09.

602 65 0
                                    

Sekelompok orang membawa obor berlarian di tengah hutan mengejar sosok putih berekor rubah yang sedang melompat lompat di antara pepohonan. Orang-orang itu memergoki seekor siluman rubah sedang melepaskan hewan-hewan hasil tangkapan mereka, mereka kemudian mengejar siluman itu karena jantung hati siluman rubah sangat berharga.

Siluman rubah itu mulai kelelahan, kekuatannya terbatas, dan dia kehabisan jalan. Dia terpojok di sebuah tebing di pinggir laut. Orang-orang itu mengelilinginya. Pilihan yang bisa dia ambil hanya tenggelam atau disembelih. Siluman rubah itu mendengus. Lebih baik dia memberikan dagingnya kepada ikan hiu daripada memberikan jantung hatinya kepada para manusia serakah itu. Siluman rubah itu kemudian menjatuhkan diri dari tebing. Dia tidak takut kehilangan nyawa, karena tidak ada apapun yang mengikatnya di kehidupan ini, mati demi menyelamatkan kaumnya, dia tidak menyesal.

Tubuhnya masuk ke dalam kegelapan air laut. Dia tidak bisa berenang, tentu saja tenggelam. Hanya menunggu waktu sampai dia mati. Napasnya mulai menipis. Dia membuka mata untuk melihat saat-saat terakhirnya. Seketika dia terkejut, karena yang dilihatnya ketika membuka mata adalah sepasang mata emas yang sedang menatapnya. Itu adalah pria yang mengikutinya di hutan beberapa hari yang lalu. Warna matanya berbeda dari pertemuan terakhir mereka. Apakah pria itu juga makhluk yang bisa menyamar seperti dirinya? Kenapa pria itu ada di sini? Jaejong mengernyit. Berusaha berpikir dengan sisa napas yang ada. Mereka berdua melayang di tengah kedalaman air laut. Arus disekitar mereka sangat tenang, seakan memberi mereka ruang untuk saling memandang. Siluman rubah itu mulai kehabisan napas. Pria bermata emas itu kemudian meraihnya lalu mengecup bibirnya sambil memberinya napas tambahan. Siluman rubah itu terkejut, tapi kemudian dia merasakan sesuatu mengisi hatinya. Hati yang selama ini terasa kosong seakan terisi sedikit demi sedikit melalui kecupan bibir itu. Mata siluman rubah itu menjadi sayu, lalu lama-kelamaan terpejam.

Saat berikutnya yang dia lihat adalah gemerlap bintang yang menghiasi langit malam. Karena saat ini dia sudah berada di atas kepala seekor naga hitam yang sangat besar. Naga itu yang telah membawanya keluar menebus lautan sesaat setelah kecupan itu berakhir. Rubah putih itu berpegang erat pada tanduk Naga. Dia tersenyum, kemudian mulai tertawa. Rasanya seperti sudah lama dia menantikan untuk bertemu dengan naga ini.

Naga itu menurunkannya di sebuah tebing yang jauh dari pemukiman manusia setelah mengajaknya berkeliling langit malam sejenak. Ntah bagaimana badannya tidak basah sedikitpun. Pria berbaju putih itu melompat turun dari kepala Naga.

"Terima kasih. Aku tahu itu kau. Pria yang menguntitku di hutan." Pria rubah itu tersenyum.

Naga itu menatapnya, kemudian menggigit punggungnya sendiri untuk mencabuti sisiknya. Beberapa sisik terjatuh. Pria rubah itu mengernyit. Naga itu kemudian berubah ke wujud manusianya. Seorang pria bertanduk dan bermata emas. Pria bermata emas itu kemudian mengibaskan tangannya diudara untuk memanggil sisik-sisik naga tadi. Sisik-sisik naga melayang di udara dan berubah menjadi gumpalan asap keunguan ketika sampai di telapak tangan pria naga itu. Pria naga itu berjalan mendekat.

"A...apa yang akan kau lakukan?"
Pria rubah itu waspada, tapi tidak bergeming. Ntah kenapa dia percaya bahwa pria naga itu tidak akan menyakitinya.

"Hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan sejak dulu.. melindungimu.."

Seketika gumpalan asap keunguan itu masuk ke dalam jantung pria rubah ketika telapak tangan pria naga menyentuh dada kirinya. Pria rubah itu kemudian merasakan sesuatu mengalir di seluruh tubuhnya. Tidak ada rssa sakit.

"Apa yang kau berikan?"

"Melapisi tubuhmu dengan sisik naga.. Itu akan melindungimu dari segala macam senjata. Kecuali senjata yang terbuat dari bagian tubuh naga. Kau tidak perlu takut terluka lagi... Aku tidak perlu takut kau terluka lagi..."

Dumb Dragon and His Little FoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang