02

4.6K 457 25
                                    

📌Sat., April 22, 2023






.





"Kim Junkyu! Bekalmu!" Teriak seseorang dari arah dapur. "Ck. Kenapa ia selalu melupakan bekalnya?"

Pemuda itu berjalan mendekati wanita yang masih sangat cantik walau usianya tak muda lagi. "Mama, Jihoon berangkat dulu. Kunci pintu, tutup jendela, dan jangan biarkan orang asing menerobos rumah." Ucapnya pada wanita itu.

"Baiklah, baiklah. Mama paham. Kau mengatakannya setiap hari. Sekarang cepatlah, sebelum Junkyu meninggalkanmu."

Jihoon terkekeh pelan. "Good mom. Doakan Jihoon, semoga hari ini menemukan lowongan pekerjaan."

Jisoo menatap lembut putranya yang mulai menghilang dari pandangannya. "Mama selalu mendoakan yang terbaik pada kalian.."





.




"Ini." Jihoon memberikan kotak bekal pada saudaranya, Junkyu.

"Untukmu saja."

"Ck. Ini buatan mama. Mama akan sedih jika tahu kau tidak memakannya lagi."

Junkyu tersenyum kecil padanya. "Maka dari itu, kau yang harus memakannya. Siang nanti aku akan makan bersama teman kantorku."

Yang lebih tua menghela napas kemudian memasukkan bekal Junkyu ke dalam tasnya. "Hahh.. aku sungguh iri padamu. Padahal aku yang lebih dulu lulus kuliah. Tapi yang mendapat pekerjaan malah dirimu." Celetuk Jihoon.

"Sabar.. sebentar lagi pasti dapat. Jihoon yang ku kenal itu tidak pantang menyerah! Semangat, kembaran ku!" Jihoon mengangguk pelan. "Baiklah! Aku harus semangat. Kalau begitu, aku pergi dulu."

Sepeninggal Jihoon, Junkyu tersenyum kecil. "Aku berbohong tentang makan siang itu. Kau sangat menyukai masakan mama, makanya aku memberikan bekalku padamu."

Junkyu merasa tidak enak pada kembarannya. Selama ini, takdir Junkyu selalu berjalan mulus. Sedangkan Jihoon? Anak itu sering mendapatkan cobaan.

"Tuhan, ku mohon mudahkanlah jalan kakak kembarku."





.




"Maaf, kami sudah tidak menerima karyawan lagi."

Jihoon memelas. "Ku mohon.. biarkan aku bekerja disini.. bahkan mencuci piring pun aku mau. Berikan pekerjaan apapun, akan ku lakukan! Aku mohon padamu.."

Nyonya itu menatapnya iba. "Aku sungguh kasihan padamu.. tapi maaf, aku tidak bisa. Bukankah kau lulusan universitas terbaik? Kenapa tidak mendaftar di perusahaan besar?"

"Tidak ada yang menerimaku, perusahaan besar maupun kecil.. Sudah diterima pun, esoknya aku langsung dipecat tanpa alasan." Lirihnya pelan.

"Ah.. baiklah. Kau bisa bekerja disini. Ku rasa, aku masih bisa menggaji satu orang lagi." Hatinya seperti tercubit ketika melihat keputus-asaan Jihoon.

"Terimakasih! Terimakasih banyak nyonya! Akhirnya.." Rasanya pemuda itu ingin menangis saja. Jihoon sungguh berterimakasih pada wanita yang ada dihadapannya.

"Ah, jangan seperti ini. Bersiaplah, disana masih ada beberapa loker kosong dengan kunci yang masih menancap."

"Baik, tapi nyonya.. bagaimana aku harus memanggilmu?" Jihoon menatap polos pada wanita itu.

Wanita itu tersenyum sangat manis padanya. "Ah? Aku belum memperkenalkan diri, ya? Namaku Joy, panggil saja aku Ibu. Semua memanggilku seperti itu."

"Ibu.." Jihoon membalas senyumnya dengan tak kalah manis.






.





"Kau belum pulang?" Suara Joy menghentikan pergerakan Jihoon yang masih mengepel. "Ah, sebentar lagi. Masih ada beberapa yang kotor."

"Astaga.. kau terlalu rajin. Tinggalkan saja."

Joy tertawa ketika melihat tingkah lucu Jihoon yang tiba-tiba membungkuk padanya. "Ah, kau ini. Kenapa lucu sekali?"

"Hehehe.. aku harus pandai mengambil hatimu agar bisa bekerja disini lebih lama." Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ck. Tidak perlu seperti itu. Aku tahu kau memang anak yang rajin. Selama kau tidak membuat masalah, kau bisa tetap bekerja disini." Jihoon merasa hatinya menghangat ketika Joy mengusap rambutnya. Kenapa?

"Terimakasih, ibu."

Diperjalanan pulang, Jihoon merasa ponselnya bergetar. Kemudian ia merogoh ponselnya. "Halo, mama?"

"Ini sudah jam 11 malam.. kau kemana, sayang?"

Senyum kecil terulas dibibirnya. "Jihoon baru saja pulang dari bekerja. Mama tahu? Jihoon akhirnya diterima!"

"Benarkah? Kini mama merasa tenang. Mama pikir terjadi sesuatu padamu.. Kalau begitu segeralah sampai. Mama sudah memasak makanan kesukaan kalian berdua."

"Aye aye, captain!"

Langkahnya terhenti ketika seseorang menghalangi jalannya. Orang itu tampak.. menyeramkan.

"Maaf.." Ujarnya lalu mengambil langkah ke arah lain. Namun, tangan Jihoon tercekal. Ia menatap penuh tanya seseorang yang menahannya.

"Milikku."

"Sinting!" Ia berusaha melepaskan tangannya dari orang yang ia anggap sudah gila. Atau jangan-jangan, orang itu adalah penculik?

"Lepaskan aku, sialan!" Jihoon rasanya ingin menangis. Cekalan itu terasa sangat sakit. Mungkin tangannya sudah memerah.

"Ku mohon.. lepas."

Saat tangannya terlepas, Jihoon segera berlari meninggalkan orang itu. "Aku menemukan takdirku."






.







Tubikontinyu

Crooked >> YoshihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang