"Lisa-ya, please..."
"No, Jennie. Kau pergi saja bersamanya, aku tidak ingin ikut."
Jennie menghelakan napasnya cukup panjang. "Wae?"
"Kamu masih tanya, kenapa?" Lalisa menatap Jennie tak percaya.
Jennie mengangguk-anggukan kepalanya.
"Emm, wae? Kenapa kau jadi begini, Lisa?"
Lalisa menarik napasnya panjang dan membuangnya perlahan. "Aku kekasihmu."
Jennie melirik sekilas ke arah sekitar mereka dan segera mendekat ke arah Lalisa dengan cepat. "Pssh! I know, kenapa membicarakan hal ini disini?"
Lalisa terkekeh. "See? Kau selalu seperti ini, sampai kapan kau akan menutupi hub...,"
"Babe!" Seorang lelaki baru saja tiba di dalam kantin yang berada di lingkungan universitas nya, lelaki bertubuh tinggi itu menghampiri Jennie dan Lalisa, ia segera memeluk Jennie dari samping.
Jennie mengulum bibirnya sendiri, dia menjauh dari Lalisa dan tersenyum canggung ke arah lelakinya. "H-hey, Oppa." Sapa Jennie dengan wajah canggungnya.
Sedangkan Lalisa mendengus sebal dan membuang pandangannya.
"Kekasihku cantik sekali hari ini." Puji lelaki itu sambil menatap wajah Jennie dengan lekat, Jennie berdeham dan tersenyum tipis.
"Gomawo."
"Kau tidak memberi pujian juga untuk ku?" Tanya lelaki itu dengan suara yang manja, kedua matanya mengedip beberapa kali lalu Jennie hanya tertawa pelan melihatnya.
"Ne, kekasihku juga sangat... Tampan." Di akhir kalimatnya kedua mata Jennie justru menatap wajah Lalisa yang tidak tengah menatapnya.
Lelaki itu tertawa puas. "Terimakasih, calon istri."
Gadis jangkung itu sepertinya sudah tidak tahan, dia beranjak dari kursinya, lalu menggunakan tas ransel nya di sebelah bahunya.
"Lalisa, mau kemana?" Tanya lelaki itu.
"Pulang."
Jennie memegang pergelangan tangan Lalisa, ia menyentuhnya dengan lembut. "Disini saja, kau tidak akan ikut dengan kita?" Ujar Jennie berusaha menahan air matanya.
Lalisa terkekeh pelan, dia memainkan lidahnya di dalam mulutnya sendiri dengan raut wajah jengahnya, setelah itu dia menepis tangan Jennie. "Tidak, aku memiliki banyak urusan."
"Aku duluan, Jen, Kai." Sambungnya dan pergi dari kedua gadis dan lelaki itu, Jennie menatap punggung Lalisa dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Sementara Kai meremas bahu Jennie dengan lembut. "Kau bertengkar dengannya, babe?"
Jennie segera berdeham dan memaksakan senyumannya. "Tidak, kami baik-baik saja."
Kai menganggukan kepalanya. "Baguslah, aku tidak ingin melihat sepasang sahabat dekat seperti kalian bertengkar."
"Tidak perlu khawatir, kami baik-baik saja." Ucap Jennie.
Kai tersenyum dan setelah itu ia menyenderkan kepalanya di bahu Jennie, Jennie memasang wajah tak nyaman.
"Oppa, kita masih di area kampus."
Kai menyeringitkan dahinya. "Memang kenapa? Semuanya juga sudah tahu bahwa Jennie Kim milik Kim Jong In."
Kim Jennie Ruby Jane, ia adalah salah satu mahasiswa terbaik di salah satu universitas ternama di Seoul, ia memiliki sahabat dari kecil sekaligus sudah menjadi kekasihnya sejak sembilan tahun lamanya, yang bernama Lalisa Manoban, gadis asal Thailand itu lah yang mampu membuat kupu-kupu di dalam perut Jennie selalu menari liar, namun sayangnya, keluarga Jennie sangat homopobic, mereka sangat menentang hubungan sesama jenis dan bukan hanya itu, bahkan lingkungan kuliah mereka juga belum terbuka tentang hubungan yang seperti itu, dan hal itu yang membuat Jennie meminta agar hubungannya bersama Lalisa cukup mereka berdua saja yang tahu, atau lebih sering di sebut sebagai backstreet, Lalisa sama sekali tidak keberatan.