"Oke, sekian dulu materi untuk hari ini. Apakah ada pertanyaan?" Tanya seorang perempuan berparas cantik yang sedang berdiri membelakangi papan tulis di dalam sebuah ruang kelas.
Seperti biasa, para mahasiswa yang berada di hadapannya memang cenderung pasif apabila ia menanyakan hal tersebut. Mereka hanya diam seribu bahasa, seperti ingin cepat-cepat keluar dari dalam kelas. Beberapa di antara mereka bahkan menoleh ke kiri dan kanan, seolah memantau apabila ada seseorang yang mengangkat tangan, sehingga mereka bisa mengingat nama mahasiswa tersebut dan menjulukinya sebagai sosok penjilat dosen.
Melihat tidak ada respon apa-apa dari para mahasiswa, perempuan yang berdiri di depan tersebut pun memutuskan untuk menutup sesi kelas hari ini. "Baik, kalau tidak ada pertanyaan. Tugas-tugas seperti yang tadi sudah Ibu sampaikan, silakan dikumpulkan melalui e-learning. Ditunggu sampai akhir pekan, yang tidak mengerjakan tidak akan mendapatkan nilai. Sampai jumpa lagi minggu depan."
Begitu dosen perempuan tersebut menyelesaikan kata-katanya, barulah muncul senyuman di wajah para mahasiswa, yang langsung berlomba menuju pintu keluar seperti para peserta lomba 17 Agustus. Sang dosen hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah mahasiswa yang sudah hampir satu tahun ajaran penuh ia bimbing. Secara usia mereka memang sudah dewasa, tetapi secara kelakuan masih tampak seperti anak kecil.
Hanya ada seorang mahasiswa saja yang tertinggal, Ia mendekati meja di depan. Sepertinya Ia memang menunggu sampai semua teman-temannya meninggalkan ruangan, sebelum mulai menyapa sang dosen.
"Siang, Bu."
"Andrew..." Ujar sang perempuan sambil memeriksa berkas ajar yang ada di atas mejanya. Ia tampak hanya melirik sebentar ke arah sang mahasiswa, sebelum kembali fokus ke berkas-berkas di hadapannya.
"Saya mau tanya soal permintaan saya yang kemarin. Itu lho, sewaktu kita bimbingan. Apa Ibu sudah bisa memberikan jawaban?" Tanya mahasiswa yang bernama lengkap Andrew Santoso tersebut.
Perempuan yang hari ini mengenakan jilbab berwarna merah muda tersebut pun langsung menghentikan aktivitasnya, dan menatap sang mahasiswa tersebut dengan tajam. Meski berusaha untuk tampil tegas, namun ia tetap tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang manis dan anggun dengan secarik kerudung yang menutup kepalanya.
"Pe-permintaan yang mana ya?"
"Hahaa..." Andrew terkekeh. "Bu Indira jangan pura-pura lupa. Ibu pasti tahu permintaan mana yang saya maksud."
Indira jelas tahu permintaan mana yang sedang dibicarakan oleh mahasiswanya tersebut. Namun ia tidak menyangka bahwa pria muda itu akan berani menanyakannya di lingkungan kampus, bahkan di dalam ruang kelas saat proses belajar mengajar baru saja selesai. Apakah ini adalah cara sang mahasiswa untuk merendahkan kedudukannya sebagai dosen?
"Apakah kita harus membicarakan ini sekarang? Di dalam kelas?"
"Lebih cepat saya tahu jawabannya, lebih baik kan Bu?" Ujar Andrew masih dengan senyum yang seperti meremehkan posisi Indira.
"Secepatnya akan Ibu beri jawabannya. Yang pasti, bukan di sini tempatnya."
"Baiklah, saya tunggu jawaban Ibu. Yang penting jangan sampai lupa ya. Bye, Bu Indira."
Dosen muda tersebut pun mendengus kesal saat melihat sang mahasiswa meninggalkan kelas. Apa yang dibicarakan Andrew memang telah mengisi pikirannya sejak beberapa hari lalu, dan membuatnya pusing setengah mati. Namun hari ini adalah hari spesial, dan Indira tidak mau merusaknya dengan masalah lain.
***
Setelah menyelesaikan seluruh tugasnya di kelas, Indira langsung bergegas menuju ruang dosen dengan langkah yang sedikit terburu-buru. Perempuan berparas cantik tersebut sempat beberapa kali melirik ke arah jam tangannya, seperti sedang menanti-nantikan sesuatu.