Sucks

2.3K 251 33
                                    

"Jadi, Jennie. Bagaimana? Kau sudah mencoba berbincang dengan saudara barumu?"

Mendengar pertanyaan itu dari mulut sang ibu, Jennie yang sedang duduk di kursi meja makannya kepalanya menggeleng lemah. "Belum, eomma."

Ibunya lantas menyeringitkan dahinya. "Kenapa, belum? Eomma sudah bilang, bahwa kalian harus dekat karena bagaimana pun sekarang kalian itu bersaudara, nanti kalian akan lebih sering menghabiskan waktu bersama karena seperti yang kau tahu, eomma akan sibuk membantu appa mu untuk menjalankan bisnisnya." Ucap ibunya dengan suara lembutnya.

Jennie hendak membuka mulutnya, namun dia membungkam kembali ketika dia melihat saudara tirinya itu yang baru saja keluar dari kamarnya, saudara tirinya yang dingin serta jarang sekali bicara.

"Pagi, Lalisa." Wanita yang kemarin baru menjadi ibu sambungnya itu menyapanya dengan senyuman hangatnya, namun Lalisa tidak bergeming, dia hanya memasang wajah datarnjya dan segera mendudukan dirinya di atas kursi.

"Dimana makanan milikku, ahjumma?" Tanyanya kepada seorang maid disana, maid tersebut hendak mengambilkan Lalisa makanan yang berada di atas meja, namun, ibunya lebih cepat menyambarnya.

"Biar saya saja, karena sekarang, Lalisa adalah tugas saya." Ucapnya kepada maid tersebut, tetapi lagi-lagi, Lalisa tidak bergeming, dia mengacuhkan sang ibu sambungnya itu, setelah selesai menyiapkan makanan untuk Lalisa, ibu sambungnya itu memberikannya dan tidak ada jawaban apapun dari mulut Lalisa, dia segera makan makanannya.

Sementara Jennie yang melihat ibunya di perlakukan acuh itu lantas menghembuskan napasnya samar, hal itu membuat Lalisa melirik ke arahnya. "Wae, apa ada masalah?" Tanyanya dingin, dan Jennie segera menundukan kepalanya lalu hanya membalasnya dengan menggeleng.

"Lalisa, perhatikan cara bicaramu kepada eonnie mu, nak." Ayahnya yang baru saja keluar dari kamarnya itu menyambar karena mendengar suara Lalisa yang terdengar sangat dingin bertanya pada Jennie.

Kim Jennie dan Lalisa Manoban, kedua gadis remaja yang sama-sama berusia sembilan belas tahun itu baru saja menjadi seorang kakak beradik karena kedua orang tuanya baru saja resmi menikah kemarin, namun kedua gadis itu belum sama sekali saling bicara, bahkan Lalisa terlihat sangat dingin dan membenci Jennie.

Lalisa berdecih. "Eonnie? Usia kita bahkan sama, dad."

"Tetapi, tanggal lahir dia lebih dulu di banding mu." Jawab ayahnya yang juga duduk di kursi makannya. "Morning, sweet heart. Morning, Jennie." Sapanya hangat dengan istri dan putri barunya itu.

"Morning, yeobo." Balas sang istri.

Dan Jennie memasang senyum getirnya. "Morning, a-appa."

"Panggil aku, daddy mulai sekarang." Sahutnya dan Jennie hanya mengangguk kepalanya.

"Lalisa, kalian kan satu kampus, bagaimana kalau mulai sekarang, kalian berangkat bersama? Lagi pula, Jennie tidak memiliki kendaraan pribadi." Ucap Ayahnya yang mulai menyendokkan makanannya ke mulutnya.

Jennie terbelalak, dia menggelengkan cepat kepalanya. "T-tidak usah, dad." Tolak Jennie cepat.

"Tidak apa-apa, Lalisa juga tidak keberatan, iya 'kan?" Ucapnya lagi pada sang anak, namun Lalisa mendengus sebal dan memalingkan wajahnya, dia tidak menjawab apapun setelah itu dia membersihkan mulutnya menggunakan serbetnya dan mengangkat bokongnya dari sana.

"Mau kemana, Lalisa?" Ibu sambungnya bertanya.

Lalisa meliriknya dengan malas. "Bukan urusanmu." Dan akhirnya dia melengos begitu saja, membuat wajah ayahnya memerah kesal.

JENLISA, ONE SHOT!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang