Part 6

10.8K 18 0
                                    

Dua minggu setelah acara Entrepreneurship Day berakhir, kegiatan Yasmin pun kembali normal. Seperti hari ini, di mana dia kembali diantar sang suami di pagi hari, lalu menunggu kelasnya dimulai beberapa jam lagi. Ia pun tidak perlu pusing memikirkan hal-hal lain di luar urusan akademis, karena laporan pertanggungjawaban acara juga sudah ia serahkan kepada Pak Dar, sang rektor Universitas Jaya Abadi.

Hanya satu hal yang seperti masih belum selesai dari acara tersebut, dan ia bertekad untuk membantu sahabat baiknya untuk menanganinya.

Itulah mengapa perempuan cantik tersebut kini tengah berjalan menuju kantin Gedung 1, di mana Fakultas Ilmu Komputer berada. Di sana, sudah ada Indira yang sedang melamun dan hanya menatap kosong ke arah cappuccino hangat yang berada di hadapannya.

“Heh, bengong aja. Nanti kesambet setan lho…” ledek Yasmin sambil duduk tepat di samping sahabatnya tersebut.

“Hmm…” Indira hanya menjawab dengan dehaman pelan. Ia tampak tidak bersemangat menanggapi Yasmin, meski ia tahu sahabatnya itu bermaksud baik untuk menghiburnya.

“Aduuuuh, sampai kapan mau begini sih, Indira? Andrew aja udah nggak kenapa-kenapa. Tangannya yang patah sudah dirawat dan sedang dalam proses penyembuhan, dia juga sudah dioperasi, kita doakan saja semoga setelah sembuh dia bisa beraktivitas kembali dengan normal.”

“Nggak bisa, Yas. Tetap saja kepikiran. Gue kayak masih merasa bersalah gitu. Ya tahu sih, kejadiannya tiba-tiba dan itu kecelakaan, tapi ga tau kenapa hati ini rasanya nggak rela gitu. Kalau Andrew nggak aku panggil kan dia tidak ceroboh berlari.”

“Ya terus lu sekarang maunya apa? Cerita dong sama gue.”

“Hmm… jujur nggak tahu juga mesti ngapain. Lu tau sendiri kan? Dari dulu kalau ada masalah yang mengganjal dan bikin penasaran kayak begini, gue selalu pengen melakukan sesuatu untuk menebusnya. Baru perasaan gue terasa plong.”

Ini adalah salah satu kebiasaan Indira yang membuat Yasmin heran. Sahabatnya tersebut seperti tidak bisa membiarkan hal buruk terjadi pada orang lain, dan merasa harus menghukum dirinya sendiri atas hal buruk tersebut. Semasa kuliah, Indira pernah tidak masuk kelas selama dua minggu, hanya karena menumpang mobil temannya yang kemudian tidak sengaja menabrak kucing hingga meninggal. Temannya yang mengemudikan mobil sih biasa saja, tetapi justru Indira yang mengalami trauma mendalam setelah kejadian itu.

Namun mau tidak mau, Yasmin jadi merasa harus ikut memikirkan solusi dari masalah ini. Untungnya, otak cemerlangnya selalu bisa aktif bekerja kapanpun dibutuhkan.

“Hmm… kalau gue ga salah ingat, bukannya si Andrew saat ini sedang skripsi? Lu jadi dosen pembimbingnya kan?” Tanya Yasmin.

“Iya.”

“Nah itu.”

“Ha? Maksud lu gimana? Gue cuma perlu membiarkan dia lulus dengan mudah begitu, Yas?”

“Yeee… bukanlah. Itu curang namanya. Yang ada nanti malah lu yang kedapatan masalah sama kampus kalau tidak bisa mempertanggungjawabkan tugas mahasiswa,” tukas Yasmin. “Maksud gue gini… mungkin lu bisa membantu Andrew dalam proses menyelesaikan skripsi, paling tidak selama dia masih dalam proses perawatan dan tidak bisa menggerakkan tangannya dengan bebas.”

“Hmm, itu ide yang bagus sih. Dia pasti kesulitan banget dengan kondisi sekarang, mengetik di laptop saja mungkin sulit.”

“Ini memang aneh sih, karena setahu gue tidak ada dosen yang sampai membantu mahasiswanya mengerjakan skripsi kan? Tetapi dasar hati lu yang terlalu rapuh itu kan juga aneh, kayak gelas-gelas kaca. Jadi mungkin saran ini bisa membantu melegakan pikiran kamu, hihihihi….”

KEMBANG KAMPUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang