23 - Misi

2 1 0
                                    

Ting!

Ryuma yang tengah menyenderkan bahunya di dinding lift segera keluar begitu pintu terbuka. Ia berbelok ke arah kiri mencari ruangan nomor 605, tempat Ayano dirawat. Disana ia melihat Maoda, ibu Ayano baru saja keluar dari kamar tersebut sembari membawa sebuah dompet.

"Bibi" panggil Ryuma

"Ryu. Bagaimana kabarmu?" Tanya Maoda sembari tersenyum.

"Baik, maaf aku baru bisa kesini." Ujar Ryuma sembari meringis. Karena jarak Kobe dengan Osaka yang cukup jauh membuatnya hanya bisa mengunjungi Ayano di akhir pekan.

"Tak apa, kau memang masih harus sekolah. Lagi pula Aya baik - baik saja disini" Maoda menepuk bahu Ryuma menenangkan meski baru tadi pagi darah segar kembali menetes dari hidung Ayano. Sedari dulu Ryuma terlampau perhatian dengan putrinya dan Maoda tak ingin membebani pemuda itu. Terlebih ia tidak ingin kembali didatangi oleh orang suruhan Tanaka Iru.

"Oh ya, bibi mau keluar sebentar. Kau bisa menemani Aya?" Tanya Maoda.

"Tentu" ujar Ryuma sembari masuk ke ruangan Ayano. Maoda yang melihatnya hanya mampu menghela nafas panjang.

Ryuma menutup pintu dengan perlahan takut membangunkan Ayano barangkali gadis itu sedang istirahat. Namun ternyata Ayano malah sedang membaca buku. Hal itu membuat sudut bibir Ryuma tertarik ke atas dengan sendirinya.

"Apa yang kau baca?" Tanya Ryuma mengagetkan Ayano.

"Bukan apa - apa." Kilah Ayano sembari menyembunyikan buku tahunannya di belakang bantal. Ryuma sempat penasaran tapu Ayano dengan segera mengalihkan perhatian Ryuma

"Bagaimana sekolahmu?" Tanya Ayano antusias.

Ryuma memilih untuk duduk di samping Ayano sebelum menjawab.

"Baik. Mungkin bisa dibilang lebih baik dari sebelumnya."

"Ceritakan padaku" tuntut Ayano tak sabar.

"Kau tahu kan, Suki marah padaku karena perkataanku saat itu. Tapi dia sudah memaafkanku dengan satu syarat. Dan malah karena syaratnya yang aneh itu aku memiliki teman bicara 'normal' selain Hanazawa ataupun Noda yang selalu menanyaiku masalah saham dan politik."

Ryuma melihat raut kebingungan Ayano, sehingga ia pun kembali menjelaskan.

"Suki bilang akan memaafkanku jika teman - temannya bisa menerimaku. Jadi aku berusaha membantu mereka mempersiapkan keperluan drama untuk persiapan ulang tahun sekolah yang diadakan hari ini. Dan bisa kau tebak, mereka benar - benar memanfaatkanku." Kekeh Ryuma.

"Mereka sangat mudah dibujuk hanya dengan makanan, tapi meski begitu mereka tak lupa mengucapkan terimakasih dan peduli satu sama lain. Mungkin mereka lebih mirip gerombolan Tachiwara saat kita SMP dulu. Dan karena teman - teman Suki sudah merasa aku 'baik', Suki akhirnya memaafkanku bahkan itu belum hari ke tujuh sesuai persyaratan awalnya. Dia ternyata bukan sosok arogan, ia tidak jauh berbeda sepertiku. Dia sosok yang cukup menyenangkan ternyata" Lirih Ryuma di akhir kalimat.

Ayano berusaha menetralkan rasa cemburunya saat mendengar Ryuma menceritakan bahkan mengagumi gadis lain. Lagi pula ini memang tujuannya bukan?

"Aku ikut senang mendengarnya Ryu." Ayano menatap Ryuma begitu teduh. Sebenarnya dia ingin selalu menahan Ryuma disini, tapi ia tahu. Hidup Ryuma sudah ditentukan sedemikian rupa oleh ayahnya. Mungkin jika ia sehat, ia masih bisa berusaha untuk tetap memperjuangkan Ryuma. Tapi ia sadar jika leukimia yang dideritanya tak mengizinkan Aya untuk melakukan semua itu.

"Kau kenapa?" Tanya Ryuma begitu menyadari Ayano menatapnya dengan berbeda hari ini.

"Tak apa. Aku hanya ikut senang." ujar Ayano tersenyum seperti biasa.

Sorry For Telling You LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang