Bab 18🥀

76 14 9
                                    

"Nyatanya semua yang bernyawa akan merasakan yang namanya kematian. Mau kita terima ataupun tidak, ketentuan itu tak akan pernah berubah."

~Lauhul Mahfudz~

Suasana yang awalnya sudah tak baik, semakin tak karuan saat setelah seorang Dokter keluar dari ruang UGD

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana yang awalnya sudah tak baik, semakin tak karuan saat setelah seorang Dokter keluar dari ruang UGD. Peluh keringat dingin mengucur deras dari dahi sang Dokter. Raut wajahnya pun terlihat lelah dan ... pasrah?

Perasaan mereka semakin tak karuan, jantung mereka berdetak tak wajar. Perasaan kalut dan takut tercetak jelas dari raut seluruh keluarga Kalita. Setakut itu mereka kehilangan si bungsu.

"B-bagaimana keadaan putri saya, Dok?" saking takutnya, suara Ayah Afizh terdengar bergetar.

Dokter tersebut menghela napas sejenak. "Maafkan saya, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Anak bapak dan ibu ... mengalami koma. Bahkan, putri bapak dan ibu sempat mengalami henti jantung, namun Allah masih memberikan anak kalian kesempatan untuk mencapai seluruh impiannya."

Damn!

Saat itu juga badan mereka terasa kaku. Entah ini kabar baik atau kabar buruk. Disisi lain mereka bersyukur Kalita masih selamat, namun disisi lain mereka merasa sedih karena Kalita harus mengalami koma.

"A-anak saya bakal bangun 'kan, Dok?" tanya Buna Anna dengan isakannya.

"Hanya Allah yang tahu, Bu. Kita hanya bisa berdo'a agar anak bapak dan ibu selamat dan secepatnya melewati masa komanya," jelas Dokter.

Kaki Buna Anna terasa lemas dan dengan sigap Ayah Afizh menangkap tubuh istrinya. "Istighfar, Bun."

Buna Anna memeluk tubuh suaminya. "Lita, mas. Lita, anak kita--"

"Iya, sayang, iya. Kita harus yakin kalau Adek akan baik-baik aja, oke? Kita serahkan semuanya kepada Allah. Percaya sama aku, hm?" Ayah Afizh mencoba menenangkan sang istri dengan menatap dalam mata sendu istrinya.

"Bang?" Shandy menoleh, lagi, ia melihat wajah frustasi Adiknya. Dan Shandy benci Adiknya seperti ini, baik Ricky maupun Kalita. Ia sangat membenci kedua Adiknya menangis dan merasa takut. Itu hanya membuat hatinya terasa sesak.

Dengan erat ia memeluk tubuh Ricky, ia mencoba menenangkan dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Ya, ia harap seperti itu.

 Ya, ia harap seperti itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lauhul Mahfudz✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang