Bab 24🥀

83 18 8
                                    

"Aku mungkin menginginkan dia menjadi pasanganku, namun bukan dengan cara terpaksa."

~Alwi Assegaf~

"Gue akan berusaha merelakan, walau membutuhkan waktu yang lama."

~Zweitson Thegar Setyawijaya~

"Maaf, aku mencintaimu. Namun, aku tak mau membuat mereka kecewa. Mungkin benar, kita bukanlah jodoh. Semoga kamu mendapatkan wanita yang lebih baik dariku."

~Kalita Nayyara Azalia~

"Lita, Alwi, kalian tahu maksud kami berkumpul seperti ini?" Abah Mahdar menatap Kalita dan Alwi yang terlihat binggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lita, Alwi, kalian tahu maksud kami berkumpul seperti ini?" Abah Mahdar menatap Kalita dan Alwi yang terlihat binggung.

"Enggak," jawab mereka kompak.

"Sebelum ke inti, kami akan memberitahukan bahwa rencana ini udah lama kita rencanakan. Abah dan Ayah udah buat rencana ini sejak kalian masih sekolah dasar. Dan sepakat bahwa hari ini rencana ini akan terlaksanakan, mengingat kalian sudah menjadi sarjana." sejenak, Ayah Afizh menjeda ucapannya untuk melihat ekspresi Alwi dan Kalita.

"Jadi, rencana kita adalah ingin menjodohkan kalian berdua. Setelah kalian menikah, kalian masih bisa kok lanjutin sekolah kalian kalau mau. Jadi, bagaimana? Kalian mau 'kan?" terang Ayah Afizh.

Alwi serta Kalita mematung mendengarnya, mereka tak menyangka hal ini akan terjadi. Baik Kalita maupun Alwi tak ada pemikiran bahwa mereka akan dijodohkan, bahkan sejak sekolah dasar. Keduanya dapat melihat jelas tatapan penuh harap terpancar dari mata kedua orang tua mereka.

'Aku memang ingin menjadikannya sebagai istriku, tapi tidak dengan cara perjodohan. Bagaimana kalau dia menerimanya karena terpaksa?' batin Alwi.

'Apa yang harus aku katakan? Apakah sudah tak ada harapan sama sekali untukku dan Zweitson?' batin Kalita.

"Sayang?" panggilan Umi Mayumi membuyarkan lamunan keduanya.

"Beri kami waktu."

Jika dirumah Kalita terjadi ketegangan, maka tak berbeda jauh dengan Zweitson saat ini. Ia begitu khawatir dan takut sebab sebentar lagi ia akan berpindah keyakinan.

"Son, lo udah siap?" tanya Fenly.

"Udah, gue udah siap."

"Yaudah, berangkat sekarang aja yuk. Keburu siang, enggak enak juga ditungguin lama." Zweitson hanya mengangguk.

"Udah tenang aja, Son. Lo enggak usah tegang gitu," hibur Fiki.

"Gimana enggak tegang, Fik? Sebentar lagi gue jadi bagian dari kalian, gue gugup," keluh Zweitson.

"Udah tenang, gue yakin semua berjalan lancar."

"Huft, yaudah." Zweitson mencoba untuk rileks.

'Gue gugup, tapi gue juga enggak sabar bakal kasih tahu kabar gembira ini. Tunggu gue, Ta. Gue akan temui lo dalam keadaan ilmu gue udah cukup,' batin Zweitson.

Lauhul Mahfudz✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang