluar mobil. Mencari sumber suara.

"Astaga! Siapa yang tega membuang bayi disini?" Jisoo segera merengkuh tubuh bayi itu. "Kau mau membawanya kemana?"

"Suho bodoh! Tentu saja masuk ke rumah." Ada-ada saja. Disaat seperti ini, Suho masih melontarkan pertanyaan bodoh padanya.

Suho mengikuti istrinya masuk ke dalam rumah. "Mau kita apakan dia? Lapor ke polisi?"

"Aku tidak tega padanya. Jika kita laporkan, bayi ini akan di ambil oleh pihak panti asuhan. Kita adopsi saja, ya?" Jelas kerutan muncul di dahi sang suami.

"Kau yakin? Kita juga akan segera memiliki bayi." Suho menatap perut Jisoo yang baru saja membulat.

Sang istri menggeleng kemudian tersenyum pelan. "Anggaplah mereka kembar. Ku rasa Tuhan memang menakdirkan ia untuk menjadi bagian keluarga kita."

Ah, ia tidak salah memilih Jisoo untuk menjadi istrinya. Wanita itu memiliki kebaikan yang jarang dimiliki orang lain.






.





"Dimana!? Dimana takdirku!"

Yoshi mengamuk di dalam kamar inap seseorang yang baru saja melahirkan takdirnya. Matanya merah menyala dengan taring serta kuku panjang. Seolah siap mengoyak siapapun.

"Apa maksudmu!?" Tentu saja Joy tidak mengerti maksud Yoshi.

Murka. Pria itu mulai mendekati Joy. Ia mengecap bibirnya dengan penuh nafsu. "Katakan dimana bayimu atau aku akan menghisap seluruh intisarimu."

"Aku tidak tahu! Ketika aku bangun, tidak ada siapapun disini selain dirimu yang tiba-tiba muncul entah darimana!"

Brak!

"Aku sudah membunuhnya." Irene datang diwaktu yang tepat.

Emosi Yoshi semakin menyala-nyala. Ia menatap lekat mata wanita yang mengaku telah membunuh takdirnya. Tak lama pria itu tersenyum miring.

"Aku tahu kau berbohong." Ujarnya nyaris tak bersuara.






.








Tubikontinyu

Crooked >> YoshihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang