10 - Dilema

10 2 0
                                    

Ryuma jatuh tertidur di samping brankar Ayano. Dengan posisi duduk di kursi besi dan kepala bersandar di tempat tidur pasien. Entah sudah berapa lama ia tertidur. Namun rasanya seseorang tengah membelai kepalanya. Ia pun menggeliat perlahan. Bukannya berhenti, usapan itu masih berlangsung. Akhirnya ia mencoba membuka matanya yang terasa sangat berat. Tubuhnya pun masih terasa sangat lelah. Wajar saja, ia sudah berkendara hampir tujuh jam hari ini.

"Hai Ryu" sapa seseorang lembut. Suaranya seperti sangat familiar di telinganya.

Tunggu dulu!

Ryuma langsung membelalakan matanya. Dan ditegakkannya kepalanya dalam sekejap. Ternyata benar! Suara itu adalah milik Ayano - Ayanonya! Dan kini perempuan itu tengah tersenyum geli di depannya. Juga melambaikan tangan sekali dengan gerakan setengah memutar.

"Halo." sapa Ayano kembali, masih memamerkan cengirannya seperti dulu.

"Aya" suara Ryuma tercekat. Akhirnya ia dapat mendengar suara lembut itu lagi. Akhirnya ia dapat menatap senyum itu lagi. Akhirnya, setelah sekian lama, hatinya kembali terasa hangat, juga hidup kembali.

"Aya" ulangnya kembali memastikan. Ditatapnya lekat wajah gadis di depannya. Memastikan bawa semua ini bukanlah mimpi.

Ayano mengangguk dengan mata berbinar layaknya seorang anak kecil.

Kursi yang diduduki Ryuma berderit kencang karena lelaki itu berdiri sangat tiba - tiba. Untung tidak sampai terbalik. Dan dengan segera dipeluknya Ayano yang tengah bersandar di tempat tidurnya. Erat. Sangat erat. Membuat Ayano hampir terjungkal jika saja Ryuma tidak menahannya dalam waktu bersamaan.

"Aya" Ryuma memanggil nama itu kembali sembari memejamkan mata. Didekapnya erat tubuh gadis itu yang sangat kurus. Dielusnya sekali rambut hitam gadis itu yang nampak kusam, tidak seindah biasanya. Disesapnya dalam aroma yang selama ini ia rindukan.

"Aku merindukanmu. Sangat!" lirih Ryuma di telinga Ayano.

Ayano hanya terdiam sembari menatap kosong. Matanya nampak berkaca - kaca seperti tengah menahan kesedihan. Tapi dengan segera diusapnya genangan air mata tersebut. Dan ditepuknya bahu Ryuma dengan ceria.

"Aku juga merindukanmu" Jawab Ayano seraya mengurai pelukan mereka. Senyum cerah seperti dulu kala kini tersungging di bibir yang nampak pucat itu.

Ryuma menatap lekat gadis dihadapannya. Digenggamnya erat kedua bahu Ayano. Begitu banyak hal yang ingin ia ungkapkan. Tapi kembali ke kenyataan yang didengarnya dari Maoda, mata Ryuma kembali terasa perih.

"Kenapa kau menyimpan semua ini sendirian??"

Ryuma menuntut penjelasan dari gadis didepannya. Namun Ayano hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Bagaimana kabarmu Ryu? Kau semakin tampan saja sekarang" Tanya Ayano berusaha mengalihkan pembicaraan.

Ryuma hanya tertawa sinis, namun Ayano malah menatapnya sendu.

"Ryu..." panggil Ayano. Ia sungguh tidak menyukai Ryuma yang kacau seperti ini.

"Sepertinya aku salah dengan menelfonmu." Ayano menundukkan pandangannya. Ia menumpukan kedua telapak tangannya satu sama lain di atas pahanya.

"Seharusnya aku konsisten dengan keputusanku." lirihnya kembali.

"Aku membencimu Ayano!" ujar ryuma penuh penekanan.

Ayano menatap Ryuma tak percaya bahwa lelaki itu baru saja mengatakan bahwa ia membencinya. Ia memang tahu jika konsekuensi dari tindakannya adalah Ryuma marah, bahkan membencinya. Tapi saat mendengarnya secara langsung, dan mendapat tatapan penuh kekecewaan seperti itu membuat hatinya nyeri luar biasa. Padahal, ia melakukannya hanya karena memikirkan perasaan Ryuma.

Sorry For Telling You LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang