03.

639 65 4
                                    

Rambut panjangnya berkibar tertiup angin, wajahnya yang putih bersih berpendar keperakan menatulkan cahaya bulan. Jaejong sedang menikmati perjalanannya ketika tiba-tiba suara gemuruh terdengar. Jaejong mencengkeram sisik naga itu semakin erat.

"Tuan Naga, sepertinya akan ada badai, aku tidak ingin tersambar petir, bisakah kau terbang lebih cepat?"

"....tidak akan ada badai, aku bisa mengatur cuaca."

"Tapi suara gemuruh itu~ mengerikan, sepertinya ada awan gelap di dekat kita."

"Bukan... Itu.... suara perutku."

"Apa?! Hahahahahahaha kau lapar?? Jangan-jangan suara gemuruh yang selama ini terdengar sebelum hujan lebat itu adalah suara perutmu yang sedang melintas? Hahahaha e e eh! Tuan Naga aku bisa jatuh, jangan berguling tiba-tiba seperti itu!"

"Aku cepat lapar kalau berubah jadi naga."

"Nanti mampirlah ke rumahku, aku bisa membuatkanmu makanan. Apa yang biasa kau makan?"

"Hewan laut."

"Kau tidak makan buah-buahan atau sayuran?"

"Tidak ada makanan semacam itu di lautan."

"Ah begitu, tapi aku sedang tidak punya bahan makanan laut di rumahku. Ambillah beberapa selama perjalanan, akan kumasakkan untukmu."

"Kau memasak?"

"Tentu saja! Semua makanan lebih enak jika dimasak! Apa kau memakan makananmu mentah-mentah? Hewan-hewan laut itu??  Aaaah! Tuan Naga, aku bisa muntah kalau kau sering berputar!"

"Berpegangan, aku akan memancing."

"Wooooow!"

Mereka menukik tajam masuk ke dalam laut lagi. Beberapa detik kemudian mereka kembali menembus langit sambil membawa beberapa ekor ikan dan udang besar.

"Sebaiknya masakanmu enak."

Naga itu kemudian melesat cepat. Karena suara gemuruh itu semakin keras terdengar.

"Turunkan aku di sana."
Jaejong menunjuk ke sebuah tebing yang lapang.

Naga itu menukik lalu melingkarkan tubuhnya begitu mengijak tanah. Jaejong melompat, lalu dalam sekejap Naga itu berubah lagi menjadi seorang pria bertanduk.

"Kita berjalan dari sini, tidak jauh lagi. Tolong buka segel kekuatanku Tuan Naga, aku harus membuka tabir pelindung untuk bisa masuk ke rumahku. Aaw!"

Naga itu menyentil kening Jaejong.
"Sudah."

"Apa tidak bisa mengibaskan tanganmu saja?!"
Jaejong mengomel sambil memegangi keningnya. Naga itu sudah meninggalkannya berjalan di depan.

"Tuan Naga, aku Jaejong, siapa namamu?"
Jaejong berusaha memecah keheningan selama perjalanan mereka di tengah hutan.

"Yunho."

"Oh. Tuan Naga---"

"Panggil Yunho saja."

"Yunho, berhenti sebentar, aku akan mengembalikan mutiara nagamu."

Jaejong berhenti lalu menjalin jemarinya untuk memanggil mutiara naga itu keluar dari tubuhnya. Tapi kemudian tangan lain menurunkan jemari itu.

"Tidak perlu, simpan saja. Siapa tahu kau tenggelam lagi di laut."

"Eh? Tapi.. apa kau akan baik-baik saja jika tidak memiliki mutiara itu di tubuhmu?"

Dumb Dragon and His Little FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang