Dan semuanya begitu indah. Selama tiga tahun bersama, Satria memang membuat Gani bahagia. Laki-laki itu mampu membuat Gani merasa nyaman dengan kehadirannya dan sangat dapat diandalkan. Laki-laki berkacamata itu bisa membuat Gani lupa akan kesakitannya selama ini dan sosok Satria dengan pembawaan yang tenang dan sikapnya yang meneduhkan nyatanya sanggup membuat Gani merasa kembali dicintai oleh seorang laki-laki setelah sekian tahun lamanya.
Satria juga sigap dan selalu ada saat Gani membutuhkan kehadirannya. Satria juga tipe pria romantis yang tahu cara memperlakukan wanita dan memanjakan wanita sebagaimana mestinya. Satria membuktikan ucapannya sendiri pada Gani, bahwa dia bisa membuat Gani lupa akan sosok dari masa lalu itu dan membuat Gani hanya menatapnya. Perlahan lubang menganga dalam hati Gani tertutup oleh kehadiran Satria dalam hidupnya.
Tahun lalu mereka sudah merencanakan untuk menikah. Ibu dan Tante Salma sudah heboh menyiapkan berbagai persiapan pesta pernikahan, tapi takdir membuat rencana indah itu harus tertunda karena Tante Salma mengalami kecelakaan mobil dan menyebabkannya lumpuh hingga harus puas duduk di kursi roda karena dokter memvonis Tante Salma menderita spinal cord injury. Duka yang Satria alami lantas membuatnya terpukul dan tak lagi fokus untuk memikirkan soal pernikahan sampai semuanya menguap begitu saja. Baik Gani maupun keluarga tidak menyalahkan, mereka amat paham dan mengerti akan kondisi keluarga Satria. Setelah ayahnya meninggal, hanya mamanya yang Satria miliki dan itu yang membuat Satria amat menyayangi Tante Salma dengan seluruh jiwa dan raga.
Masalah kelanjutan pernikahan, Gani tidak pernah menekan Satria. Dia menyerahkan semua keputusan pada laki-laki itu. Gani tidak ingin menambah beban pikiran Satria yang masih berkonsentrasi akan kesehatan Tante Salma dan berusaha menjadi pacar yang baik dengan mendukung segala tindakan yang Satria ambil termasuk menunda rencana pernikahan mereka agar bisa lebih fokus merawat Tante Salma dulu.
"Kita ke sekolah Lia dulu, ya, Sat, jemput dia. Soalnya Linera lagi ada meeting mendadak. Nggak keberatan, kan?" tanya Gani pada Satria yang datang menjemputnya pulang kantor.
"Boleh," jawab Satria dengan senyum terkembang.
Sesampainya di sekolah Camelia, Gani melihat sosok gadis mungil itu sedang menangis kencang ditemani oleh seorang wanita dan anak laki-laki. Karena panik melihat Lia yang menangis, Gani segera menghampiri anak itu dan terkejut saat melihat wanita muda yang tadi menemani Lia adalah Larasati.
Lia langsung memeluk erat Gani begitu melihatnya dengan tangis yang belum juga mau reda. Kedua wanita yang masih saling terkejut itu hanya bisa saling pandang dan terdiam. Setelahnya, Gani sibuk menenangkan Lia yang tangisannya makin kencang.
"Tadi dia nangis terus nanyain mamanya yang belum jemput juga. Makanya saya temani dulu karena kasihan," sela Lara pada Gani yang tengah berjongkok sambil membujuk Lia agar berhenti menangis.
"Terima kasih, Mbak." Hanya itu yang bisa Gani ucapkan, selanjutnya dia kembali fokus pada Lia dan merayu anak itu pergi ke taman bermain agar tangisnya reda. Sebetulnya, Gani pun masih canggung dan bingung bertemu dengan Lara saat ini.
"Maaf, ya, Sayang, terlambat jemput. Kan, mamanya lagi meeting makanya telat jemput Lia. Jangan nangis lagi, ya, gimana kalau sebelum pulang kita main dulu? Mau?" tanya Gani pada Lia.
"Mau ...," jawab anak itu dengan semangat.
"Sekali lagi, makasih, ya, Mbak udah nemenin Lia sampai saya datang." Gani sudah berdiri dan menggandeng Lia. Pandangannya pun teralih pada anak laki-laki di genggaman Lara. Gani bisa menebak kalau anak laki-laki itu adalah Ndaru, anak yang sempat dikiranya anak kandung Mahesa dulu.
"Iya, sama-sama. Hm, kalau kamu punya waktu bisa kita ngobrol dulu? Udah lumayan lama juga nggak ketemu," usul Lara yang agak mengejutkan Gani.
"Kok, lama?" sosok Satria yang menyembul di antara kedua wanita itu membuat jawaban Senggani terpenggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Her (Sekuel A Love to Him)
RomanceSegala hal tentang lelaki bernama Mahesa Barata selalu berhasil membuat kehidupan Senggani menjadi tidak pernah tenang. Kepergian lelaki itu meninggalkan lubang besar menganga di rongga hatinya yang terlantar. Enam tahun sudah dia pergi, dan Sengg...