"Yeonjin, apakah ayah naga sering memarahimu?"
"Tidak, hanya jika aku melanggar larangannya saja."
"Apakah dia banyak melarangmu melakukan sesuatu?"
"Tidak, ayah naga hanya melarangku melakukan 2 hal. Bertemu manusia dan berteman dengan ular."
"Ular?"
"Iya, ayah naga sangat membenci ular! Setiap dia melihat ular berenang di dekatnya, dia akan mencabik-cabik ular itu. Semua ular di lautan pasti bersembunyi jika tahu ayah naga mendekat. Mereka semua takut padanya."
"Begitu.."
"Ayah, apa ayah rubah tahu kenapa ayah naga sangat membenci ular? Aku pernah bertanya pada paman penyu, tapi dia juga tidak tahu. Bahkan tidak ada yang berani menyebut kata ular di depan ayah naga."
"Yah.. itu karena seekor ular laut pernah menghasutnya untuk membenciku. Ular laut itu juga mengkhianatinya. Ular laut itu bahkan pernah menyakiti ayahmu ini saat sedang mengandungmu."
"Lalu apa yang terjadi dengan luar itu?"
"Tercabik-cabik oleh cakarku."
Jaejong tersenyum sambil terus melangkahkan kakinya. Mereka sedang berjalan-jalan bersama. Tiba-tiba Yeonjin menarik-narik baju Jaejong dan membisikkan sesuatu.
"Ayah, apa yang terjadi pada ayah naga?"
Jaejong menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang Yeonjin tanyakan. Pria bermata emas sedang mengikuti mereka berjalan di belakang sambil terus tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya tidak peduli apa yang dia pandang.
"Dia sedang bahagia."
"Tapi ayah naga tidak berhenti tertawa sejak tadi~ dia tidak tiba-tiba menjadi gila kan?" Yeonjin berbisik.
"Jangan khawatir, ayahmu hanya sedang melemaskan otot-otot di wajahnya, selama 100 tahun dia tidak tertawa, biarkan dia berlatih lagi."
Jaejong mengusap kepala Yeonjin yang nampak masih khawatir.
"Oya Yeonjin. Apakah kau tidak bingung kalau memanggil kami berdua dengan sebutan ayah?"
"Tidak, aku bisa mengimbuhkan naga dan rubah untuk membedakan kalian."
"Mm.. Bagaimana kalau memanggilku 'ibu' saja? Aku yang mengandung dan melahirkanmu, bukankah itu menjadikanku seorang ibu? Kau jadi bisa merasakan memiliki orang tua yang lengkap."
Yeonjin tersenyum cerah, tentu saja dia senang bisa memanggil Jaejong 'ibu', dia selalu bermimpi bisa memanggil kedua orangtuanya ayah dan ibu.
"Ibu! Ibu! Ibu!"
Yeonjin memeluk Jaejong sambil melompat girang."Haha sudah sudah, ayo kita terbang naik ayah dari sini."
"Kita mau ke mana?"
"Menemui kakek dan nenek."
Yunho kemudian berubah menjadi seekor Naga besar lalu membawa ibu dan anak itu di kepalanya. Kumis naga itu terangkat tinggi ke atas karena Naga itu masih belum berhenti tersenyum. Mereka bertiga terbang menembus awan menuju ke sebuah bukit pemakaman.
Yunho menurunkan mereka di sebuah padang rumput. Makam itu tidak jauh dari sana. Mereka berjalan sampai tiba di sebuah gundukan tanah dengan papan penanda sederhana di atasnya. Gundukan tanah itu bersih terawat ditumbuhi bunga-bunga, berbeda dengan makam-makam lain yang seperti sudah ditinggalkan. Yah, tidak heran, bukit pemakaman itu sudah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dumb Dragon and His Little Fox
FanfictionSeeokor naga penguasa lautan bertemu dengan seekor rubah nakal. Naga itu cukup bodoh untuk jatuh cinta pada penguasa hutan berekor 9 itu, dan cukup bodoh juga untuk menyakitinya.. "Katakan di mana dia!" "Dia sudah tidak ada lagi disini.. mungkin sud...